BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-sehari dan dalam bermasyarakat, tentunya
banyak terdapat masalah-masalah yang memerlukan suatu penyelesaian, maka dari
itu para Ulama membuat suatu kaidah-kaidah demi menyelesaikan masalah tersebut.
Dimana salah satu kaidah asasiyah yaitu المشقة
تجلبا لتيسير
Kaidah ini membahas tentang kesukaran itu menarik kemudahan, karena
islam itu adalah agama yang mudah, maka dalam prakteknya islam pun tidak
mempersulit. Seperti contoh ketika seseorang tidak bisa sholat dengan berdiri
maka ia diperbolehkan dengan duduk atau berbaring.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan penulis angkat dalam makalah ini adalah hal-hal
yang berkiatan dengan kaidah المشقة
تجلبا لتيسير
BAB
II
PEMBAHASAN
المشقة
تجلبا لتيسير (Kesukaran
itu menarik adanya kemudahan)
Dasar
kaidah ini adalah Firman Allah
dalam surah Al-Baqarah 185:
يريد
الله بكم اليسر ولايريد بكم العسر
“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan Allah
tidak menghendaki kesukaran bagimu”
وماجعل
لكم فى الدّين من حرج
“Dan Dia tidak menjadikan untuk kamu suatu
kesulitan dalam agama” (Al-Hajj 78).
الدّين
يسر احب الدّ ين الى الله الحنيفية السّمحة (اخرجه ابخارى عن ابى هر يرة)
“Agama itu adalah mudah, agama yang disenangi
Allah adalah agama yang benar dan mudah”
يسّرواولاتعسّروا
(اخرجه البخارى
عن انى)
"Mudahkanlah dan
jangan mempersukar”
Adapun sebab-sebab
keringanan di dalam ibadah dan lain-lain adalah:
1.
Bepergian,
dalam bepergian boleh meng-qoshor dan mennjama’ sholat, boleh tidak puasa.
2.
Sakit,
dalam keadaan sakit orang boleh sholat dengan duduk atau berbaring, tayamum
sebagai ganti berwudhu, tidak berpuasa dan sebagainya.
3.
Terpaksa,
dalam hal terpaksa orang boleh memakan makanan yang haram, bahkan boleh
mengucapkan kata-kata kekafiran atau perbuatan yang mengkafirkan.
Sesuai dengan ayat:
من
كفر بالله من بعد ايما نه الاّمن اكره وقلبه مطمئن با لايمان
"Barangsiapa yang kafir terhadap Allah sesudah dia beriman (dia
mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya
tetap tenang dalam keimanan”
(An-Nahl: 106).
4.
Lupa,
orang bebas dari dosa karena lupa, seperti makan pada puasa ramadhan, atau
salam sebelum selesai sholat, kemudian dia berbicara secara sengaja karena ia
menyangka bahwa sholatnya sudah selesai, maka dia tidak batal sholatnya.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi:
وضع
عن امّتى الخطآوالنّسيا ن وما ا ستكر هواعليه (اخرجه البيهقى عن ابى عمر)
“Diangkat dari
umatku (dosa) karena salah, lupa dan karena terpaksa”
5.
Bodoh,
seperti berbicara di dalam/ditengah sholat karena tidak mengerti, maka
sholatnya tidak batal.
6.
Kekurangan,
kekurangan adalah salah satu macam dari kesulitan, karena setiap mesti senang
pada kesempurnaan.
Kekurangan menyebabkan keringanan,
seperti anak-anak dan wanita diberi banyak kebebasan dari kewajiban yang ada
pada kaum laki-laki dewasa, misalnya: sholat jum’at, membayar jizyah, berperang
dan sebagainya.
7.
Kesulitan
dan ‘umumul balwa, seperti sholat dengan najis yang sukar dihindari.
Misalnya darah dari kudis atau
kotoran dari debu jalan. Demikian jg disyari’atkan istinja’ dengan batu,
diizinkan buang air besar dengan mengelap atau membelakangi kiblat, memakai
pakaian sutra bagi laki-laki karena sakit, jual barang dengan salam, adanya
khiyar di dalam jual beli dan sebagainya.
Menurut Syek
Izzudin bin Abdus Salam, macam-macam keringanan ada 6 (enam):
1.
Kerinagan
dengan pengguguran kewajiban, seperti gugurnya kewajiban jum’at karena ada
halangan.
2.
Keringanan
dengan pengurangan beban, seperti meng-qoshor sholat empat rakaat menjadi dua
rakaat.
3.
Keringanan
dengan penukaran, seperti ditukarnya wudlu atau mandi dengan tayamum.
4.
Keringanan
dengan mendahulukan, seperti jama’ taqdim dalam sholat dan menyegerakan zakat
sebelum waktunya.
5.
Keringanan
dengan pengakhiran, seperti: jama’ ta’khir dalam shalat dan penundaan puasa
ramadhan karena sakit atau bepergian.
6.
Keringanan
dengan kemurahan, seperti minum-minuman keras atau makan makanan najis karena
untuk obat.
Al-‘Alaai menambah macam keringanan
yang ke 7, yaitu:
7.
Keringanan
dengan perubahan, seperti perubahan cara sembah yang dalam keadaan yang
menakutkan (tengah peperangan).
Macam-macam hokum rukhshah:
1.
Rukhshah
yang wajib di kerjakan.
Contoh: Memakan bangkai (hewan yang
tidak disembelih menurut syara’) bagi orang yang sedang terpaksa, sebab bila
tidak, akan membahayakan keselamatan jiwanya.
2.
Ruskhshah
yang sunah dikerjakan.
Contoh: meng-qhashar sholat dalam
bepergian, tidak berpuasa lantaran di dalam bepergian melihat wanita yang akan
dinikahi.
3.
Rukhshah
yang boleh dikerjakan atau ditinggalkan.
Contoh: Transaksi jual beli dengan
system salam (membayar dulu, barang baru dikirim kemudian sesuai perjanjian).
4.
Rukhshah
yang lebih baik ditinggalkan.
Contoh: Menjama’ shalat, berlaku
bagi yang tidak mengalami kesulitan. Tayamum bagi orang yang mendapatkan air
karena membeli dengan harga mahal sekalipun mampu membelinya.
5.
Rukhshah
yang makruh dikerjakan.
Contoh: Meng-qhasar sholat dalam
jarak tempuh kurang dari tiga marhalah (84 km).
Seperti dengan kaidah di atas ialah
perkataan Imam Syafi’i:
اذاضا
ق الامراتسع
“Apabila
sesuatu itu sempit, maka hukumnya menjadi luas”.
Imam Syafi’I
pernah ditanya dengan tiga pertanyaan:
1.
Tentang
status hokum wanita yang tidak mempunyai wali ketika bepergian di antara
seorang laki-laki bukan muhrimnya.
2.
Sebuah
bejana air terbuat dari tanah liat bercampur kotoran bolehkah dipakai berwudhu.
3.
Seekor
lalat yang baru saja hinggap dikotoran, kemudian hinggap di pakaian, beliau
menjawab bila kakinya kering tidak masalah, tetapi apabila basah bagaimana?
Dalam ketiga soal ini beliau
menjawab dengan kaida di atas. Kebalikan dari kaidah di atas ialah:
اذاتسع
الامرضاق
"apabila sesuatu itu luas (pelaksaanya mudah), maka hukumnya menjadi
sulit”.
Contoh: orang dalam keadaan biasa
(longgar/lapang), sholatnya harus dalam waktu dan dengan menetapi semua syarat
dan rukunnya
Ibnu Abi Hurairah
berkata: “saya melakukan segala sesuatu kepada dasar:
اذاضا
قت اتسعت واذ ااتّسعت ضا قت
"Bahwa segala sesuatu apabila sempit (sulit dikerjakan) maka hokum
pelaksanannya menjadi longgar, dan apabila longgar, maka hokum pelaksanaannya
menjadi sempit”.
Kekurangan
kesempurnaan dalam mengerjakan sholat karena adanya sesuatu yang memaksa bias
dimaklumi, sebagaimana halnya berlebih-lebihan dalam sholat selagi tidak
diperlukan tidak bisa dibenarkan.
Imam Ghazali
mengumpulkan dua kaidah ini dalam ihya’ dengan kata-katanya:
كل ما تجا وزحدّه
انعكس الى ضده
"Semua yang
melampui batas, maka (hukumnya) berbalik pada kebalikannya”.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam pembahasan di atas, dapat kita temui bahwa dasar kaidah ini
adalah Firman Allah dalam surah Al-Baqarah 185:
يريد
الله بكم اليسر ولايريد بكم العسر
“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan Allah
tidak menghendaki kesukaran bagimu”
وماجعل
لكم فى الدّين من حرج
“Dan Dia tidak menjadikan untuk kamu suatu
kesulitan dalam agama” (Al-Hajj 78).
الدّين
يسر احب الدّ ين الى الله الحنيفية السّمحة (اخرجه ابخارى عن ابى هر يرة)
“Agama itu adalah mudah, agama yang disenangi
Allah adalah agama yang benar dan mudah”
يسّرواولاتعسّروا
(اخرجه البخارى
عن انى)
"Mudahkanlah dan
jangan mempersukar”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar