Kotak Saran

tombol masukan dan saran

Selasa, 17 Februari 2015

QAWAIDHUL FIQIYAH



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-sehari dan dalam bermasyarakat, tentunya banyak terdapat masalah-masalah yang memerlukan suatu penyelesaian, maka dari itu para Ulama membuat suatu kaidah-kaidah demi menyelesaikan masalah tersebut. Dimana salah satu kaidah asasiyah yaitu المشقة تجلبا لتيسير
Kaidah ini membahas tentang kesukaran itu menarik kemudahan, karena islam itu adalah agama yang mudah, maka dalam prakteknya islam pun tidak mempersulit. Seperti contoh ketika seseorang tidak bisa sholat dengan berdiri maka ia diperbolehkan dengan duduk atau berbaring.
B.  Rumusan Masalah
Masalah yang akan penulis angkat dalam makalah ini adalah hal-hal yang berkiatan dengan kaidah المشقة تجلبا لتيسير






BAB II
PEMBAHASAN
المشقة تجلبا لتيسير (Kesukaran itu menarik adanya kemudahan)
Dasar kaidah ini adalah Firman Allah  dalam surah Al-Baqarah 185:
يريد الله بكم اليسر ولايريد بكم العسر
“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan Allah tidak menghendaki kesukaran bagimu”
وماجعل لكم فى الدّين من حرج
“Dan Dia tidak menjadikan untuk kamu suatu kesulitan dalam agama” (Al-Hajj 78).
الدّين يسر احب الدّ ين الى الله الحنيفية السّمحة (اخرجه ابخارى عن ابى هر يرة)
“Agama itu adalah mudah, agama yang disenangi Allah adalah agama yang benar dan mudah”
يسّرواولاتعسّروا (اخرجه البخارى عن انى)
"Mudahkanlah dan jangan mempersukar”
            Adapun sebab-sebab keringanan di dalam ibadah dan lain-lain adalah:
1.      Bepergian, dalam bepergian boleh meng-qoshor dan mennjama’ sholat, boleh tidak puasa.
2.      Sakit, dalam keadaan sakit orang boleh sholat dengan duduk atau berbaring, tayamum sebagai ganti berwudhu, tidak berpuasa dan sebagainya.
3.      Terpaksa, dalam hal terpaksa orang boleh memakan makanan yang haram, bahkan boleh mengucapkan kata-kata kekafiran atau perbuatan yang mengkafirkan.
Sesuai dengan ayat:
من كفر بالله من بعد ايما نه الاّمن اكره وقلبه مطمئن با لايمان
"Barangsiapa yang kafir terhadap Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan” (An-Nahl: 106).

4.      Lupa, orang bebas dari dosa karena lupa, seperti makan pada puasa ramadhan, atau salam sebelum selesai sholat, kemudian dia berbicara secara sengaja karena ia menyangka bahwa sholatnya sudah selesai, maka dia tidak batal sholatnya.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi:
وضع عن امّتى الخطآوالنّسيا ن وما ا ستكر هواعليه (اخرجه البيهقى عن ابى عمر)
“Diangkat dari umatku (dosa) karena salah, lupa dan karena terpaksa”

5.      Bodoh, seperti berbicara di dalam/ditengah sholat karena tidak mengerti, maka sholatnya tidak batal.
6.      Kekurangan, kekurangan adalah salah satu macam dari kesulitan, karena setiap mesti senang pada kesempurnaan.
Kekurangan menyebabkan keringanan, seperti anak-anak dan wanita diberi banyak kebebasan dari kewajiban yang ada pada kaum laki-laki dewasa, misalnya: sholat jum’at, membayar jizyah, berperang dan sebagainya.
7.      Kesulitan dan ‘umumul balwa, seperti sholat dengan najis yang sukar dihindari.
Misalnya darah dari kudis atau kotoran dari debu jalan. Demikian jg disyari’atkan istinja’ dengan batu, diizinkan buang air besar dengan mengelap atau membelakangi kiblat, memakai pakaian sutra bagi laki-laki karena sakit, jual barang dengan salam, adanya khiyar di dalam jual beli dan sebagainya.
            Menurut Syek Izzudin bin Abdus Salam, macam-macam keringanan ada 6 (enam):
1.      Kerinagan dengan pengguguran kewajiban, seperti gugurnya kewajiban jum’at karena ada halangan.
2.      Keringanan dengan pengurangan beban, seperti meng-qoshor sholat empat rakaat menjadi dua rakaat.
3.      Keringanan dengan penukaran, seperti ditukarnya wudlu atau mandi dengan tayamum.
4.      Keringanan dengan mendahulukan, seperti jama’ taqdim dalam sholat dan menyegerakan zakat sebelum waktunya.
5.      Keringanan dengan pengakhiran, seperti: jama’ ta’khir dalam shalat dan penundaan puasa ramadhan karena sakit atau bepergian.
6.      Keringanan dengan kemurahan, seperti minum-minuman keras atau makan makanan najis karena untuk obat.
Al-‘Alaai menambah macam keringanan yang ke 7, yaitu:
7.      Keringanan dengan perubahan, seperti perubahan cara sembah yang dalam keadaan yang menakutkan (tengah peperangan).
Macam-macam hokum rukhshah:
1.      Rukhshah yang wajib di kerjakan.
Contoh: Memakan bangkai (hewan yang tidak disembelih menurut syara’) bagi orang yang sedang terpaksa, sebab bila tidak, akan membahayakan keselamatan jiwanya.
2.      Ruskhshah yang sunah dikerjakan.
Contoh: meng-qhashar sholat dalam bepergian, tidak berpuasa lantaran di dalam bepergian melihat wanita yang akan dinikahi.
3.      Rukhshah yang boleh dikerjakan atau ditinggalkan.
Contoh: Transaksi jual beli dengan system salam (membayar dulu, barang baru dikirim kemudian sesuai perjanjian).
4.      Rukhshah yang lebih baik ditinggalkan.
Contoh: Menjama’ shalat, berlaku bagi yang tidak mengalami kesulitan. Tayamum bagi orang yang mendapatkan air karena membeli dengan harga mahal sekalipun mampu membelinya.
5.      Rukhshah yang makruh dikerjakan.
Contoh: Meng-qhasar sholat dalam jarak tempuh kurang dari tiga marhalah (84 km).
Seperti dengan kaidah di atas ialah perkataan Imam Syafi’i:
اذاضا ق الامراتسع
“Apabila sesuatu itu sempit, maka hukumnya menjadi luas”.
            Imam Syafi’I pernah ditanya dengan tiga pertanyaan:
1.      Tentang status hokum wanita yang tidak mempunyai wali ketika bepergian di antara seorang laki-laki bukan muhrimnya.
2.      Sebuah bejana air terbuat dari tanah liat bercampur kotoran bolehkah dipakai berwudhu.
3.      Seekor lalat yang baru saja hinggap dikotoran, kemudian hinggap di pakaian, beliau menjawab bila kakinya kering tidak masalah, tetapi apabila basah bagaimana?
Dalam ketiga soal ini beliau menjawab dengan kaida di atas. Kebalikan dari kaidah di atas ialah:
اذاتسع الامرضاق
"apabila sesuatu itu luas (pelaksaanya mudah), maka hukumnya menjadi sulit”.
Contoh: orang dalam keadaan biasa (longgar/lapang), sholatnya harus dalam waktu dan dengan menetapi semua syarat dan rukunnya
            Ibnu Abi Hurairah berkata: “saya melakukan segala sesuatu kepada dasar:
اذاضا قت اتسعت واذ ااتّسعت ضا قت
"Bahwa segala sesuatu apabila sempit (sulit dikerjakan) maka hokum pelaksanannya menjadi longgar, dan apabila longgar, maka hokum pelaksanaannya menjadi sempit”.
            Kekurangan kesempurnaan dalam mengerjakan sholat karena adanya sesuatu yang memaksa bias dimaklumi, sebagaimana halnya berlebih-lebihan dalam sholat selagi tidak diperlukan tidak bisa dibenarkan.
            Imam Ghazali mengumpulkan dua kaidah ini dalam ihya’ dengan kata-katanya:
كل ما تجا وزحدّه انعكس الى ضده
"Semua yang melampui batas, maka (hukumnya) berbalik pada kebalikannya”.

BAB III
KESIMPULAN

Dalam pembahasan di atas, dapat kita temui bahwa dasar kaidah ini adalah Firman Allah  dalam surah Al-Baqarah 185:
يريد الله بكم اليسر ولايريد بكم العسر
“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan Allah tidak menghendaki kesukaran bagimu”
وماجعل لكم فى الدّين من حرج
“Dan Dia tidak menjadikan untuk kamu suatu kesulitan dalam agama” (Al-Hajj 78).
الدّين يسر احب الدّ ين الى الله الحنيفية السّمحة (اخرجه ابخارى عن ابى هر يرة)
“Agama itu adalah mudah, agama yang disenangi Allah adalah agama yang benar dan mudah”
يسّرواولاتعسّروا (اخرجه البخارى عن انى)
"Mudahkanlah dan jangan mempersukar”

Tidak ada komentar: