BAB 1
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Bila dilihat sepintas lalu, wakaf dan sedakah
hampirlah sama, hal ini bahkan telah lumrah pada sebagian besar masyarakat yang
awam. Namun apabila kita tela’ah lebih mendalam maka kita dapat menyimpulkan perbedaan-perbedaan
antara wakaf dan sedekah, yang dintara keduanya amat berlainan, baik dari segi
hikmah, kegunaan dan cara pelaksanaannya. Diantara wakaf dan sedekah juga
mempunyai hikmah tersendiri yang berbeda pula, yang akan kita bicarakan lebih
jauh disini nantinya.
Wakaf pada dasarnya
memiliki peraturan-peraturan khusus, terutama pada jenis harta yang diwakafkan.
hal ini berbeda dengan sedaqah yang tidak memiliki peraturan –peraturan yang
khusus. Asalkan kita memiliki harta untuk disedaqahkan dan ada orang yang akan
menerima sedeqah tersebut maka sedeqah telah sah untuk dilakukan.
Wakaf dan sedeqah juga memiliki persamaan yaitu kedua perbuatan tersebut adalah perbuatan yang diklasifikasikan kepada perbuatan tabarru’ yaitu perbuatan yang tidak mengharapkan balasan apa-apa dari sipenerima wakaf atau sedeqah, tetapi yang diharapkan dari wakaf dan sedeqah adalah balasan pahala dari Allah s.w.t dihari akhirat nanti.
Wakaf dan sedeqah juga memiliki persamaan yaitu kedua perbuatan tersebut adalah perbuatan yang diklasifikasikan kepada perbuatan tabarru’ yaitu perbuatan yang tidak mengharapkan balasan apa-apa dari sipenerima wakaf atau sedeqah, tetapi yang diharapkan dari wakaf dan sedeqah adalah balasan pahala dari Allah s.w.t dihari akhirat nanti.
Wakaf dan sedeqah juga
memiliki dalil-dalil tersendiri yang berbeda yang akan kita bahas dalam makalah
ini nantinya, yang mana dalil-dalil tersebut berasal dari Al Quran dan
hadis-hadis nabi.
Untuk mengetahui lebih
lanjut nantinya kan dibahas dalam sub-sub dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah Pengertian Wakaf?
2.
Sebutkanlah Dalil Wakaf?
3.
Apa sajakah Syarat-syarat wakaf?
4.
Sebutkan dan jelaskan Rukun Wakaf?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Wakaf
Secara etimologi, wakaf berasal dari
“Waqf” yang berarti “al-Habs”. Merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive
noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata
tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia
berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu (Ibnu Manzhur: 9/359).
Dalam pengertian hukum Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas harta yang dapat bermanfaat dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada perorangan atau kelompok (organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang tidak bertentangan dengan syari’at.
Dalam pengertian hukum Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas harta yang dapat bermanfaat dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada perorangan atau kelompok (organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang tidak bertentangan dengan syari’at.
Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah
sebagai berikut:
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf
sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau
mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan
(Ibnu al-Humam: 6/203). Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan
harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri.
Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala
perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf
adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya
dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad
(shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif (al-Dasuqi:
2/187). Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang
atau tempat yang berhak saja.
Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf
dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya
(al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk
diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah (al-Syarbini: 2/376).
Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi
bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta
dapat diambil manfaatnya secara berterusan (al-Syairazi: 1/575).
Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf
dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan
menyedekahkan manfaat yang dihasilkan (Ibnu Qudamah: 6/185). Itu menurut para
ulama ahli fiqih. Bagaimana menurut undang-undang di Indonesia? Dalam
Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif
untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah
B. Dalil
Tentang Wakaf
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran
yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi
sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf
ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq
fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain:
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îÏJym
Artinya : Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji.(Al-Baqarah 267)
`s9 (#qä9$oYs? §É9ø9$# 4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB cq6ÏtéB 4 $tBur (#qà)ÏÿZè? `ÏB &äóÓx« ¨bÎ*sù ©!$# ¾ÏmÎ/ ÒOÎ=tæ
Artinya
:
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu
cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.(Ali
Imran 92)
Pengertian Menafkahkan
harta dijalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan
perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
Adapun Hadis yang
menjadi dasar dari wakaf yaitu Hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin
al-Khaththab ketika menerima tanah di Khaibar.
أَنْ عُمَرَ
بْنَ الْخَطَّابِ أَصَابَ أَرْضًا بِخَيْبَرَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي
أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ
فَمَا تَأْمُرُ بِهِ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا
قَالَ فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ
وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ وَفِي
سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا
أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ وَيُطْعِمَ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ (رواه
البخاري 2532 ومسلم 3085)*
Artinya : “Bahwa ‘Umar ibnul Khaththab
menghadapi masalah tanah di Khaibar lalu menghadap kepada Nabi Saw
mempertanyakan hal itu katanya: “Ya Rasulullah aku mendapatkan tanah di Khaibar
tidak ada harta lain yang lebih berharga dari tanah itu, maka apa yang harus aku
kerjakan? Beliau bersabda: “Jika kalian suka tahanlah tanahnya lalu sedekahkan
hasilnya” Kemudian ‘Umar menyedekahkan hasilnya, tanah itu tidak dijual, tidak
dihibahkan, tidak diwariskan, tetapi hasilnya disedekahkan kepada para fakir
miskin, kerabat dekat, budak, Sabilillah, Ibnu Sabil dan tamu. Tidak
mengapalah orang yang mengelolanya untuk makan mengambil hasil dari tanah
itu secara baik-baik, memberi makan tanpa ingin memilikinya”(HR Bukhari
no.2532 dan Muslim no.3085).
Imam Tirmidzi menyatakan:
Wakaf telah diamalkan oleh para ulama, baik dari kalangan sahabat Nabi maupun
yang lainnya, saya tidak melihat ada perbedaan pendapat di kalangan ulama
mutaqaddimin tentang bolehnya wakaf, baik wakaf tanah maupun wakaf yang
lainnya.” (Lihat: Sunan Tirmidzi 5/13 setelah hadits no. 1375).
Imam Al-Baghawy
berkata: Wakaf telah diamalkan oleh seluruh ulama, baik dari generasi sahabat,
maupun orang setelah mereka, seperti ulama mutaqaddimin; mereka tidak
berselisih pandangan tentang bolehnya wakaf tanah maupun wakaf harta-barang
bergerak; para sahabat Muhajirin dan Anshar melakukan wakaf, baik di Madinah
maupun di daerah lainnya; tidak ada riwayat satupun dari mereka yang
mengingkari adanya syariat wakaf; bahkan tidak pernah ada dari mereka yang
mencabut kembali wakafnya dengan alasan dirinya masih membutuhkannya.” (Lihat:
Syarh Al-Sunnah 8/288).
Imam Ibn Hazm berkata:
Seluruh sahabat Nabi, shadaqah-shadaqah mereka di kota Madinah lebih
masyhur/terkenal daripada matahari, tidak ada seorang pun yang tidak mengetahuinya.”
(Lihat: Al-Muhalla 9/180). (Sumber: Al-Auqaf fii Al-Ashr Al-Hadits, Kaifa
Nuwajihuha lidda’mil Jami’at wa tanmiati mawaridiha Dr. Khalid ibn Ali ibn
Muhammad Al-Musyaiqih)
Hukum wakaf sama dengan amal jariyah.
Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah)
biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf.
Pahala yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda yang
diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah.
Ditegaskan dalam hadits.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ
يُنْتَفَعُ
بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ (رواه مسلم 3084)*
Artinya : “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
Saw bersabda: “Orang meninggal itu terputus amalnya kecuali 3 amal, yaitu:
Sedekah Jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang soleh yang
mendo’akannya”(HR Muslim no.3084).
Harta yang diwakafkan
tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf
tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum
sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Hadits Nabi yang artinya: “Sesungguhnya
Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada
Rasulullah SAW; Wahai Rasulullah apakah perintahmu kepadaku sehubungan dengan
tanah tersebut? Beliau menjawab: Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan
sedekahkan manfaatnya! Maka dengan petunjuk beliau itu, Umar menyedekahkan
tanahnya dengan perjanjian tidak akan dijual tanahnya, tidak dihibahkan dan
tidak pula diwariskan.” (HR Bukhari dan Muslim)
C. Syarat-syarat Wakaf
Syarat-syarat harta
yang diwakafkan sebagai berikut:
1) Diwakafkan untuk
selama-lamanya, tidak terbatas waktu tertentu (disebut takbid).
2) Tunai tanpa
menggantungkan pada suatu peristiwa di masa yang akan datang. Misalnya, “Saya
wakafkan bila dapat keuntungan yang lebih besar dari usaha yang akan datang”.
Hal ini disebut tanjiz
3) Jelas mauquf alaih
nya (orang yang diberi wakaf) dan bisa dimiliki barang yang diwakafkan (mauquf)
itu.
D. Rukun Wakaf
1) Orang yang berwakaf
(wakif), syaratnya.
a. kehendak sendiri
b. berhak berbuat baik
walaupun non Islam
2) Sesuatu (harta) yang
diwakafkan (mauquf), syartanya;
a. barang yang dimilki
dapat dipindahkan dan tetap zaknya, berfaedah saat diberikan maupun dikemudian
hari
b. milki sendiri
walaupun hanya sebagian yang diwakafkan atau musya (bercampur dan tidak dapat
dipindahkan dengan bagian yang lain
3) Tempat berwakaf
(yang berhaka menerima hasil wakaf itu), yakni orang yang memilki sesuatu, anak
dalam kandungan tidak syah.
4) Akad, misalnya:
“Saya wakafkan ini kepada masjid, sekolah orang yang tidak mampu dan
sebagainya” tidak perlu qabul (jawab) kecuali yang bersifat pribadi (bukan
bersifat umum).
E. Harta yang Diwakafkan
Wakaf meskipun
tergolong pemberian sunah, namun tidak bisa dikatakan sebagai sedekah biasa.
Sebab harta yang diserahkan haruslah harta yang tidak habis dipakai, tapi
bermanfaat secara terus menerus dan tidak boleh pula dimiliki secara
perseorangan sebagai hak milik penuh. Oleh karena itu, harta yang diwakafkan
harus berwujud barang yang tahan lama dan bermanfaat untuk orang banyak,
misalnya:
a. sebidang tanah
b. pepohonan untuk diambil manfaat atau hasilnya
c. bangunan masjid, madrasah, atau jembatan
Berkembangnya agama
Islam seperti yang kita lihatsekarang ini diantaranya adalah karena hasil wakaf
dari kaum muslimin. Bangunan-bangunan masjid, mushala (surau), madrasah, pondok
pesantren, panti asuhan dan sebaginya hampir semuanya berdiri diatas tanah
wakaf. Bahkan banyak pula lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis taklim,
madrasah, dan pondok-pondok pesantren yang kegiatan operasionalnya dibiayai
dari hasil tanah wakaf.
Karena itulah, maka
Islam sangat menganjurkan bagi orang-orang yang kaya agar mau mewariskan
sebagian harta atau tanahnya guna kepentingan Islam. Hal ini dilakukan atas
persetujuan bersama serta atas pertimbangan kemaslahatan umat dan dana yang
lebih bermanfaat bagi perkembangan umat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara etimologi, wakaf berasal dari
“Waqf” yang berarti “al-Habs”. Merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive
noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata
tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia
berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu (Ibnu Manzhur: 9/359).
Dalam pengertian hukum Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas harta yang dapat bermanfaat dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada perorangan atau kelompok (organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang tidak bertentangan dengan syari’at.
Dalam pengertian hukum Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas harta yang dapat bermanfaat dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada perorangan atau kelompok (organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang tidak bertentangan dengan syari’at.
Syarat-syarat harta
yang diwakafkan sebagai berikut:
1) Diwakafkan untuk selama-lamanya,
tidak terbatas waktu tertentu (disebut takbid).
2) Tunai tanpa
menggantungkan pada suatu peristiwa di masa yang akan datang. Misalnya, “Saya
wakafkan bila dapat keuntungan yang lebih besar dari usaha yang akan datang”.
Hal ini disebut tanjiz
3) Jelas mauquf alaih
nya (orang yang diberi wakaf) dan bisa dimiliki barang yang diwakafkan (mauquf)
itu.
Rukun wakaf :
1) Orang yang berwakaf
(wakif), syaratnya.
a. kehendak sendiri
b. berhak berbuat baik
walaupun non Islam
2) Sesuatu (harta) yang
diwakafkan (mauquf), syartanya;
a. barang yang dimilki
dapat dipindahkan dan tetap zaknya, berfaedah saat diberikan maupun dikemudian
hari
b. milki sendiri
walaupun hanya sebagian yang diwakafkan atau musya (bercampur dan tidak dapat
dipindahkan dengan bagian yang lain
3) Tempat berwakaf
(yang berhaka menerima hasil wakaf itu), yakni orang yang memilki sesuatu, anak
dalam kandungan tidak syah.
4) Akad, misalnya:
“Saya wakafkan ini kepada masjid, sekolah orang yang tidak mampu dan
sebagainya” tidak perlu qabul (jawab) kecuali yang bersifat pribadi (bukan
bersifat umum).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar