BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kodifikasi
Pembukuan hadits dimulai pada akhir abad
pertama Hijriah, dan rampung pada pertengahan abad ketiga. Pada waktu itu Umar
Bin Abdul Aziz (Khalifah ke-8 Bani Umayyah) yang naik tahta pada tahun 99 H
berkuasa. Beliau ini dikenal sebagai orang yang adil dan wara’ bahkan
sebagian ulama menyebutnya sebagai Khulafaur Rasyidin yang ke-5, tergeraklah
hatinya untuk membukukan hadits dengan motif :
1. Beliau khawatir ilmu hadits akan hilang karaena
belum dibukukan dengan baik.
2. Kemauan beliau untuk menyaring hadits palsu
(maudhu’) yang banyak beredar.
3. Al-Qur’an sudah dibukukan dalam mushaf,
sehingga tidak ada lagi kekhawatiran tercampur
dengan hadits bila hadits dibukukan.
4. Peperangan
dalam penaklukan negeri negeri yang belum Islam dan peperangan antar
sesama kaum Muslimin banyak terjadi, dikhawatirkan ulama hadits berkurang
karena wafat dalam peperangan – peperangan tersebut.
Dari sudut analisa politik, tindakan ‘Umar Bin
Abdul Aziz ini adalah untuk menemukan dan mengukuhkan landasan pembenaran
bagi ideologi Jama’ah-nya, yang dengan ideologi itu ia ingin
merangkul seluruh kaum Muslim tanpa memandang aliran politik
atau pemahaman keagamaan mereka, termasuk kaum Syi’ah dan Khawarij yang
merupakan kaum oposan terhadap rezim Umayyah. ‘Umar II melihat bahwa sikap yang
serba akomodatif pada semua kaum muslim tanpa
memandang aliran politik atau paham keagamaan khasnya itu telah
diberikan contohnya oleh penduduk Madinah, di bawah ke kepeloporan
tokoh-tokohnya seperti ‘Abdullah ibn ‘Umar (Ibn al-Khaththab), ‘Abdullah Ibn
‘Abbas dan ‘Abdullah Ibn Mas’ud.
Mushthafa al-Siba’i
dalam majalah Al-Muslimin seperti yang dikutip Nurcholis Madjid amat
menghargai kebijakan ‘Umar II berkenaan dengan pembukaan sunnah itu, sekalipun
ia menyesalkan sikap Khalifah yang baginya terlalu banyak memberi angin pada
kaum Syi’ah dan Khawarij (karena, dalam pandangan al-Siba’i, golongan oposisi
itu kemudian mampu memobilisasi diri sehingga, dalam kolaborasinya dengan kaum
Abbasi, mereka akhirnya mampu meruntuhkan Dinasti Umayyah dan melaksanakan
pembalasan dendam yang sangat kejam). Dan menurut al-Siba’i,
sebelum masa‘Umar II pun sebetulnya sudah ada usaha – usaha pribadi untuk
mencatat hadits, sebagaimana dilakukan oleh ‘Abd Allah Ibn ‘Amr Ibn al -’Ash.
B. Rumusan Masalah
Mengingat
pentimgnya hadist dalam kehidupan ini maka banyak masalah yang harus dibahas
dan diselesaikan. Adapun permasalahan tersebut kami batasi hanya sampai sejarah
pengkodifikasian hadist dari abad I-sekarang.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah “ulumul hadis” dan tentu saja untuk setidaknya menambah
wawasan kami.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar
Belakang Munculnya Usaha Kodifikasi Hadist
Pada
abad pertama Hijriah sampai hingga akhir abad petama Hijriah, hadist-hadist itu
berpindah dari mulut kemulut, masing-masing perawi meriwayatkannya berdasarkan
kepada kekuatan hapalannya. Saat itu mereka belum mempunyai motif yang kuat
untuk membukukan hadist, karna hapalan mereka terkenal kuat.
Namun
demikian, upaya perubahan dari hapalan menjadi tulisan sebenarnya sudah
bekembang disaat masa Nabi. Setelah Nabi wafat, pada masa Umar Bin Khattab
menjadi Khalifah ke-2 juga merencanakan meghimpun hadist-hadist Rasul dalam
satu kitab, namun tidak diketahui mengapa niat itu batal atau urung
dilaksanakan.
Dikala
kendali Khalifah dipegang oleh Umar Bin Abdul Aziz yang dinobatkan dalam tahun
99 Hijriah, seorang khalifah dari Dinasti Umaiyah yang terkenal adil dan wara’,
sehingga beliau dikenal sebagai Khalifah Rasyidin yang kelima, tergerak hatinya
membukukan hadist karna dia khawatir para perawi yang membendaharakan hadist
didalam dadanya telah banyak yang meninggal, apabila tidak dibukukan akan
lenyap dan dibawa oleh para penghafalnya kedalam alam barzah dan juga semakin
banyak kegiatan pemalsuan hadist yang dilakukan yang dilatar belakangngi oleh
perbedaan politik dan perbedaan mazhab dikalangan umat islam dan semakin
luasnya daerah kekuasaan islam maka semakin komplek juga permasalahan yang
dihadapi umat islam.
B. Pelopor
Gerakan Kodifikasi Hadist dan kitab-kitab Hadist Abad II Hijriah
1. Penulisan Hadist
Sejarah
penghimpunan hadist secara resmi dan massal baru terjadi setelah Khalifah Umar
Bin Abdul Aziz memerintahkan kepada ulama dan para tokoh masyarakat untuk
menuliskannya. Dikatakan resmi karena itu merupakan kebijakan kepala negara dan
dikatakan massal karena perintah diberikan kepada para gubernur dan ahli
hadist.
Diantara
gubernur madinah yang menerima instruksi untuk mengumpulkan dan menuliskan
hadist yaitu Abu Bakar ibn Hazm, Umar Bin Abdul Azis berkata kepada Hazm :
“Perhatikanlah
apa yang bisa diambil dari hadist Rasulullah dan catatlah, saya khawatir akan
lenyapnya ilmu ini setelah ulama wafat” dan dalam intruksi tersebut Umar
memerintahkan Ibn Hazm untuk menuliskan dan menuliskan hadist yang berasal dari
:
a. Koleksi Ibn Hazm itu sendiri
b. Amrah binti Abd. Ar-Rahman(w.98 H),
seorang faqih, dan muridnya syaidah Aisyah r.a
c. Al Qasim Ibn Abu.Bakar Al
Siddiq(w.107 H) seorang pemuka tabi’in dan salah seorang Fuqaha yang tujuh.
Ibn Hasim
melaksanakan tugasnya dengan baik, dan tugas yang serupa juga dilaksanakan oleh
Muhammad Ibn Syiihab Al–Zuhri.(w.124 H), seorang ulama besar di Hijasz dan
Syam, kedua ulama diataslah sebagai pelopor dalam kodifikasi hadist berdasarkan
perintah Khalifah Umar ibn Abdul Aziz.
Meskipun Ibn Hazm dan Al Zuhri telah
berhasil menghimpun dan mengkodifikasi hadist, akan tetapi kerja kedua ulama
tersebut telah hilang dan tidak bisa dijumpai lagi sampai sekarang.
2. Sistem Pembukuan Hadist
Sistem
pembukuan Hadist pada awal pembukuannya agaknya hanya sekedar mengumpulkan saja
tampa mperdulikan selektifitas terhadap susunan Hadist Nabi, apakah termasuk
didalamnya fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in,“Ulama diperiode ini cendrung
mencampur adukkan antara hadist Nabi dengan Fatwa Sahabat dan Tabi’in, mereka
belum mengklasifikasikan kandungan nash-nash menurut kelompoknya”.
Dengan demikian pembukuan hadist
pada masa ini boleh dikatakan cendrung masih bercampur baur antara hadist
dengan fatwa sahabat dan tabi’in.
3. Tokoh-Tokoh Pengumpul Hadist
Setelah periode
Abu bakar bin Hazm dan ibnu Shihab Al Zuhri, perode sesudahnya bermunculan ahli
hadist yang bertugas sebagai kodifikasi hadist jilid ke-2 yaitu:
a.
Di Mekkah, Ibn Jurraj (w.150 H)
b.
Di Madinah, Abu Ishaq (w.151 H) dan
Imam Malik (w.179 H)
c. Di Basrah, Ar Rabi’ Ibn Shahih
(w.160 H), Said Bin abi Arubah (w.156 H) dan Hamud bin Salamah (w. 176 H)
d.
Di Kufah, Sofyan Tsauri (w.161 H).
e.
Di Syam/ Sriya, Al Auza’I (w.156 H).
f.
Di Wasith/Iraq , Hasyim (w.188 H).
g. Di yaman, Ma’mar (w.153 H).
h. Di khurasan/ Iran, jarir Bin Abdul Namid (w.188 H dan Ibnu
Mubarrak (w.181 H)
4. Kitab-kitab Hadist yang ditulis pada abad ke-II Hijriah
Kitab-kitab
yang disusun pada periode ini jumlahnya relatif sedikit yang sampai kepada umat
islam hari ini, diantara karya monumental yang dihasilkan oleh karya terdahulu
yang sampai pada masyarakat muslim saat ini adalah :
1). Al Muwatha, oleh Imam Malik
2). Al Musnad, Oleh Imam Syafi’i
3). Iktilaf Al Hadist, oleh Imam Syafi’i
Hadist ini dipandang unggul dan menempati
kedudukan istimewa dikalangan para ahli Hadist dan penggiat ilmu ini.
5. Ciri-ciri Kitab Hadist yang ditulis pada abad ke-II
Hijriah
a. Pada
umumnya kitab-kitab hadist pada masa ini menghimpun hadist-hadist Rasulullah
serta fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in.
b. Himpunan
Hadist pada masa ini masih bercampur baur dengan topik yang ada seperti bidang
Tafsir, Sirah, Hukum, dan lainnya.
c. Didalam
kitab-kitab hadist pada periode ini belum dijumpai pemisahan antara
hadist-hadist yang berkualitas Shahih, Sasan dan Dha’if.
C. Hadis Pada
Masa Ke-III Hijriah, Masa Pemurnian, Penshahihan dan penyempurnaan Kodifikasi
Periode ini berlangsung pada masa Pemerintahan Khalifah Al
Ma’mun sampai pada awal pemerintahan khalifah Al-Muqtadir dari kekhalifahan
Dinasti Abbasiyah. Pada masa ini ulama memusatkan perhatian mereka pada
pemeliharaan keberadaan dan terutama kemurnian Hadist Nabi SAW, sebagai
antisipasi mereka terhadap pemalsuan Hadist yang semakin marak.
1. Kegiatan Pemalsuan Hadist
Pada abad
ke-II hijriah telah banyak melahirkan para Imam Mujtahid di berbagai bidang,
diantaranya dibidang Fiqih dan Ilmu Kalam. Meskipun dalam beberapa hal mereka
berbeda pendapat, akan tetapi mereka saling merhormati.
Akan
tetapi memasuki abad ke-3 Hijriah , para pengikut masing-masing imam
berpendapat bahwa imam nya lah yang benar, sehingga menimbulkan bentrokan
pendapat yang semakin meruncing. Diantara pengikut fanatik akhirnya menciptakan
hadist-hadist palsu dalam rangka memaksakan pendapat mereka.
Dan setelah Khalifah Al Ma’mun
berkuasa mendukung golongan Mu’tazilah. Perbedaan pendapat tentang kemakhlukan
Al Qur’an dan siapa yang tidak sependapat akan dipenjara dan disiksa,
salah satu Imam yaitu Imam Ahmad Bin Hambal yang tidak mengakuinya. Setelah
pemerintahan Al Muwakkil, maka barulah keadaan berubah positif bagi ulama.
2. Upaya Pelestarian Hadist
Diantara
kegiatan yang dilakukan oleh para ulama Hadist dalam rangka memelihara
kemurnian Hadist Rasulullah SAW adalah :
a) Perlawatan ke daerah-daerah
b) Pengklsifikasian Hadist kepada :
Marfu’, Mawquf, dan Maqthu’.
c) Penyeleksian kualitas Hadist dan
pengklasifikasian kepada : Shahih, Hasan, Dha’if.
3. Tokoh-tokoh Pengumpul Hadist
Diantara tokoh-tokoh Hadist yang
lahir pada masa ini adalah : Ali Ibn Madany, Abu Hatim Ar Razy, Muhammad Ibn
Jarir ath Thabary, Muhammad Ibn Sa’ad, Ishaq Ibn Rahawaih, Ahmad, Al Bukhari
Muslim, An Nasa’I, Abu Daud, At Turmudzy, Ibnu Majah, Ibnu Qutaibah Ad Dainury.
4. Kitab-Kitab Hadist pada abad ke-III
Hijriah
Di abad
ke-3 Hijriah ini telah muncul berbagai kitab Hadist yang Agung dan monumental
serta menjadi pegangan umat islam sampai sekarang diantaranya adalah :
1). Kitab Shahih Bukhari.
2). Kitab Shahih Muslim.
3). Kitab Sunan Abu dawud
4). Kitab Suann At Thurmudzy
5). Kitab Sunan An Nasa’i
6). Kitab Sunan Ibn Majah.
7).
Musnad Ahmad.
D. Hadist
pada abad ke-IV sampai ke-V ( Masa Pemeliharaan, Penertiban, Penambahan, dan
Penghimpunan).
1. Kegiatan periwayatan Hadist pada
periode ini
Periode
ini dimulai pada masa Khlifah Al Muktadir sampai Khalifah Al Muktashim.
Meskipun kekuasaan Islam Pada periode ini mulai melemah dan bahkan mengalami
keruntuhan pada abad ke-7 Hijriah akibat serangan Hulaqu Khan, Cucu dari Jengis
Khan. Kegiatan para Ulama Hadist tetap berlansung sebagaimana periode-periode
sebelumnya, hanya saja hadist-hadist yang dihimpun pada periode ini tidaklah
sebanyak penghimpunan pada periode-periode sebelumnya, kitab-kitab hadist
yang dihimpun pada periode ini diantaranya adalah :
1). Al
Shahih oleh Ibn Khuzaimah.(313 H)
2). Al
Anma’wa al Taqsim oleh Ibn Hibban (354 H)
3). Al
Musnad oleh Abu Amanah ( 316 H)
4). Al
Mustaqa oleh Ibn Jarud.
5). Al
Mukhtarah oleh Muhammad Ibn Abd Al Wahid al Maqdisi.
Setelah Lahirnya karya-karya diatas
maka kegiatan para ulama berikutnya pada umumnya hanyalah merujuk pada
karya–karya yang telah ada dengan bentuk kegiatan mempelajari, menghafal,
memeriksa dan menyelidiki sanad-sanadnya dan matannya.
2.
Bentuk Penyusunan Kitab Hadist pada
masa periode ini
Para Ulama
Hadist Periode ini memperkenalkan sitem baru dalam penusunan Hadist,
yaitu :
a). Kitab
Athraf, didalam kitab ini penyusunannya hanya menyebutkan sebagian matan hadist
tertentu, kemudian menjelaskan seluruh sanad dari matan itu, baik dari sanad
kitab hadist yang dikutib matannya ataupun dari kitab-kitab lainya contohnya :
1.
Athraf Al Shahihainis, oleh Al Dimasyqi (400 H)
2.
Athraf Al Shahihainis, oleh Abu Muhammad khalaf Ibn Muhammad
al Wasithi (w 401 H)
3.
Athraf Al Sunnah al arrba’ah, oleh Ibn Asakir al
dimasyqi (w 571 H)
4.
Athraf Al Kutub al Sittah, oleh Muhammad Ibn Tharir al
Maqdisi ( 507 H)
b). Kitab Mustadhrak, Kitab ini memuat matan
Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari atau Muslim, atau keduanya atau
lainnya, dan selanjutnya penyusun kitab ini meriwayatkan matan hadist
tersebut dengan sanadnya sendiri, conntoh :
1. Mustadhrak Shahih Bukhari , oleh
Jurjani
2. Mustadhrak Shahih Muslim, oleh Abu
Awanah (316 H)
3. Mustadhrak Bukhari Muslim, oleh Abu
bakar Ibn Abdan al Sirazi (w.388 H)
c). Kitab
Mustadhrak, Kitab ini menghimpun hadist-hadist yang memiliki syarat-syarat
Bukhari dan Muslim atau yang memiliki salah satu dari keduanya, contoh :
1.
Al Mustdhrak oleh Al Hakim ( 321-405 H)
2.
Al Ilzamat , oleh Al Daruquthni (306-385 H)
d). Kitab
Jami’, Kitab ini menghimpun Hadist-hadist yang termuat dalam kitab-kitab yang
telah ada yaitu yang menghimpun hadsit shahih Bukhari dan Muslim. Contohnya :
1.
Al Jami’ bayn al Shahihaini , oleh Ibn Al Furat ( Ibn Muhammad
Al Humaidi (w.414 H)).
2.
Al Jami’ bayn al Shahihaini, oleh Muhammad Ibn Nashir al
Humaidi (488 H)
3.
Al Jami’ bayn al Shahihaini, oleh Al Baqhawi (516 H)
E. Hadist
pada abad ke VII sampai sekarang (masa Pensyarahan, Penghimpuanan ,
Pen-takhrij-an dan Pembahasannya)
1.
Kegiatan periwayatan Hadist pada
periode ini.
Periode
ini dimulai sejak kekhalifahan Abbasiyah di Bakhdad ditklukkan oleh tentara
Tartar (656 H/1258 M), yang kemudian Kekhalifahan Abbasiyah tersebut dihidupkan
kembali oleh Dinasti Mamluk dari mesir setelah mereka menghancurkan
bangsa Mongol tersebut.
Pembaiatan
Khalifah oleh Dinasti Mamluk hanyalah sekedar simbol saja agar daerah-daerah
islam lainya dapat mengakui Mesir sebagai pusat pemerintahan dan selanjutnya
mengakui Dinasti Mamluk sebagai penguasa dunia Islam, akan tetapi pada abad
ke-8 H Ustman Kajuk mendirikan kerajaan di Turki diatas puing-puing peninggalan
Bani Saljuk di Asia Tengah, sehingga bersama-sama dengan keturunan Ustman
menguasai kerajaan-kerajaan kecil yang ada disekitarnya dan selanjutnya
membangun Daulah Ustmaniyah yang berpusat di Turki. Dengan berhasilnya mereka
menaklukkan Konstatinopel dan Mesir serta meruntuhkan Dinasti Abbasiyah, maka
berpindahlah kekuasaan Islam dari Mesir ke Konstatinopel.
Pada abad
ke-13 Hijriyah ( awal abad ke-19 H) Mesir dengan dipimpin oleh Muhammad Ali,
mulai bangkit untuk mengembalikan kejayaan Mesir masa silam. Namun Eropa yang
dimotori oleh Inggris da Perancis semakin bertambah kuat dan berkeinginan besar
untuk menguasai dunia, mereka secara bertahab mulai menguasai daerah-daerah
islam , sehingga pada abad ke-19 M sampai ke awal abab 20 M, hampir seluruh
wilayah islam dijajah oleh Bangsa Eropa, kebangkitan kembali dunia islam
baru dimulai pada pertengahan abad ke-20 M.
Sejalan
dengan keadaan dan kondisi-kondisi dunia islam diatas, maka kegiatan
periwayatan hadist pada periode ini lebih banyak dilakukan dengan cara ijazah dan
Mukatabah. Sedikit sekali ulama hadist pada periode ini melakukan
periwayatan hadist secara hapalan sebagaimana dilakukan oleh yang ulama
Mutaqaddimin, diantaranya yaitu:
1.
Al Traqi (w.806 H/1404 M) dia berhasil mendiktekan hadist
secara hapalan kepada 400 majelis sejak 796 H/1394 M dan juga menulis beberapa
kitab hadist.
2.
Ibn Hajar al Asqalani (w. 852 H/ 1448 M) seorang penghapal
hadist yang tiada bandinganya pada masanya . Dia telah mendiktekan Hadist
kepada 1000 majelis dan menulis sejumlah kitab yang berkaitan dengan Hadsit.
3.
Al Sakhawi (w.902 H/1497 M) murid Ibn Hajar yang telah
mendiktekan hadist kepada 1000 majelis dan menulis sejumlah buku.
2.
Bentuk Penyusunan kitab Hadist pada
periode ini :
Pada
periode ini para ulama hadist mempelajari kitab-kitab hadist yang telah ada,
dan selanjutnya mengembangkannya atu meringkasnya sehingga menghasilkan
jenis karya sebagai berikut:
a. Kitab Syarah, yaitu : Jenis kitab
yang memuat uraian dan penjelasan kandungan hadist dari kitab tertentu dan
hubungannya denagn dalil-dalil lainnya yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadsit
ataupun kaidah-kaidah syara’ yang lainnya contohnya :
1. Fath Al bari, Oleh Ibn Hajar al
Asqalani, yaitu syarah shahih kitab Al Bukhari.
2. Al Minhaj, oleh Al Nawawi, yang
mensyarahkan kitab shahih Muslim.
3. Aun al-Ra’hud , oleh Syams al Haq al
Achim al Abadi, syarah sunan Abu Dawud.
b. Kitab Mukhtashar, yaitu kitab yang
berisi ringkasan dari suatu kitab Hadist, seperti Mukhtashar Shahih Muslim oleh
Muhammad Fu’ad abd Al baqi.
c. Kitab Zawa’id, yaitu kitab yang
menghimpun hadist-hadist dari kitab tertentu yang tidak dimuat.
BAB III
PENUTUP
Dari uraian singkat diatas
dapat diambil suatu kesimpulan bahwa penulisan hadis telah dimulai saat Nabi
Muhammad SAW masih hidup, zaman khulafa urasyidin, tabi’in, tabi’i at-tabi’in
namun masih dalam bentuk shahifah.
Pada abad ke dua atas
perintah Kahlifah Umar bin Abdul al-Azis kepada Abu bakar bin Muhamad ibn Amr
ibn Hazm dan Muhamad bin Shihab Az-Zuhri dilakukan pembukuan hadis (tadwin) dan
dilanjutkan usaha-usaha penyeleksian hadis-hadis yang shahih saja.
Pada periode berikutnya
(ulama’ mutaakhirin) dilakukan penyusunan, klasifikasi serta pembukuan
hadis-hadis yang diupayakan agar hadis bisa dengan mudah di gunakan oleh
masyarakat muslim seluruh dunia.
Faktor yang
mempengaruhi pembukuan hadis yang dilakukan para sahabat, tabi’in, tabi’
at-tabi’in adalah semangat dorongan dari Rasul saw. Sedangkan faktor kedua
dipengaruhi oleh keadaan politik perebutan kekuasaan, dengan membuat
hadis-hadis palsu untuk mencari pengaruh.
Adanya pembukuan hadits
mempunyai banyak implikasi-implikasi terhadap perkembangan pemahaman tentang
ajaran Islam umumnya, serta perkembangan hadits dan ulumul hadits itu sendiri
khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Nawir Yuslem, Ulumul Hadist,
Jakarta : PT. Muhasa Sumber Widya, 2001.
Yusuf
Saefullah, Drs. Cecep.Sumarna, M.Ag, Pengantar Ilmu Hadist: PT.
Pustaka Baru Quraisy.
M.Hasbi
Ash Shiddieqye, Sejarah Pengantar Hadist, Semarang : Bulan Bintang
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqye, Sejarah dan Pengantar
Ilmu Hadist, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar