Sejarah Hukum di
Indonesia
- Periode Kolonialisme
- Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
- Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
- Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
1. Periode Kolonialisme
Periode
kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal
Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
a. Periode VOC
Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan
untuk:
1) Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi
di negeri Belanda;
2) Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan
3) Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para
pendatang Eropa.
Hukum Belanda diberlakukan terhadap orang-orang Belanda atau
Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku adalah hukum-hukum yang dibentuk
oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata pemerintahan dan politik pada
zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara dan menjadikan
penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi di masa itu.
b. Periode liberal Belanda
Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement
(selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di
Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan
usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur
perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan
jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang
mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan
kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas.
Otokratisme administrasi kolonial masih tetap berlangsung pada
periode ini, walaupun tidak lagi sebengis sebelumnya. Namun, pembaruan hukum
yang dilandasi oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak
meningkatkan kesejahteraan pribumi, karena eksploitasi masih terus terjadi,
hanya subyek eksploitasinya saja yang berganti, dari eksploitasi oleh negara
menjadi eksploitasi oleh modal swasta.
c. Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara
kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan
pembaharuan hukum adalah: 1) Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk
pendidikan lanjutan hukum; 2) Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk
kaum pribumi; 3) Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari segi
efisiensi; 4) Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas;
5) Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian
hukum. Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda
mewariskan: 1) Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga
peradilan; 2) Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang
disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.
Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi
seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan
militer Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa
orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Beberapa perubahan perundang-undangan
yang terjadi: 1) Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan
Eropa dan yang setara, diberlakukan juga untuk orang-orang Cina; 2) Beberapa
peraturan militer disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang
berlaku. Di bidang peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah: 1) Penghapusan
dualisme/pluralisme tata peradilan; 2) Unifikasi kejaksaan; 3) Penghapusan
pembedaan polisi kota dan pedesaan/lapangan; 4) Pembentukan lembaga pendidikan
hukum; 5) Pengisian secara massif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan
hukum dengan orang-orang pribumi.
2. Periode Revolusi
Fisik Sampai Demokrasi Liberal
a. Periode Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah
pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan
nasionalisasi: 1) Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan
penyederhanaan; 2) Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat
dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan
pendirian Mahkamah Islam Tinggi.
b. Periode Demokrasi Liberal
UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa
ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah
dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan
mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi
dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi
peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau
penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No.
9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan
Kekuasaan Pengadilan.
3. Periode Demokrasi
Terpimpin Sampai Orde Baru
a. Periode Demokrasi Terpimpin
Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap
sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah: 1) Menghapuskan
doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di
bawah lembaga eksekutif; 2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon
beringin? yang berarti pengayoman; 3) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk
melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU
No.19/1964 dan UU No.13/1965; 4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa
kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti
mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
b. Periode Orde Baru
Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde
Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan
pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan?
pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa
undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di
antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan.
Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di
bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran
kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada
perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
4. Periode Pasca Orde
Baru (1998 – Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang,
sudah terjadi empat kali amandemen UUD
RI. Di arah perundang-undangan
dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah: 1)
Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan; 2) Pembaruan sistem hukum dan hak
asasi manusia; dan 3) Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme)
masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya.
Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat
menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan
hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan
tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan
Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan
pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya,
pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya
hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu,
pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
entah
dari kapan hokum di Indonesia itu di berlakukan , sebelum kita membahas masalah
tersebut saya akan menjelaskan arti hokum itu sendiri. Arti Hukum itu sendiri
adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan
kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan
bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat
terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana
yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum
menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi
manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka
yang akan dipilih.
Hukum dapat dibagi dalam berbagai
bidang, antara lain hukum pidana/hukum publik, hukum perdata/hukum
pribadi]], hukum acara, hukum tata negara, hukum
administrasi negara/hukum tata usaha negara, hukum internasional, hukum adat,
hukum islam,
hukum agraria, hukum bisnis, dan hukum
lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam
tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga
penjajahan Jepang.
a. Periode VOC
Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum
yang diterapkan bertujuan untuk:
1) Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis
ekonomi di negeri Belanda;
2) Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang
otoriter; dan
3) Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya,
dan para pendatang Eropa.
b. Periode liberal Belanda
Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan
Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata
Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan
kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya
mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan
pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR
1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan
kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas.
Otokratisme administrasi kolonial masih
tetap berlangsung pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis sebelumnya.
Namun, pembaruan hukum yang dilandasi oleh politik liberalisasi ekonomi ini
ternyata tidak meningkatkan kesejahteraan pribumi, karena eksploitasi masih
terus terjadi, hanya subyek eksploitasinya saja yang berganti, dari eksploitasi
oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.
c. Periode Politik Etis Sampai
Kolonialisme Jepang
Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada
awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan
langsung dengan pembaharuan hukum adalah:
1) Pendidikan
untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum;
2) Pembentukan
Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi;
3) Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari segi
efisiensi;
4) Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal
profesionalitas;
5) Pembentukan peraturan perundang-undangan yang
berorientasi pada kepastian hukum. Hingga runtuhnya kekuasaan colonial.
Ø pembaruan
hukum di Hindia Belanda mewariskan:
1)
Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga
peradilan;
2) Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan
yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.
Masa pendudukan Jepang pembaharuan
hukum tidak banyak terjadi seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak
bertentangan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari
menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Beberapa
perubahan perundang-undangan yang terjadi:
1) Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku
untuk golongan Eropa dan yang setara, diberlakukan juga untuk orang-orang Cina;
2) Beberapa peraturan militer disisipkan dalam peraturan
perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang peradilan,
Dan pembaharuan yang dilakukan adalah:
1) Penghapusan
dualisme/pluralisme tata peradilan;
2) Unifikasi kejaksaan;
3) Penghapusan pembedaan polisi kota dan
pedesaan/lapangan;
4) Pembentukan
lembaga pendidikan hukum;
5) Pengisian secara massif jabatan-jabatan administrasi
pemerintahan dan hukum dengan orang-orang pribumi.
2. Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi
Liberal
a. Periode Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh
di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan
dekolonisasi dan nasionalisasi: 1) Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan
dengan melakukan penyederhanaan; 2) Mengurangi dan membatasi peran badan-badan
pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan
dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.
b. Periode Demokrasi Liberal
UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi
manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak
terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat
atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka
terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang
berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan
dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara,
yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No.
1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.
3. Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde
Baru
a. Periode Demokrasi Terpimpin
Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi
Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan
adalah:
1) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan
mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif;
2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi
?pohon beringin? yang berarti pengayoman;
3) Memberikan
peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas
proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965;
4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial
tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan
putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
b. Periode Orde Baru
Perkembangan dan dinamika hukum dan
tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam
proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru
?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk
beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia;
di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU
Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan
lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan
penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada
masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
4. Periode Pasca Orde Baru (1998 –
Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di pegang
Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di
arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang
mengemuka adalah:
1) Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan;
2) Pembaruan
sistem hukum dan hak asasi manusia; dan
3) Pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit lama orde baru, yaitu KKN
(korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru,
bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun
dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat
penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat
masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat
dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan
Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat
hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan
mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas
dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih
tak tentu arahnya.
Hokum di Indonesia itu sendiri di bagi menjadi beberapa
hokum yaitu hukum perdata, hukum publik, hukum pidana, hukum acara, hukum tata
negara, hukum internasional.
Dan berikut merupakan beberapa pengertian dari
macam-macam hokum di atas
1.
Hokum perdata adalah hukum yang mengatur
hubungan-hubungan antara individu-individu dalam masyarakat dengan saluran
tertentu. Hukum perdata disebut juga hukum privat atau hukum sipil. Dan salah
satu contoh dari hokum perdata adalah masalah keluarga
macam-macam dari hokum
perdata adalah hokum benda , hokum keluarga , hokum waris dan hokum lainnya.
2.
Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara
subjek hukum dengan pemerintah.atau Hukum publik adalah hukum yang mengatur
kepentingan masyarakat
3.
Hukum pidana adalah Hukum yang mengatur
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibat
diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang melakukannya dan memenuhi
unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana
4.
Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana
cara agar hukum (materiil) itu terwujud atau dapat diterapkan/dilaksanakan
kepada subyek yang memenuhi perbuatannya .
5.
Hukum internasional adalah Hukum yang mengatur tentang
hubungan hukum antar negara satu dengan negara lain secara internasional, yang
mengandung dua pengertian dalam arti sempit dan luas.
Referensi :
images.flowst.multiply.multiplycontent.com/.../...
- i. Terdapat satu sistem hukum yaitu Sistem Hukum Nasional.
Setelah 17 Agustus 1945, maka politik hukum yang berlaku adalah
politik hukum nasional , artinya telah terjadi unifikasi hukum ( berlakunya
satu sistem hukum diseluruh wilayah Indonesia ). Sistem Hukum nasional tersebut
terdiri dari:
- Hukum Islam ( yang dimasukkan adalah asas – asasnya)
- Hukum Adat ( yang dimasukkan adalah asas – asasnya )
- Hukum Barat (yang dimasukkan adalah sistematikanya)
- ii. Sistem hukum nasional yang dibangun berdasrkan Pancasila dan UUD 1945.
- iii. Tidak ada hukum yang memberi hak istimewa pada warga negara tertentu berdasarkan pada suku , ras , dan agama. Kalaupun ada perbedaan , semata – mata didasarkan pada kepentingan nasional dalam rangka keasatuan dan persatuan bangsa.
- iv. Pembentukan hukum memperhatikan kemajemukan masyarakat
Masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan
hukum , sehingga masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam pembentukan hukum .
- v. Hukum adat dan hukum yang tidak tertulis lainnya diakui sebagai subsistem hukum nasional sepanjang nyata-nyata hidup dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat.
- vi. Pembentukan hukum sepenuhnya didasarkan pada partisipasi masyarakat.
- vii. Hukum dibentuk dan ditegakkan demi kesejahteraan umum ( keadilan sosial bagi seluruh rakyat ) terwujudnya masyarakat yang demokratis dan mandiri serta terlaksananya negara berdasarkan hukum dan konstitusi.
- Politik Hukum yang bersifat temporer.
Dimaksudkan sebagai kebijaksanaan yang ditetapkan dari waktu
ke waktu sesuai dengan kebutuhan .
E. CARA YANG DIGUNAKAN
Di Indonesia cara – cara yang digunakan untuk membentuk politik
hukumnya tidak sama dengan cara – cara yang digunakan oleh:
- Negara Kapitalis
- Negara Komunis
- Negara yang fanatik religius
Tetapi menghindari perbedaan – perbedaan yang mencolok dan cara –
cara yang ekstrim untuk mencapai keadilan dan kemakmuran , menolak cara – cara
yang dianggap tepat oleh paham:
- Negara Kapitalis
- Negara Komunis
- Negara yang fanatik religius
Ketga cara ini merupakan cara yang ekstrim:
- Kapitalis
Menganggap bahwa manusia perorangan yang individualis adalah yanhg
paling penting.
- Komunisme
Menganggap bahwa masyarakat yang terpenting diatas segalanya
- Fanatik religius
Merupakan realita bahwa manusia hidup di dunia ini harus bergulat
untuk mempertahankan hidupnya ( survive ) , maka Politik Hukum kita pasti tidak
akan menggunakan cara – cara kapitalis, komunis, dan fanatik religius.
F. SISTEM HUKUM NASIONAL
Hukum nasional suatu negara merupakan gambaran dasar mengenai
tatanan hukum nasional yang dianggap sesuai dengan kondisi masyarakat yang
bersangkutan. Bagi Indonesia , tatanan hukum nasional yang sesuai dengan
masyarakat Indonesia adalah yang berdasarkan Pancasila dengan pokok – pokoknya
sebagai berikut :
- Sumber dasar Hukum Nasional
Adalah kesadaran atau perasaan hukum masyarakat yang menentukan isi
suatu kaedah hukum. Dengan demikian sumber dasar tatanan hukum Indonesia adalah
perasaan hukum masyarakat Indonesia yang terjelma dalam pandangan hidup
Pancasila. Oleh karena itu dalam kerangka sistem hukum Indonesia , Pancasila menjadi
sumber hukum ( Tap MPRS No. XX/ MPRS / 1966 ).
- Cita – cita hukum nasional
Dalam penjelasan UUD 1945 , dinyatakan bahwa pembukaan UUD 1945
memuat pokok – pokok pikiran sebagai berikut :
1) Negara melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan.
2) Negara hendak mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3) Negara yang berkedaulatan rakyat ,
berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.
4) Negara berdasar atas KeTuhanan Yang
Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Politik Hukum Nasional
Politik hukum yang dilakukan oleh pemerintah berkaitan erat dengan
wawasan nasional bidang hukum yakni cara pandang bangsa Indonesia mengenai
kebijaksanaan politik yang harus ditempuh dalam rangka pembinaan hukum di
Indonesia. Adapun arah kebijaksanaan politik dibidang hukum ditetapkan dalam
GBHN.
Dalam TAP MPR dibawah ini terdapat politik hukum Indonesia yang
menyangkut GBHN, antara lain:
- TAP MPR No. 66 / MPRS / 1960
- TAP MPR No. IV / MPR / 1973
- TAP MPR No. IV / MPR / 1978
- TAP MPR No. II / MPR / 1983
- TAP MPR No. II / MPR / 1988
- TAP MPR No. II / MPR / 1993
- TAP MPR No. X / MPR / 1998
Tentang Pokok – pokok reformasi pembangunan dalam rangka
penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan negara “.
- TAP MPR No. VIII / MPR / 1998
Mencabut TAP MPR No. II / MPR/ 1998
- TAP MPR No. X / MPR / 1998, tentang GBHN
- Tap mpr No. IV / MPR / 1999 tentang GBHN 1999 sampai dengan 2004.
POLITIK HUKUM SEBAGAI ILMU
a.1. Batasan / Definisi Politik Hukum
Sesungguhnya ada banyak definisi yang diberikan oleh para ahli. Pada
definisi-definisi yang diberfikan tersebut ternyata ada perbedaann batasan
tentangf politik hukum.
Politik Hukum Perundang-undangan :
1.Tertulis adalah Undang-undang yang bersifat Permanen.
2. Tidak tertulis adalah Kebijakan Publik (bisa berubah “setiap saat
sesuai dengan kebutuhan dan keadaan”)
Sehingga keadaan dan kebutuhan yang berubah-ubah inilah yang
menyebabkan pembicaraan Politik Hukum menjadi sangat kompleks, sebab antara
kebutuhan dan keadaan suatu negara dengan negara lain bisa berbeda, waktu lalu
bisa berbeda dengan waktu sekarang.
a.2. Ruang Lingkup Politik Hukum
Ruang Lingkup artinya situasi/tempat/faktor “lain yang
berada di sekitar Politik Hukum yang berlaku sekarang, Hukum yang suidah
berlaku dan Hukum yang akan berlaku.
a.3. Obyek Politik Hukum
Obyek yang dipelajari dalam Politik Hukum adalah Hukum-hukum yang
bagaimana itu bisa berbeda-beda atau Hukum ini dihubung atau dilawankan dengan
Politik.
a.4. Ilmu Bantu Politik Hukum
Yang dimaksud Ilmu bantu disini adalah Ilmu yang dipakai dalam
mendekati/mempelajari Politik Hukum baik berupa konsep, “teori” dan penelitian.
Sosiologi hukum dan Sejarah Hukum dalam hal ini sangat membantu dalam mempelajari
Politik Hukum.
a.5. Metode Pendekatan Politik hukum
Metode adalah cara dalam mempelajari Politik
Hukum Empirik adalah kenyataan (secara praktis untuk mendekati Politik Hukum
adalah dengan melihat Konstitusi Negara)
POLITIK HUKUM LAMA
Politik Hukum Lama, di jalankan pada masa pemerintahan Hindia,
Belanda, diawali sejak kedatangan atau zaman pemerintahan Hindia Belanda yang
menerapkan asas Konkosedansi yaitu: menerapakn hubungan yang berlaku di Belanda
berlaku juga di Hindia Belanda.
Di Hindia Belanda selain berlaku hukum adat dan Hukum Islam.
Sejak pendudukan penjajahan Belanda sampai dengan Indonesia merdeka
tidak ada asvikasi hukum. Kalau menang Belanda berupaya untuk melakukan
asifikasi (memberlakukan satu hukum untuk seluruh Rakyat di seluruh wilayah
negara) tidak berhasil jug.
Asas Konkordansi
Yaitu pemberlakuan hukum Belanda disebuah wilayah Hindia Belanda.
Unifikasi Hukum adalah berlakunya suatu hukum di suatu wilayah
negara untuk seluruh paalnya.
Kenapa hukum Islam masih berlaku ? karena sebagian besar pelakunya
adalah beragama Islam.
Tetapi masuk terdapat orang-orang Indonesia yang tidak bulat
“membela pemikiran barat”. A.c. Hamengku Buwono IX yang tetap mempertahankan
Budaya Timur dengan menyatakan: jiwa barat dan timur dapat dilakukan dan
bekerja sama secara ekonomomis tanpa harus kehilangan kepadiannya
masing-masing. Selama tidak menghambat kemajuan, adat akan tetap menduduki
tempat yang utama dalam mator yang kay7a dalam tradisi.
Pandangan politik hukum penjajah Belanda di Hiondia Belanda;
- secara keseluruhan politik hukum Belanda sama isinya dengan politik hwed untuk tanah atau aja hanya di Hindia Belanda.
- panangan politik Hukum Belanda sama dengan politik umum dan politik hukum dari hampir smua orang Eropa dan orang negara baratt trhadap daerah timur yang mereka jajah.
- umumnya daerah yang dapat mereka kuasai; Daerah di Afrika dan Asia.
- dikatakan oleh mereka, kebudayaan barat, tinggi, baik, mul;ia,sedangkan kebudayaan timur rendah terbelakang, primitif, sangat bergantung pada alam.
- orang yang berpegang pada kebudayaan barat maju sedangkan yang berpegang pada timur ketinggalan zaman.
- pendidikan mereka memandang pendidikan asli rendah, pendidikan Islam rendah dapat dilihat pada daerah jajahan Inggris, perancis, Belanda.
- Usaha penjajah Belanda memaksakan sistem kebudayaan ke Hindia Belanda berhasil sehingga pemikiran sebagian bangsa Indonesia berpihak pada penjajah Belanda atau Barat.
- Jadi terjadi dikotomi timur dan Barat.
UNIFIKASI JAMAN PENJAJAHAN DI HINDIA BELANDA
Terlihat adanya usaha unifikasi melalui tahap tersebut pada masa
penjajahan di Hindia Belanda antara lain; dalam bidang hukum dagang dan lalu
lintas ekonomi, dengan tujuan utamanya adalah keinginan pemberlakuan hukum
Belanda bagi seluruh orang di Hindia Belanda caranya ialah:
- memulai memberlakukan peraturan-peraturan yang disusun oleh pemerintah Belanda itu untuk orang Belanda dan Eropa sendiri.
- Kemudian memberlakukan Hukum Belanda pada orang yang menunjukkan dii dengan sukarela kepada hukum Belanda.
- selanjutnya baru memberlakukan Hukum Belanda untuk orang yang dipersamakan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan orang-orang Belanda.
UNIFIKASI MASA INDONESIA MERDEKA
- dizaman Indonesia merdeka maka tahap tertentu seperti diatas tak diperlukan memberlakukan suatu hukum gak tetap untuk yang lain atau menundukkan diri kepada kepada hukum tertentu tidak diperlukan lagi dalam hukum pemerintahan hukum di Indonesia merdeka, teutama dalam tindak hukum lalu lintas ekonomi dan keuangan baik untuk semua bangsa Indonesia sediri apalagi dalam hubungan dengan bangsa lain.
- Khusus untuk sesama bangsa Indonesia terhadap kemungkinan memberlakukan pertahanan hukum bagi kekhususan orang Indonesia.
Menyangkut bidang yang disebut untuk dewa sesuai dengan bidang yang
netral, tidak sulit mengunifikasikannya misal; KUHAP, tidak sulit dalam hak ;
- Perasaan dan pemikiran anggota masyarakat untuk menyatukan peraturan-peraturannya.
- sedangkan mengenai isinya tetap menghadapi kesulitan yang tak terhingga, misal bidang perdagangan dalam perdata yang berhubungan dengan perjanjian, bidang ini sudut isinya tetap tidak sangat sulit perasaan anggota masyarakat untuk menyatukannya.
- mungkin di mintakan masukan yang diperlukan oleh pihak yang merasa bersangkutan dengan masalahnya, hal yang diangkat tersulit dalam dalam bidang hukum yang berhubungan dengan rasa kepercayaan keagamaan. Misalnya; bidang kekeluargaan, namun untuk bidang ini ini telah di rumus dengan suatu idang hukum yang berat.
KODIFIKASI
Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu ;
- Kodifikasi terbuka
Kodifikasi terbuka adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap
terdapatnya tambahan – tambahan diluar induk kondifikasi. Pertama
atau semula maksudnya induk permasalahannya sejauh yang dapat dimasukkan ke
dalam suatu buku kumpulan peraturan yang sistematis,tetapi diluar kumpulan
peraturan itu isinya menyangkut permasalahan di luar kumpulan peraturan itu
isinya menyangkut permasalahan – permasalahan dalam kumpulan peraturan
pertama tersebut. Hal ini dilakukan berdasarkan atas kehendak perkembangan
hukum itu sendiri sistem ini mempunyai kebaikan ialah;
“ Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum
tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan masyarakat hukum disini
diartikan sebagai peraturan “.
2. Kodifikasi tertutup
Adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam
kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
Cacatan;
Dulu kodifikasi tertutup masih bisa dilaksanakan bahkan tentang
bidang suatu hukum lengkap dan perkasanya perubahan kehendak masyarakat
mengenai suatu bidang hukum agak lambat. Sekarang nyatanya kepeningan hukum
mendesak agar dimana-mana yang dilakukan adalah Kodifikasi Terbuka.
Isinya;
- Politik hukum lama
- Unifikasi di zaman Hindia Belanda (Indonesia) gagal
- Penduduk terpecah menjadi;
- penduduk bangsa Eropa
- Penduduk bangsa Timur Asing
- Pendudk bangsa pribadi (Indonesia)
- pemikiran bangsa Indonesia terpecah-pecah pula.
- Pendidikan bangsa indonesia:
- Hasil Pendidikan Barat.
- Hasil Pendidikan Timur
POLITIK HUKUM BARU
Politik hukum baru di Indonesia muali pada tanggal 17 Agustus 1945
(versi Indonesia). Kemerdekaan Indonesia Belanda adalah; 19 desember 1949 yaitu
sewaktu adanya KMB di Denhaag (Belanda).
Apa syarat untuk membuat atau membentuk Politik Hukum sendiri bagi
suatu negara;
- Negara tersebut negara Merdeka.
- Negara tersebut yang mempunyai Kedaulatan keluar dan kedalam
- Kedaulatan keluar ; Negara lain mengakui bahwa Negara kita merdeka.
- Kedaulatan kedalam; Kedaulatan Negara diakui oleh seluruh Warga Negara.
- Ada keinginann untuk membuat hukum yang tujuannya untuk mensejahterakan Masyarakat.
Sumber-sumber hukum bagi Politik antaralain ;
- Konstitusi
- Kebajiakan (tertulis atau undang-undang)
- Kebijakan tidak tertulis atau tidak.
Antara lain :
- UUD 1945 ~ suppel tapi
- Perbidang atau perlapangan hukum
- perdata,pidana,
dagang,tata usaha negara, tata negara.
@ Persektor
- ex : di sektor
ekonomi, ketenaga kerjaan, Accantung, management, sosial politik, politik
bisnis.
- Kebijakan tidak tertulis dengan hukum adatnya.
Adat kita menyatu dengan sumber politik Hukum:
Contoh : 1. Hukum perkawinan, UU No. 1 1974 tetapi masih
menyelenggarakan pertunangan. 2. Adanya pelarangan menikah antara 2 Agama yang
berbeda.
Apa bahan baku dari politik Hukum (Indonesia hukum nasional yang
baru)
- Hukum Islam
- hukum Adat
- Hukum Barat
Ada :
- cara rakyat Indonesia sebagian besar beragama Islam.
- peraturan di Indonesia mengadopsi Asas “hukum Islam Bukti: UU No. 1. 1974 ~ asas monogami.
- karena hukum aslinya rakyat Indonesia adalah Adat Indonesia.
- hukum rakyat yang diambil oleh hukum Indonesia adalah sistemnya yang baik.
Pihak ytang tersebut dalam pembentukan Politik Hukum :
1. Negara ~ pemerintah
Parpol ~ partai.
Para Pakar ~ ahli hukum dengan tulisan dan doktren dan pendapat.
Warga Negara ~ Kesadaran Hukumnya ~ bila warga negara kesadraan
hukum tinggi maka politik hukumnya tinggi begitu sebaliknya.
Bagi Indonesia politik Hukum dicantumkan dalam :
1. Konsitusi = garis besar politik Hukum.
2. UU = ketentuan Incroteto = ketentuan yang berlaku.
3. Kebijaksanaan yang lain = pelengkap untuk pemersatu.
4. Adat = Berupa Nilai.
5. GBHN = Berupa Program
6. Hukum Islam , yang diambil adalah nilainya.
Sedangkan dari sisi produk Perundang-undangan. Terjadi perubahan
Politik Hukum, yakni: dengan dikeluarkannya beberapa UU yang semula belum ada, yakni
:
- UU No 14 tahun 1970 Tentang ketentuan kekeuasaan kehakiman.
- UU No 5 Tahun 1960 Tentang ketentuan pokok Agraria.
- UU lingkungan Hiduop.
- UU Perburuhan.
- UU Perbankan, Dsb.
Kemudian Prof. HAZAIRIN berpendapat bahwa :
- diPakainya Hukum Adsat sebagai sumber Hukum Nasional telah disebakan Hukum Adat sudah Eksis dalam budaya dan perasaan Bangsa Indonesia.
- Di pakainya Hukum Islam sebagai sumber Hukum Nasional karena mayoritas Penduduk Indonesia beragama Islam ~ Iman.
- Terhadap Hukum Adat dan Hukum Islam tersebut hanya diambil asas-asasnya saja.
- Hukum Barat dijadikan sumber Hukum Nasional juga berkaitan dengan urusan-urusan Internasional atau berkaitan dengan Hukum atau perdagangan Internasional.
Tahun 1979, PURNADI dan SURYONO SUKAMTO menyatakan : Hukum
Negara (Tata Negara) adalah Struktur dan proses perangkaat kaedah-kaedah Hukum
yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta bwerbentuk tertulis.
Tahun 1986, JOHN BALL menyatakan : Persoalan Hukum di Indonesia
adalah persoalan dalam rangka mewujudkan Hukum Nasional di Indonesia, yaitu
persoalan yang terutama bertumpu pada realita alam Indonesia.
Tahun 1966, UTRECHT membuat buku dengan judul “Pengantar Dalam Hukum
Indonesia”.
Tahun 1977, AHMAD SANUSI menyatakan PTHI hendaknya dipahami sebagai
penguraian Deskritif-Analistis yang tekanannya lebih dikhususkan bagi Ilmu
Hukum Indonesia, menjelaskan sifat-sifat spesifik dari Hukum Indonesia dengan
memeberikan contoh-contohnya sendiri.
b.Persoalan Hukum di Indonesia dan Negara-negara baru lainnya tidak
hanya sekedar penciptaan Hukum baru yang dapat ditujukan pada hubungan Perdata
dan Publik dengan karekteristiknya yang telah cukup diketahui.
c. Harus diusahakan pendobrakan cara berpikir Hukum kolonial dan
penggantinya dengan cara berpikir yang didorong oleh kebutuhan menumbuhkan
Hukum setempat bagi Negara yang telah merdeka.
Tahun 1978 , DANIEL S. LEV menlis aspek Politiknya dengan menyatakan
dan kedudukan Hukum di Negara republik indonesia sebaian besar merupakn
perjuangan yang hanya dapat dimengerti secara lebih baik dengan memahami Sosial
Poltik daripada kultural.
a. Hukum Indonesia harus memberi tempat kepada Rasa Hukum,
Pengertian Hukum,Paham Hukum yang khas (Indonesia).
b. Hendaknya ada pelajaran Hukum indonesia.
Tahun 1952, DORMEIER membuka wacana dengan cara :
- menulis buku “Pengantar Ilmu Hukum” (buku PIH karangannya ini adalah buku PIH pertama dalam Bahasa Indonesia).
- Menukis bentuk-bentuk khusus Hukum yang berlaku di Indonesia.
Tahun 1955, LEMAIRE Deskripsi Hukum Indonesia.
Tahun 1965, DANIEL S.LEV. menyatakan Transformasi yang sesungguhnya
terhadap ;
- hukum masa Kolonial, terutama tergantung dari pembentukan Ide-ide baru, yang akan mendorong ke arah bentuk Hukum yang sama sekali berbeda dengan Hukum Kolonial.
- Sejak sebelum kemerdekaan sesudah kemerdekaan Republik Indonesia sudah banyak usulan agar Negara Republik indonesia memiliki Hukum Politik dsendiri, bukan Politik Hukum yang sama dengan Politik Hukum Belanda. Usulan-usulan tersebut.
Tahun 1929, KLEINTJES menulis dalam sebuah buku, yang isinya :
- pokok-pokok Hukun Tentang Negara dan Hukum Antar Negara yang berlaku di Hindia Belanda.
- Beberapa aspek pranata Hukum yang dijumpai di Hindia Belanda.
Tahun 1932, VAN VOLLEN HOVEN dalam pidatonya yang brjudul “Romantika
Dalam Hukum indonesia” menyatakan :
- Hukum Indonesia harusnya menuju “Hukum Yang Mandiri” dan jangan hanya menjadi tambahan saja bagi Hukum Belanda di Hindia Belanda.
- Ideaalnya, sejak Tahun 1945 Indonesia sudah memiliki Politik Hukumnya sendiri yang sesuai dengan situasi dan kondisi Bangsa indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar