Kotak Saran

tombol masukan dan saran

Selasa, 17 Februari 2015

makalah ilmu hukum


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum merupakan suatu tata tertib yang secara langsung maupun tidak langsung ada disekitar kita dan harus dipatuhi keberadaannya. Negara Indonesia yang notabennya sebagai Negara hukum harus mampu menjunjung tinggi masyarakatnya agar sadar akan hukum yang berlaku dilingkungan masyarakat., wilayah maupun Negara.
Tidak setiap masyarakat mengetahui tentang hukum dan bagaimana sejarah, polotik, filsafat, dan psikilogi hukum di negara ini. Untuk itu kami akan mencoba menjabarkan tentang sejarah, politik, filsafat, dan psikologi hukum di Indonesia agar kiranya dapat menjadi individu-individu yang patuh dan taat kepada hukum. Pengelompokkan hukum di Indonesia yang begitu padat dan tak jarang bagi kita merasa malas dalam mempelajari dan membaca, kini melalui makalah yang sederhana ini kami harapkan dapat menghilangkan kemalasan itu dan dapat bermanfaat bagi kita semua….Amiiin.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah hukum di Indonesia ?
2. Bagaimana Politik hukum di Indonesia ?
3. Apa filsafat Hukum itu ?
4. Bagaimana Psikologi hukum itu ?








BAB I
PEMBAHASAN
A.  Sejarah Hukum

1.    Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
a.    Periode VOC
Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk:
1) Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di negeri Belanda;
2) Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan
3) Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa.

b.    Periode liberal Belanda
Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas.
Otokratisme administrasi kolonial masih tetap berlangsung pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis sebelumnya. Namun, pembaruan hukum yang dilandasi oleh politik liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan kesejahteraan pribumi, karena eksploitasi masih terus terjadi, hanya subyek eksploitasinya saja yang berganti, dari eksploitasi oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.

c.    Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah:
1) Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum;
2) Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi;
3) Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi;
4) Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas;
5) Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum. Hingga runtuhnya kekuasaan colonial.

  Pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan:
1) Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga peradilan;
2) Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.

Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Beberapa perubahan perundang-undangan yang terjadi:
1) Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara, diberlakukan juga untuk orang-orang Cina;
2) Beberapa peraturan militer disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang peradilan,

Dan pembaharuan yang dilakukan adalah:
1) Penghapusan dualisme/pluralisme tata peradilan;
2) Unifikasi kejaksaan;
3) Penghapusan pembedaan polisi kota dan pedesaan/lapangan;
4) Pembentukan lembaga pendidikan hukum;
5) Pengisian secara massif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan hukum dengan orang-orang pribumi.

2. Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
a. Periode Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi:
1) Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan;
2) Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.
b. Periode Demokrasi Liberal
UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.

3. Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
a. Periode Demokrasi Terpimpin
Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah:
1) Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif;
2) Mengganti lambang hukum ?dewi keadilan? menjadi ?pohon beringin? yang berarti pengayoman;
 3) Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965;
4) Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
b. Periode Orde Baru
Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru ?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
4. Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah:
1) Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan;
2) Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan
3) Pembaruan sistem ekonomi.

Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.
Hukum di Indonesia itu sendiri di bagi menjadi beberapa hokum yaitu hukum perdata, hukum publik, hukum pidana, hukum acara, hukum tata negara, hukum internasional. Dan berikut merupakan beberapa pengertian dari macam-macam hokum di atas :
1.    Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara individu-individu dalam masyarakat dengan saluran tertentu. Hukum perdata disebut juga hukum privat atau hukum sipil. Dan salah satu contoh dari hokum perdata adalah masalah keluarga. Macam-macam dari hukum perdata adalah hukum benda , hukum keluarga , hukum waris dan hokum lainnya.
2.    Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum dengan pemerintah.atau Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan masyarakat
3.    Hukum pidana adalah Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana
4.    Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara agar hukum (materil) itu terwujud atau dapat diterapkan/dilaksanakan kepada subyek yang memenuhi perbuatannya .
5.  Hukum internasional adalah Hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antar negara satu dengan negara lain secara internasional, yang mengandung dua pengertian dalam arti sempit dan luas.



B.  Politik Hukum
Dibawah ini ada beberapa definisi yang akan disampaikan oleh beberapa ahli :
1.    Satjipto Rahardjo
Politik Hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan dan cara – cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum dalam masyarakat.
2.    Padmo Wahjono disetir oleh Kotam Y. Stefanus
Politik Hukum adalah kebijaksanaan penyelenggara Negara tentang apa yang dijadikan criteria untuk menghukumkan sesuatu (menjadikan sesuatu sebagai Hukum). Kebijaksanaan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum dan penerapannya.
3.    L. J. Van Apeldorn
Politik hukum sebagai politik perundang-undangan. Politik Hukum berarti menetapkan tujuan dan  isi peraturan perundang-undangan, ( pengertian politik hukum terbatas hanya pada hukum tertulis saja.
4.    Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
Politik Hukum sebagai kegiatan-kegiatan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai-nilai.
5.    Moh. Mahfud MD.
Politik Hukum ( dikaitkan di Indonesia ) adalah sebagai berikut :
a) Bahwa definisi atau pengertian hukum juga bervariasi namun dengan meyakini adanya persamaan substansif antara berbagai pengertian yang ada atau tidak sesuai dengan kebutuhan penciptaan hukum yang diperlukan.
b)  Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada, termasuk penegasan Bellefroid dalam bukunya Inleinding Tot de Fechts Weten Schap in Nederland.
Mengutarakan posisi politik hukum dalam pohon ilmu hukum sebagai ilmu. Politik hukum merupakan salah satu  cabang atau bagian dari ilmu hukum, menurutnya ilmu hukum terbagi atas : Dogmatika Hukum, Sejarah Hukum, Perbandingan Hukum, Politik Hukum, Ilmu Hukum Umum.
Sedangkan keseluruhan hal diatas diterjemahkan oleh Soeharjo sebagai berikut :

1.    Dogmatika Hukum
Memberikan penjelasan mengenai isi  (in houd) hukum , makna ketentuan-ketentuan hukum, dan menyusunnya sesuai dengan asas-asas dalam suatu sistem hukum.
2.    Sejarah Hukum
Mempelajari susunan hukum yang lama yang mempunyai pengaruh dan peranan terhadap pembentukan hukum sekarang. Sejarah Hukum mempunyai arti penting apabila kita ingin memperoleh pemahaman yang baik tentang hukum yang berlaku sekarang .
3.    Ilmu Perbandingan Hukum
Mengadakan perbandingan hukum yang berlaku diberbagai negara , meneliti kesamaan, dan perbedaanya.
4.    Politik Hukum
Politik Hukum bertugas untuk meneliti perubahan – perubahan mana yang perlu diadakan terhadap hukum yang ada agar memenuhi kebutuhan – kebutuhan baru didalam kehidupan masyarakat.
5.    Ilmu Hukum Umum
Tidak mempelajari suatu tertib hukum tertentu, tetapi melihat hukum itu sebagai suatu hal sendiri, lepas dari kekhususan yang berkaitan dengan waktu dan tempat. Ilmu Hukum umum berusaha untuk menentukan dasar- dasar pengertian  perihal hukum, kewajiban hukum, person atau orang yang mampu bertindak dalam hukum, objek hukum dan hubungan hukum. Tanpa pengertian dasar ini tidak mungkin ada hukum dan ilmu hukum.
Berdasarkan atas posisi ilmu politik hukum dalam dunia ilmu pengetahuan seperti yang telah diuraikan, maka objek ilmu politik hukum adalah “ HUKUM “. Hukum yang berlaku sekarang, yang berlaku diwaktu yang lalu, maupun yang seharusnya berlaku diwaktu yang akan datang. Yang dipakai untuk mendekati / mempelajari objek politik hukum adalah praktis ilmiah bukan teoritis ilmiah.
1.    Ruang Gerak Politik Hukum Suatu Negara
Adanya Politik Hukum menunjukkan eksistensi hukum negara tertentu , bergitu pula sebaliknya, eksistensi hukum menunjukkan eksistensi Politik Hukum dari negara tertentu.

2.    Poltik Hukum  Kekuasaan Dan Warga Masyarakat
Politik Hukum mengejawantahkan dalam nuansa kehidupan bersama para warga masyarakat . Di lain pihak Politik Hukum juga erat bahkan hampir menyatu dengan penggunaan kekuasaaan didalam kenyataan. Untuk mengatur negara, bangsa  dan rakyat. Politik Hukum terwujud dalm seluruh jenis peraturan perundang-undangan negara.
3.    Lembaga-lembaga Yang Berwenang
Montesquieu mengutarakan TRIAS POLITICA tentang kekuasaan negara yang terdiri atas 3  ( tiga ) pusat kekuasaan dalam lembaga negara, antara lain : eksekutif, legislatif, yudikatif.
Yang berfungsi sebagai centra-centra kekuasaaan negara yang masing-masing harus dipisahkan. Dalam kaitanya dengan Poliik Hukum yang tidak lain tidak bukan adalah penyusunan tertib hukum negara. Maka ketiga lembaga tersebut yang
4.    Kerangka Landasan Politik Hukum Di Indonesia
Negara RI lahir dan berdiri tanggal 17 Agustus 1945, proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan oleh Ir. Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 tersebut merupakan detik penjebolan tertib hukum kolonial dan sekaligus detik pembangunan tertib hukum nasional ( Tatanan Hukum Nasional ).
5.    Munculnya Politik Hukum Di Indonesia
Muncul pada tanggal 17 Agustus 1945, yaitu saat dikumandangkannya Proklamasi, bukan tanggal 18 Agustus 1945 saat mulai berlakunya konstitusi / hukum dasar negara RI.
6.    Sifat Politik Hukum
Menurut Bagi Manan , seperti yang dikutip oleh Kotan Y. Stefanus dalam bukunya yang berjudul “ Perkembangan Kekuasaan Pemerintahan Negara ” bahwa Politik Hukum terdiri dari
1.    Politik Hukum yang bersifat tetap ( permanen )
Berkaitan dengan sikap hukum yang akan selalu menjadi dasar kebijaksanaan pembentukan dan penegakkan hukum.
2.    Politik Hukum  yang bersifat temporer.
Dimaksudkan sebagai kebijaksanaan  yang ditetapkan dari waktu ke waktu sesuai dengan kebutuhan .
C.  Filsafat Hukum
Manusia memiliki sifat ingin tahu terhadap segala sesuatu, sesuatu yang diketahui manusia tersebut disebut pengetahuan. Pengetahuan dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu :
  1. pengetahuan indera,
  2. pengetahuan ilmiah,
  3. pengetahuan filsafat,
  4. pengetahuan agama.
Istilah “pengetahuan” (knowledge) tidak sama dengan “ilmu pengetahuan” (science). Pengetahuan seorang manusia dapat berasal dari pengalamannya atau dapat juga berasal dari orang lain sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang memiliki obyek, metode, dan sistematika tertentu serta ilmu juga bersifat universal.
Adanya perkembangan ilmu yang banyak dan maju tidak berarti semua pertanyaan dapat dijawab oleh sebab itu pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab tersebut menjadi porsi pekerjaan filsafat. Harry Hamersma (1990:13) menyatakan filsafat itu datang sebelum dan sesudah ilmu mengenai pertanyaan-pertanyaan tersebut Harry Hamersma (1990:9) menyatakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh ilmu (yang khusus) itu mungkin juga tidak akan pernah terjawab oleh filsafat. Pernyataan itu mendapat dukungan dari Magnis-Suseno (1992:20) menegaskan jawaban –jawaban filsafat itu memang tidak pernah abadi. Kerena itu filsafat tidak pernah sampai pada akhir sebuah masalah hal ini disebabkan masalah-masalah filsafat adalah masalah manusia sebagai manusia, dan karena manusia di satu pihak tetap manusia, tetapi di lain pihak berkembang dan berubah, masalah-masalah baru filsafat adalah masalah –masalah lama manusia (Magnis-Suseno,1992: 20).
1.    Pembidangan Filsafat Dan Letak Filsafat Hukum
Terdapat kecenderungan bahwa bidang-bidang filsafat itu semakin bertambah, sekalipun bidang-bidang telaah yang dimaksud belum memiliki kerangka analisis yang lengkap, sehingga belum dalam disebut sebagai cabang. Dalam demikian bidang-bidang demikian lebih tepat disebut sebagai masalah-masalah filsafat. Dari pembagian cabang filsafat dapat dilihat dari pembagian yang dilakukan oleh Kattsoff yang membagi menjadi 13 cabang filsafat.
Seperti kita ketahui bahwa hukum berkaitan erat dengan norma-norma untuk mengatur perilaku manusia.Maka dapat disimpulkan bahwa filsafat hukum adalah sub dari cabang filsafat manusia, yang disebut etika atau filsafat tingkah laku.

2.    Pengertian Filsafat Hukum
Karena filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Maka obyek filsafat hukum adalah hukum. Definisi tentang hukum itu sendiri itu amat luas oleh Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto (1986:2-4) keluasan arti hukum tersebut disebutkan dengan meyebutkan sembilan arti hukum.Dengan demikian jika kita ingin mendefinisikan hukum secara memuaskan, kita harus dapat merumuskan suatu kalimat yang meliputi paling tidak sembilan arti hukum itu.Hukum itu juga dipandang sebagai norma yang mengandung nilai-nilai tertentu.Jika kita batasi hukum dalam pengertian sebagai norma. Norma adalah pedoman manusia dalam bertingkah laku. Norma hukum diperlukan untuk melengkapi norma lain yang sudah ada sebab perlindungan yang diberikan norma hukum dikatakan lebih memuaskan dibandingkan dengan norma-norma yang lain karena pelaksanaan norma hukum tersebut dapat dipaksakan.
3.    Manfaat Mempelajari Filsafat Hukum
Dari tiga sifat yang membedakannya dengan ilmu-ilmu lain manfaat filsafat hukum dapat dilihat. Filsafat memiliki karakteristik menyeluruh/Holistik dengan cara itu setiap orang dianggap untuk menghargai pemikiran, pendapat, dan pendirian orang lain. Disamping itu juga memacu untuk berpikir kritis dan radikal atas sikap atau pendapat orang lain. Sehingga siketahui bahwa manfaat mempelajari filsafat hukum adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah, dan menuntun pada jalan baru.
4.    Pengertian Filsafat, Perbedaan Filsafat Dengan Ilmu Dan Sistematika Filsafat
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat merupakan cabang filsafat yaitu filsafat tingkah laku atau etika yang mempelajari hakikatn objek hukum. Dengan kata lain bahwa filsafat itu merupakan ilmu yang mempelajari sejara filosofis, yang mana objek dari filsafat hukum adalah hukum dan objek yang akan dikaji secara mendalam sampai ke akar-akarny. Dalam ilmu filsafat sangat erat kaitannya dengan ilmu hukum yakni ilmu melihat gejala-gejala hukum sebagaimana yang dapat kita amati dari perbuatan-perbuatan dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan masyarakat. Dengan begitu pertimbangan nilai di balik gejala-gejala hukum tersebut tidak luput dari ilmu hukum. Norma (kaidah) hukum tidak termasuk dunia nyata (sein) tetapi pada dunia lain (solen dan mogeni) sehingga norma hukum bukan dunia penyelidikan ilmu hukum. Seperti kita ketahuin objek dari filsafat hukum adalah hukum maka masalah yang perlu kita bahas baik dari ilmu filsafat maupun hukum adalah hubungan hukum dan kekuasaan, hukum dengan hukum kodrat, dan hukum dengan hukum positif.
5.    Perbedaan Filsafat Dengan Ilmu
Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur, dan dibuktikan. Berbeda dengan iman, yaitu pengetahuan didasarkan atas keyakinan kepada yang gaib dan penghayatan serta pengalaman pribadi. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri, sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek [atau alam obyek] yang sama dan saling berkaitan secara logis. Karena itu, koherensi sistematik adalah hakikat ilmu. Prinsip-prinsip obyek dan hubungan-hubungannya yang tercermin dalam kaitan-kaiatan logis yang dapat dilihat dengan jelas. Bahwa prinsip-prinsip logis yang dapat dilihat dengan jelas. Bahwa prinsip-prinsip metafisis obyek menyingkapkan dirinya sendiri kepada kita dalam prosedur ilmu secara lamban, didasarkan pada sifat khusus intelek kita yang tidak dapat dicarikan oleh visi ruhani terhadap realitas tetapi oleh berpikir
Persamaannya,
1.    Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki obyek selengkap-lengkapnya sampai ke-akar-akarnya
2.    Memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-akibatnya
3.    Hendak memberikan sistesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan
4.    Mempunyai metode dan sistem
5.    Hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat manusia [obyektivitas].
Perbedaannya :
1.    Obyek materil (lapangan) filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuau yang ada (realita) sedangkan obyek material ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris.
2.    Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error.
3.    Filsafat lebih kepada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu
4.    Filsafat memberikan penjelasan yang terakhri, yang mutlak, dan mendalam sampai mendasar [primary cause] sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder [secondary cause]
6.    Sistematika Filsafat
Telah kita ketahui bahwa filsafat adalah sebagai induk yang mencakup semua ilmu khusus. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya ilmu-ilmu khusus itu satu demi satu memisahkan diri dari induknya, filsafat. Mula-mula matematika dan fisika melepaskan diri, kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu lain. Adapun psikologi baru pada akhir-akhir ini melepaskan diri dari filsafat, bahkan di beberapa insitut, psikologi masih terpaut dengan filsafat. Setelah filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu khusus, ternyata ia tidak mati, tetapi hidup dengan corak baru sebagai ‘ilmu istimewa’ yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus.

D.  Psikologi Hukum
Pengenalan psikologi pertama kali sebagai ilmu pengetahuan yang otonom dan berdiri sendiri terjadi pada akhir abad ke- 19, yang pada waktu itu masih menjadi cabang ilmu pengetahuan filsafat dan psikologi juga sering menjadi sudut kajian sosiologi. Dalam perjalanan sejarah  yang singkat psikologi telah didefenisikan dalam berbagai cara, para ahli psikologi terdahulu mendefenisikan psikologi sebagai “studi kegiatan mental”.
Kata psikologi sering disebut ilmu jiwa, berasal dari bahasa Yunani psyche artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dengan demikan psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kejiwaan atau ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia, atau sebab tingkah laku manusia  yang dilatarbelakangi oleh kondisi jiwa seseorang atau secara singkat dapat diartikan sebagai studi mengenai proses perilaku dan proses mental.
Menurut Rita Atkinson (1983: 19) Pendefenisian psikologi juga dilatarbelakangi oleh perkembangan sejarah dalam aliran psikologi, hal ini dapat dilihat melalui perubahan defenisi mengenai psikologi seperti berikut ini:
Wilhelm Wunt (1892), psikologi bertugas menyelidiki apa yang kita sebut  pengalaman dalam sensasi dan perasaan kita sendiri, pikiran serta kehendak kita yang bertolak belakang dengan setiap obyek pengalaman luar yang melahirkan pokok permasalahan ilmu alam.
William James (1980), psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental, termasuk fenomena dan kondisi-kondisinya. Fenomena adalah apa yang kita sebut sebagai perasaan, keinginan, kognisi, berpikir logis, keputusan-keputusan dan sebagainya.
James Angell (1910), psikologi adalah semua kesadaran di mana saja, normal atau abnormal, manusia atau binatang yang dicoba untuk dijelaskan pokok permasalahannya.
John B Watson (1919), psikologi merupakan bagian dari ilmu alam yang menekankan perilaku manusia, perbuatan dan ucapannya baik yang dipelajari maupun yang tidak sebagai pokok masalah.
Kurt Koffka (1925), psikologi adalah studi ilmiah mengenai perilaku makhluk hidup dalam hubungan mereka  dengan dunia luar.
Arthur Gates (1931), psikologi adalah salah satu bidang yang mencoba menunjukan, menerangkan, dan menggolongkan berbagai macam kegiatan yang sanggup dilakukan oleh binatang, manusia, atau lainnya.
Norman Munn (1951), psikologi sebagai “ilmu mengenai perilaku” tetapi hal yang menarik, pengertian perilaku yang telah mengalami perkembangan, sehingga sekarang ikut menangani hal yang pada masa lampau disebut pengalaman.
Kennet Clark dan George Milter (1970), psikologi adalah studi ilmiah mengenai perilaku, lingkupnya mencakup berbagai proses perilaku yang dapat diamati, seperti gerak tangan, cara berbicara, dan perubahan kejiwaan dan proses yang hanya dapat diartikan sebagai pikiran dan mimpi.
Richard Mayer (1981), psikologi merupakan analisis ilmiah mengenai proses mental  dan struktur daya ingat untuk memahami perilaku manusia.
Berdasarkan defenisi di atas, mempelajari psikologi berarti mengenal manusia dalam arti memahami, menguraikan dan memaparkan manusia sebagai individu dan sosial serta berbagai macam tingkah laku dan kepribadian manusia, juga seluruh aspek-aspeknya. Psyche (jiwa) adalah kekuatan hidup atau sebabnya hidup (anima).
Dari pengertian-pengertian psikologi yang telah disebutkan di atas, penulis berpendapat antara psikologi dan hukum dari sudut kajiannya  adalah  keduanya mengkaji gejala-gejala sosial, hal ini jika menilik kembali pengertian hukum secara empirik. Keduanya memfokuskan diri pada perilaku manusia, yang berusaha menyelesaikan masalah serta memperbaiki kondisi manusia. Craig Haney menyatakan  “bahwa psikologi bersifat deskriptif dan hukum bersifat perskriptif” (Haney: 1981 dalam Kapardis: 1999). Artinya psikologi menjelaskan tentang bagaimana orang berperilaku secara aktual, hukum menjelaskan bagaimana orang seharusnya berperilaku, tujuan utama ilmu psikologi adalah memberikan penjelasan yang lengkap dan akurat mengenai perilaku manusia, tujuan utama hukum adalah mengatur perilaku manusia. Dalam arti yang agak lebih idealistis, ilmu psikologi  menurut Constanzo (2006: 12) “terutama tertarik untuk menemukan kebenaran sedangkan sistem hukum terutama tertarik untuk memberikan keadilan”.
Berdasarkan keterkaitan kedua terminologi tersebut maka psikologi hukum dapat diartikan sebagai studi psikologi yang mempelajari ketidakmampuan  individu untuk melakukan penyesuaian terhadap norma hukum yang berlaku atau tidak berhasilnya mengatasi tekanan-tekanan yang dideritamya. Dalam kondisi yang demikianlah maka diperlukan studi psikologi terhadap hukum yang disebut psikologi hukum. Menurut  Soerjono Soekanto (1983:2) “psikologi hukum adalah studi hukum yang akan berusaha menyoroti hukum sebagai suatu perwujudan dari gejala-gejala kejiwaan tertentu, dan juga landasan  kejiwaan dari perilaku atau sikap tindak tersebut”.

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.    Sejarah Hukum
a.    Periode Kolonialisme
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
b.    Periode liberal Belanda
Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas.
c.    Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah:
1) Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum;
2) Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi;
3) Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi;
4) Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas;
5) Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum. Hingga runtuhnya kekuasaan colonial.

2.    Pilitik Hukum
1.    Satjipto Rahardjo
Politik Hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan dan cara – cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum dalam masyarakat.

2.    Padmo Wahjono disetir oleh Kotam Y. Stefanus
Politik Hukum adalah kebijaksanaan penyelenggara Negara tentang apa yang dijadikan criteria untuk menghukumkan sesuatu (menjadikan sesuatu sebagai Hukum). Kebijaksanaan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum dan penerapannya.

3.    L. J. Van Apeldorn
Politik hukum sebagai politik perundang-undangan. Politik Hukum berarti menetapkan tujuan dan  isi peraturan perundang-undangan, ( pengertian politik hukum terbatas hanya pada hukum tertulis saja.

4.    Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
Politik Hukum sebagai kegiatan-kegiatan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai-nilai.

5.    Moh. Mahfud MD.
Politik Hukum ( dikaitkan di Indonesia ) adalah sebagai berikut :
a) Bahwa definisi atau pengertian hukum juga bervariasi namun dengan meyakini adanya persamaan substansif antara berbagai pengertian yang ada atau tidak sesuai dengan kebutuhan penciptaan hukum yang diperlukan.
b)  Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada, termasuk penegasan Bellefroid dalam bukunya Inleinding Tot de Fechts Weten Schap in Nederland.
3.    Filsafat  Hukum
Manusia memiliki sifat ingin tahu terhadap segala sesuatu, sesuatu yang diketahui manusia tersebut disebut pengetahuan. Pengetahuan dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu :
a)    pengetahuan indera,
b)   pengetahuan ilmiah,
c)    pengetahuan filsafat,
d)   pengetahuan agama.

Istilah “pengetahuan” (knowledge) tidak sama dengan “ilmu pengetahuan” (cience). Pengetahuan seorang manusia dapat berasal dari pengalamannya atau dapat juga berasal dari orang lain sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang memiliki obyek, metode, dan sistematika tertentu serta ilmu juga bersifat universal.


Adanya perkembangan ilmu yang banyak dan maju tidak berarti semua pertanyaan dapat dijawab oleh sebab itu pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab tersebut menjadi porsi pekerjaan filsafat. Harry Hamersma (1990:13) menyatakan filsafat itu datang sebelum dan sesudah ilmu mengenai pertanyaan-pertanyaan tersebut Harry Hamersma (1990:9) menyatakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh ilmu (yang khusus) itu mungkin juga tidak akan pernah terjawab oleh filsafat. Pernyataan itu mendapat dukungan dari Magnis-Suseno (1992:20) menegaskan jawaban –jawaban filsafat itu memang tidak pernah abadi. Kerena itu filsafat tidak pernah sampai pada akhir sebuah masalah hal ini disebabkan masalah-masalah filsafat adalah masalah manusia sebagai manusia, dan karena manusia di satu pihak tetap manusia, tetapi di lain pihak berkembang dan berubah, masalah-masalah baru filsafat adalah masalah –masalah lama manusia (Magnis-Suseno,1992: 20).

4.    Psikikologi Hukum
Menurut Rita Atkinson (1983: 19) Pendefenisian psikologi juga dilatarbelakangi oleh perkembangan sejarah dalam aliran psikologi, hal ini dapat dilihat melalui perubahan defenisi mengenai psikologi seperti berikut ini:
Wilhelm Wunt (1892), psikologi bertugas menyelidiki apa yang kita sebut  pengalaman dalam sensasi dan perasaan kita sendiri, pikiran serta kehendak kita yang bertolak belakang dengan setiap obyek pengalaman luar yang melahirkan pokok permasalahan ilmu alam.
William James (1980), psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental, termasuk fenomena dan kondisi-kondisinya. Fenomena adalah apa yang kita sebut sebagai perasaan, keinginan, kognisi, berpikir logis, keputusan-keputusan dan sebagainya.
James Angell (1910), psikologi adalah semua kesadaran di mana saja, normal atau abnormal, manusia atau binatang yang dicoba untuk dijelaskan pokok permasalahannya.
John B Watson (1919), psikologi merupakan bagian dari ilmu alam yang menekankan perilaku manusia, perbuatan dan ucapannya baik yang dipelajari maupun yang tidak sebagai pokok masalah.
Kurt Koffka (1925), psikologi adalah studi ilmiah mengenai perilaku makhluk hidup dalam hubungan mereka  dengan dunia luar.
Arthur Gates (1931), psikologi adalah salah satu bidang yang mencoba menunjukan, menerangkan, dan menggolongkan berbagai macam kegiatan yang sanggup dilakukan oleh binatang, manusia, atau lainnya.
Norman Munn (1951), psikologi sebagai “ilmu mengenai perilaku” tetapi hal yang menarik, pengertian perilaku yang telah mengalami perkembangan, sehingga sekarang ikut menangani hal yang pada masa lampau disebut pengalaman.
Kennet Clark dan George Milter (1970), psikologi adalah studi ilmiah mengenai perilaku, lingkupnya mencakup berbagai proses perilaku yang dapat diamati, seperti gerak tangan, cara berbicara, dan perubahan kejiwaan dan proses yang hanya dapat diartikan sebagai pikiran dan mimpi.
Richard Mayer (1981), psikologi merupakan analisis ilmiah mengenai proses mental  dan struktur daya ingat untuk memahami perilaku manusia







DAFTAR PUSTAKA

Ø  Prof. DR. Rahardjo, Satjipto, S.H, Ilmu Hukum. Bandung, 1986
Ø  http/balianzahap.wordpress.com/makalah-hukum/apa-politik-sejarah-filsafat-psikologi-hukum-itu/

Tidak ada komentar: