Kotak Saran

tombol masukan dan saran

Selasa, 17 Februari 2015

makalah ulumul hadis Universitas Muhammadiyah Palangkaraya



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kodifikasi
Pembukuan hadits dimulai pada akhir abad pertama Hijriah, dan rampung pada pertengahan abad ketiga. Pada waktu itu Umar Bin Abdul Aziz (Khalifah ke-8 Bani Umayyah) yang naik tahta pada tahun 99 H berkuasa. Beliau ini dikenal sebagai orang yang adil dan wara’ bahkan sebagian ulama menyebutnya sebagai Khulafaur Rasyidin yang ke-5, tergeraklah hatinya untuk membukukan hadits dengan motif :
1.  Beliau khawatir ilmu hadits akan hilang karaena belum dibukukan dengan baik.
2.  Kemauan beliau untuk menyaring hadits palsu (maudhu’) yang banyak beredar.
3. Al-Qur’an sudah dibukukan dalam mushaf, sehingga tidak ada lagi kekhawatiran  tercampur dengan hadits bila hadits dibukukan.
4. Peperangan dalam penaklukan negeri negeri yang belum Islam dan peperangan antar sesama kaum Muslimin banyak terjadi, dikhawatirkan ulama hadits berkurang karena wafat dalam peperangan – peperangan tersebut.
Dari sudut analisa politik, tindakan ‘Umar Bin Abdul Aziz ini adalah untuk menemukan dan mengukuhkan landasan pembenaran bagi ideologi Jama’ah-nya, yang dengan ideologi itu ia ingin merangkul seluruh kaum Muslim tanpa memandang aliran politik atau pemahaman keagamaan mereka, termasuk kaum Syi’ah dan Khawarij yang merupakan kaum oposan terhadap rezim Umayyah. ‘Umar II melihat bahwa sikap yang serba akomodatif pada semua kaum muslim tanpa memandang aliran politik atau paham keagamaan khasnya itu telah diberikan contohnya oleh penduduk Madinah, di bawah ke kepeloporan tokoh-tokohnya seperti ‘Abdullah ibn ‘Umar (Ibn al-Khaththab), ‘Abdullah Ibn ‘Abbas dan ‘Abdullah Ibn Mas’ud.
Mushthafa al-Siba’i dalam majalah Al-Muslimin seperti yang dikutip Nurcholis Madjid amat menghargai kebijakan ‘Umar II berkenaan dengan pembukaan sunnah itu, sekalipun ia menyesalkan sikap Khalifah yang baginya terlalu banyak memberi angin pada kaum Syi’ah dan Khawarij (karena, dalam pandangan al-Siba’i, golongan oposisi itu kemudian mampu memobilisasi diri sehingga, dalam kolaborasinya dengan kaum Abbasi, mereka akhirnya mampu meruntuhkan Dinasti Umayyah dan melaksanakan pembalasan dendam yang sangat kejam). Dan menurut al-Siba’i, sebelum masa‘Umar II pun sebetulnya sudah ada usaha – usaha pribadi untuk mencatat hadits, sebagaimana dilakukan oleh ‘Abd Allah Ibn ‘Amr Ibn al -’Ash.
B. Rumusan Masalah
Mengingat pentimgnya hadist dalam kehidupan ini maka banyak masalah yang harus dibahas dan diselesaikan. Adapun permasalahan tersebut kami batasi hanya sampai sejarah pengkodifikasian hadist dari abad I-sekarang.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah “ulumul hadis” dan tentu saja untuk setidaknya menambah wawasan kami.


















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang Munculnya Usaha Kodifikasi Hadist
Pada abad pertama Hijriah sampai hingga akhir abad petama Hijriah, hadist-hadist itu berpindah dari mulut kemulut, masing-masing perawi meriwayatkannya berdasarkan kepada kekuatan hapalannya. Saat itu mereka belum mempunyai motif yang kuat untuk membukukan hadist, karna hapalan mereka terkenal kuat.
Namun demikian, upaya perubahan dari hapalan menjadi tulisan sebenarnya sudah bekembang disaat masa Nabi. Setelah Nabi wafat, pada masa Umar Bin Khattab menjadi Khalifah ke-2 juga merencanakan meghimpun hadist-hadist Rasul dalam satu kitab, namun tidak diketahui mengapa niat itu batal atau urung dilaksanakan.
Dikala kendali Khalifah dipegang oleh Umar Bin Abdul Aziz yang dinobatkan dalam tahun 99 Hijriah, seorang khalifah dari Dinasti Umaiyah yang terkenal adil dan wara’, sehingga beliau dikenal sebagai Khalifah Rasyidin yang kelima, tergerak hatinya membukukan hadist karna dia khawatir para perawi yang membendaharakan hadist didalam dadanya telah banyak yang meninggal, apabila tidak dibukukan akan lenyap dan dibawa oleh para penghafalnya kedalam alam barzah dan juga semakin banyak kegiatan pemalsuan hadist yang dilakukan yang dilatar belakangngi oleh perbedaan politik dan perbedaan mazhab dikalangan umat islam dan semakin luasnya daerah kekuasaan islam maka semakin komplek juga permasalahan yang dihadapi umat islam.
B.     Pelopor Gerakan Kodifikasi Hadist dan kitab-kitab Hadist Abad II Hijriah
1.  Penulisan Hadist
Sejarah penghimpunan hadist secara resmi dan massal baru terjadi setelah Khalifah Umar Bin Abdul Aziz memerintahkan kepada ulama dan para tokoh masyarakat untuk menuliskannya. Dikatakan resmi karena itu merupakan kebijakan kepala negara dan dikatakan massal karena perintah diberikan kepada para gubernur dan ahli hadist.
Diantara gubernur madinah yang menerima instruksi untuk mengumpulkan dan menuliskan hadist yaitu Abu Bakar ibn Hazm, Umar Bin Abdul Azis berkata kepada Hazm :
 “Perhatikanlah apa yang bisa diambil dari hadist Rasulullah dan catatlah, saya khawatir akan lenyapnya ilmu ini setelah ulama wafat” dan dalam intruksi tersebut Umar memerintahkan Ibn Hazm untuk menuliskan dan menuliskan hadist yang berasal dari :
a.       Koleksi Ibn Hazm itu sendiri
b.      Amrah binti Abd. Ar-Rahman(w.98 H), seorang faqih, dan muridnya syaidah Aisyah r.a
c.       Al Qasim Ibn Abu.Bakar Al Siddiq(w.107 H) seorang pemuka tabi’in dan salah seorang Fuqaha yang tujuh.
Ibn Hasim melaksanakan tugasnya dengan baik, dan tugas yang serupa juga dilaksanakan oleh Muhammad Ibn Syiihab Al–Zuhri.(w.124 H), seorang ulama besar di Hijasz dan Syam, kedua ulama diataslah sebagai pelopor dalam kodifikasi hadist berdasarkan perintah Khalifah Umar ibn Abdul Aziz.
Meskipun Ibn Hazm dan Al Zuhri telah berhasil menghimpun dan mengkodifikasi hadist, akan tetapi kerja kedua ulama tersebut telah hilang dan tidak bisa dijumpai lagi sampai sekarang.
2.  Sistem Pembukuan Hadist
Sistem pembukuan Hadist pada awal pembukuannya agaknya hanya sekedar mengumpulkan saja tampa mperdulikan selektifitas terhadap susunan Hadist Nabi, apakah termasuk didalamnya fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in,“Ulama diperiode ini cendrung mencampur adukkan antara hadist Nabi dengan Fatwa Sahabat dan Tabi’in, mereka belum mengklasifikasikan kandungan nash-nash menurut kelompoknya”.
Dengan demikian pembukuan hadist pada masa ini boleh dikatakan cendrung masih bercampur baur antara hadist dengan fatwa sahabat dan tabi’in.
3. Tokoh-Tokoh Pengumpul Hadist
Setelah periode Abu bakar bin Hazm dan ibnu Shihab Al Zuhri, perode sesudahnya bermunculan ahli hadist yang bertugas sebagai kodifikasi hadist jilid ke-2 yaitu:
a.  Di Mekkah, Ibn Jurraj (w.150 H)
b.  Di Madinah, Abu Ishaq (w.151 H) dan Imam Malik (w.179 H)
c.  Di Basrah, Ar Rabi’ Ibn Shahih (w.160 H), Said Bin abi Arubah (w.156 H) dan Hamud bin Salamah (w. 176 H)
d.  Di Kufah, Sofyan Tsauri (w.161 H).
e.  Di Syam/ Sriya, Al Auza’I (w.156 H).
f.  Di Wasith/Iraq , Hasyim (w.188 H).
g. Di yaman, Ma’mar (w.153 H).
h. Di khurasan/ Iran, jarir Bin Abdul Namid (w.188 H dan Ibnu Mubarrak (w.181 H)
4. Kitab-kitab Hadist yang ditulis pada abad ke-II Hijriah
Kitab-kitab yang disusun pada periode ini jumlahnya relatif sedikit yang sampai kepada umat islam hari ini, diantara karya monumental yang dihasilkan oleh karya terdahulu yang sampai pada masyarakat muslim saat ini adalah :
1). Al Muwatha, oleh Imam Malik
2). Al Musnad, Oleh Imam Syafi’i
3). Iktilaf Al Hadist, oleh Imam Syafi’i
 Hadist ini dipandang unggul dan menempati kedudukan istimewa dikalangan para ahli Hadist dan penggiat ilmu ini.
5. Ciri-ciri Kitab Hadist yang ditulis pada abad ke-II Hijriah
a. Pada umumnya kitab-kitab hadist pada masa ini menghimpun hadist-hadist Rasulullah serta fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in.
b. Himpunan Hadist pada masa ini masih bercampur baur dengan topik yang ada seperti bidang Tafsir, Sirah, Hukum, dan lainnya.
c.  Didalam kitab-kitab hadist pada periode ini belum dijumpai pemisahan antara hadist-hadist yang berkualitas Shahih, Sasan dan Dha’if.

C.    Hadis Pada Masa Ke-III Hijriah, Masa Pemurnian, Penshahihan dan penyempurnaan              Kodifikasi
Periode ini berlangsung pada masa Pemerintahan Khalifah Al Ma’mun sampai pada awal pemerintahan khalifah Al-Muqtadir dari kekhalifahan Dinasti Abbasiyah. Pada masa ini ulama memusatkan perhatian mereka pada pemeliharaan keberadaan dan terutama kemurnian Hadist Nabi SAW, sebagai antisipasi mereka terhadap pemalsuan Hadist yang semakin marak.
1.   Kegiatan Pemalsuan Hadist
Pada abad ke-II hijriah telah banyak melahirkan para Imam Mujtahid di berbagai bidang, diantaranya dibidang Fiqih dan Ilmu Kalam. Meskipun dalam beberapa hal mereka berbeda pendapat, akan tetapi mereka saling merhormati.
Akan tetapi memasuki abad ke-3 Hijriah , para pengikut masing-masing imam berpendapat bahwa imam nya lah yang benar, sehingga menimbulkan bentrokan pendapat yang semakin meruncing. Diantara pengikut fanatik akhirnya menciptakan hadist-hadist palsu dalam rangka memaksakan pendapat mereka.
Dan setelah Khalifah Al Ma’mun berkuasa mendukung golongan Mu’tazilah. Perbedaan pendapat tentang kemakhlukan  Al Qur’an dan siapa yang tidak sependapat akan dipenjara dan disiksa, salah satu Imam yaitu Imam Ahmad Bin Hambal yang tidak mengakuinya. Setelah pemerintahan Al Muwakkil, maka barulah keadaan berubah positif bagi ulama.
2.   Upaya Pelestarian Hadist
Diantara kegiatan yang dilakukan oleh para ulama Hadist dalam rangka memelihara kemurnian Hadist Rasulullah SAW adalah :
a)      Perlawatan ke daerah-daerah
b)      Pengklsifikasian Hadist kepada : Marfu’, Mawquf, dan Maqthu’.
c)      Penyeleksian kualitas Hadist dan pengklasifikasian kepada : Shahih, Hasan, Dha’if.
3.   Tokoh-tokoh Pengumpul Hadist
Diantara tokoh-tokoh Hadist yang lahir pada masa ini adalah : Ali Ibn Madany, Abu Hatim Ar Razy, Muhammad Ibn Jarir ath Thabary, Muhammad Ibn Sa’ad, Ishaq Ibn Rahawaih, Ahmad, Al Bukhari Muslim, An Nasa’I, Abu Daud, At Turmudzy, Ibnu Majah, Ibnu Qutaibah Ad Dainury.
4.   Kitab-Kitab Hadist pada abad ke-III Hijriah
Di abad ke-3 Hijriah ini telah muncul berbagai kitab Hadist yang Agung dan monumental serta menjadi pegangan umat islam sampai sekarang diantaranya adalah :
1). Kitab Shahih Bukhari.
2). Kitab Shahih Muslim.
3). Kitab Sunan Abu dawud
4). Kitab Suann At Thurmudzy
5). Kitab Sunan An Nasa’i
6). Kitab Sunan Ibn Majah.
7). Musnad Ahmad.
D.    Hadist pada abad ke-IV sampai ke-V ( Masa Pemeliharaan, Penertiban, Penambahan, dan Penghimpunan).
1. Kegiatan periwayatan Hadist pada periode ini
Periode ini dimulai pada masa Khlifah Al Muktadir sampai Khalifah Al Muktashim. Meskipun kekuasaan Islam Pada periode ini mulai melemah dan bahkan mengalami keruntuhan pada abad ke-7 Hijriah akibat serangan Hulaqu Khan, Cucu dari Jengis Khan. Kegiatan para Ulama Hadist tetap berlansung sebagaimana periode-periode sebelumnya, hanya saja hadist-hadist yang dihimpun pada periode ini tidaklah sebanyak  penghimpunan pada periode-periode sebelumnya, kitab-kitab hadist yang dihimpun pada periode ini diantaranya adalah :
1). Al Shahih oleh Ibn Khuzaimah.(313 H)
2). Al Anma’wa al Taqsim oleh Ibn Hibban (354 H)
3). Al Musnad oleh Abu Amanah ( 316 H)
4). Al Mustaqa oleh Ibn Jarud.
5). Al Mukhtarah oleh Muhammad Ibn Abd Al Wahid al Maqdisi.
Setelah Lahirnya karya-karya diatas maka kegiatan para ulama berikutnya pada umumnya  hanyalah merujuk pada karya–karya yang telah ada dengan bentuk kegiatan mempelajari, menghafal,  memeriksa dan menyelidiki sanad-sanadnya dan matannya.
2.  Bentuk Penyusunan Kitab Hadist pada masa periode ini
Para Ulama Hadist Periode ini  memperkenalkan sitem baru dalam penusunan Hadist, yaitu :
a). Kitab Athraf, didalam kitab ini penyusunannya hanya menyebutkan sebagian matan hadist tertentu, kemudian menjelaskan seluruh sanad dari matan itu, baik dari sanad kitab hadist yang dikutib matannya ataupun dari kitab-kitab lainya contohnya :
1.         Athraf Al Shahihainis, oleh Al Dimasyqi (400 H)
2.         Athraf Al Shahihainis, oleh Abu Muhammad khalaf Ibn Muhammad al Wasithi (w 401 H)
3.         Athraf Al Sunnah al arrba’ah, oleh  Ibn Asakir al dimasyqi (w 571 H)
4.         Athraf Al Kutub al Sittah, oleh Muhammad Ibn Tharir al Maqdisi  ( 507 H)
b).  Kitab Mustadhrak, Kitab ini memuat matan Hadist  yang diriwayatkan oleh Bukhari atau Muslim, atau keduanya atau lainnya, dan selanjutnya penyusun kitab ini meriwayatkan matan  hadist tersebut dengan sanadnya sendiri, conntoh :
1.      Mustadhrak Shahih Bukhari , oleh Jurjani
2.      Mustadhrak Shahih Muslim, oleh Abu Awanah (316 H)
3.      Mustadhrak Bukhari Muslim, oleh Abu bakar Ibn Abdan al Sirazi (w.388 H)
c). Kitab Mustadhrak, Kitab ini menghimpun hadist-hadist yang memiliki syarat-syarat Bukhari dan Muslim atau yang memiliki salah satu dari keduanya, contoh :
1.         Al Mustdhrak oleh Al Hakim ( 321-405 H)
2.         Al Ilzamat , oleh Al Daruquthni (306-385 H)
d). Kitab Jami’, Kitab ini menghimpun Hadist-hadist yang termuat dalam kitab-kitab yang telah ada yaitu yang menghimpun hadsit shahih Bukhari dan Muslim. Contohnya :
1.         Al Jami’ bayn al Shahihaini , oleh Ibn Al Furat ( Ibn Muhammad Al Humaidi (w.414 H)).
2.         Al Jami’ bayn al Shahihaini, oleh Muhammad Ibn Nashir al Humaidi (488 H)
3.         Al Jami’ bayn al Shahihaini, oleh Al Baqhawi (516 H)

E.     Hadist pada abad ke VII sampai sekarang (masa Pensyarahan, Penghimpuanan , Pen-takhrij-an dan Pembahasannya)
1.  Kegiatan periwayatan Hadist pada periode ini.
Periode ini dimulai sejak kekhalifahan Abbasiyah di Bakhdad ditklukkan oleh tentara Tartar (656 H/1258 M), yang kemudian Kekhalifahan Abbasiyah tersebut dihidupkan kembali  oleh Dinasti Mamluk dari mesir setelah mereka menghancurkan bangsa Mongol tersebut.
Pembaiatan Khalifah oleh Dinasti Mamluk hanyalah sekedar simbol saja agar daerah-daerah islam lainya dapat mengakui Mesir sebagai pusat pemerintahan dan selanjutnya mengakui Dinasti Mamluk sebagai penguasa dunia Islam, akan tetapi pada abad ke-8 H Ustman Kajuk mendirikan kerajaan di Turki diatas puing-puing peninggalan Bani Saljuk di Asia Tengah, sehingga bersama-sama dengan keturunan Ustman menguasai kerajaan-kerajaan kecil yang ada disekitarnya  dan selanjutnya membangun Daulah Ustmaniyah yang berpusat di Turki. Dengan berhasilnya mereka menaklukkan Konstatinopel dan Mesir serta meruntuhkan Dinasti Abbasiyah, maka berpindahlah kekuasaan Islam dari Mesir ke Konstatinopel.
Pada abad ke-13 Hijriyah ( awal abad ke-19 H) Mesir dengan dipimpin oleh Muhammad Ali, mulai bangkit untuk mengembalikan kejayaan Mesir masa silam. Namun Eropa yang dimotori oleh Inggris da Perancis semakin bertambah kuat dan berkeinginan besar untuk menguasai dunia, mereka secara bertahab mulai menguasai daerah-daerah islam , sehingga pada abad ke-19 M sampai ke awal abab 20 M, hampir seluruh wilayah islam dijajah oleh Bangsa Eropa,  kebangkitan kembali dunia islam baru dimulai pada pertengahan abad ke-20 M.
Sejalan dengan keadaan dan kondisi-kondisi dunia islam diatas, maka kegiatan periwayatan hadist pada periode ini lebih banyak dilakukan dengan cara ijazah  dan  Mukatabah. Sedikit sekali ulama hadist pada periode ini melakukan periwayatan hadist secara hapalan sebagaimana dilakukan oleh yang ulama Mutaqaddimin, diantaranya yaitu:
1.         Al Traqi (w.806 H/1404 M) dia berhasil mendiktekan hadist secara hapalan kepada 400 majelis sejak 796 H/1394 M dan juga menulis beberapa kitab hadist.
2.         Ibn Hajar al Asqalani (w. 852 H/ 1448 M) seorang penghapal hadist yang tiada bandinganya pada masanya . Dia telah mendiktekan Hadist kepada 1000 majelis dan menulis sejumlah kitab yang berkaitan dengan Hadsit.
3.         Al Sakhawi (w.902 H/1497 M) murid Ibn Hajar yang telah mendiktekan hadist kepada 1000 majelis dan menulis sejumlah buku.
2. Bentuk Penyusunan kitab Hadist pada periode ini :
Pada periode ini para ulama hadist mempelajari kitab-kitab hadist yang telah ada, dan selanjutnya mengembangkannya  atu meringkasnya sehingga menghasilkan jenis karya sebagai berikut:
a.       Kitab Syarah, yaitu : Jenis kitab yang memuat uraian dan penjelasan kandungan hadist dari kitab tertentu dan hubungannya denagn dalil-dalil lainnya yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadsit ataupun kaidah-kaidah syara’ yang lainnya  contohnya :
1.      Fath Al bari, Oleh Ibn Hajar al Asqalani,  yaitu syarah shahih kitab Al Bukhari.
2.      Al Minhaj, oleh Al Nawawi, yang mensyarahkan kitab shahih Muslim.
3.      Aun al-Ra’hud , oleh Syams al Haq al Achim al Abadi, syarah sunan Abu Dawud.
b.      Kitab Mukhtashar, yaitu kitab yang berisi ringkasan dari suatu kitab Hadist, seperti Mukhtashar Shahih Muslim oleh Muhammad Fu’ad abd Al baqi.
c.       Kitab Zawa’id, yaitu kitab yang menghimpun hadist-hadist dari kitab tertentu yang tidak dimuat.












BAB III
PENUTUP
Dari uraian singkat diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa penulisan hadis telah dimulai saat Nabi Muhammad SAW masih hidup, zaman khulafa urasyidin, tabi’in, tabi’i at-tabi’in namun masih dalam bentuk shahifah.
Pada abad ke dua atas perintah Kahlifah Umar bin Abdul al-Azis kepada Abu bakar bin Muhamad ibn Amr ibn Hazm dan Muhamad bin Shihab Az-Zuhri dilakukan pembukuan hadis (tadwin) dan dilanjutkan usaha-usaha penyeleksian hadis-hadis yang shahih saja.
Pada periode berikutnya (ulama’ mutaakhirin) dilakukan penyusunan, klasifikasi serta pembukuan  hadis-hadis yang diupayakan agar hadis bisa dengan mudah di gunakan oleh masyarakat muslim seluruh dunia.
Faktor yang mempengaruhi pembukuan hadis yang dilakukan para sahabat, tabi’in, tabi’ at-tabi’in adalah semangat dorongan dari Rasul saw. Sedangkan faktor kedua dipengaruhi oleh keadaan politik perebutan kekuasaan, dengan membuat hadis-hadis palsu untuk mencari pengaruh.
Adanya pembukuan hadits mempunyai banyak implikasi-implikasi terhadap perkembangan pemahaman tentang ajaran Islam umumnya, serta perkembangan hadits dan ulumul hadits itu sendiri khususnya.










DAFTAR PUSTAKA

 Nawir Yuslem, Ulumul Hadist, Jakarta : PT. Muhasa Sumber Widya, 2001.
Yusuf Saefullah, Drs. Cecep.Sumarna, M.Ag, Pengantar Ilmu Hadist: PT. Pustaka Baru Quraisy.
M.Hasbi Ash Shiddieqye, Sejarah Pengantar Hadist, Semarang : Bulan Bintang Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqye, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra.

Tidak ada komentar: