BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang banyak menarik
perhatian para peneliti baik dari kalangan sarjana Muslim maupun non Muslim,
karena banyak manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian tersebut. Bagi umat
Islam, mempelajari sejarah Islam selain akan memberikan kebanggaan juga
sekaligus peringatan agar berhati-hati, misalnya dengan mengetahui bahwa umat
Islam dalam sejarah pernah mengalami kemajuan dalam segala bidang selama
beratus-ratus tahun, akan memberikan rasa bangga dan percaya diri menjadi orang
Islam. Demikian pula dengan mengetahui bahwa umat Islam juga mengalami
kemunduran, penjajahan dan keterbelakangan, akan menyadarkan umat Islam untuk
memperbaiki keadaan dirinya dan tampil untuk berjuang mencapai kemajuan.
Sesungguhnya
sejarah sebuah kaum adalah materi utama untuk mendidik generasi penerusnya,
terutama jika umat yang bersangkutan adalah umat yang berperadaban yang tinggi
serta memiliki peranan yang besar dalam memajukan dunia. Saat ini, yang wajib dilakukan umat Islam adalah bagaimana agar mereka
senantiasa belajar dari sejarah, baik tentang hal-hal yang positif maupun
negatif. Dari sinilah akan ditemukan betapa sejarah umat Islam memiliki
keunggulan dari sejarah umat yang lainnya. Pada saat Barat dan Eropa mengalami
apa yang mereka sebut sebagai “zaman kegelapan,” justru peradaban Islam sedang
mengalami kecemerlangan yang ditandai dengan pesatnya perkembangan dan inovasi
ilmu pengetahuan. Dari peradaban Islam inilah, Eropa mendapatkan pencerahan
untuk sampai kepada sebuah kebangkitan.
Berdasarkan dengan pernyataan di atas, penulis ingin memaparkan dan
menjelaskan tentang sebuah sejarah dan peradaban besar Islam yang pernah tumbuh
dan berkembang di benua Eropa, tepatnya di Negara Spanyol yang dulunya terkenal
dengan nama “Andalusia”. Oleh karena itu, penulis ingin mengangkat sebuah
makalah yang berjudul “ISLAM di ANDALUSIA” .
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberapa masalah yang akan di
bahas sebagai berikut :
1.
Bagaimana
proses masuknya Islam di Andalusia ?
2.
Bagaimana
Perkembangan politik dan peradaban di Andalusia ?
C. Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka di penulis berharap :
1.
Mahasiswa/mahasiswi
dapat memahami bagaimana dan mengetahui bagaimana proses masuknya Islam di
Andalusia.
2.
Mahasiswa/mahasiswi
dapat memahami dan mengetahui bagaimana perkembangan politik dan peradaban di
Andalusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masuknya
Islam di Andalusia
Pada tahun
133 M bangsa Romawi dapat menguasai semenanjung Andalusia, di masa pemerintahan
Romawi tersebut masuk pulalah ke sana sejumlah besar bangsa Yahudi, kemudian
pada abad kelima, bangsa Vandal menyerang semenanjung itu, sesudah itu pada
permulaan abad keenam, bangsa Got menyerangnya pula dan mereka mengusir bangsa
Vandal ke pantai Afrika.[1] Demikianlah negeri-negeri di semenanjung itu didiami oleh penduduk yang
berbeda-beda kebangsaan dan agamanya. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya
permusuhan yang meruncing antara orang-orang Masehi dan Yahudi, dan seringkali
orang Yahudi yang mengalami kekalahan. Sementara itu perebutan singgasana
antara pangeran-pangeran di sana hampir-hampir tak henti-hentinya, lebih-lebih
di masa sebelum terjadinya serangan kaum Muslimin ke sana. Faktor-faktor inilah
yang menyebabkan kaum Muslimin memandang ringan terhadap pemerintah dan
kekuatan militer di negeri-negeri itu. Maka timbullah pikiran untuk melancarkan
serangan ke daerah tersebut.[2]
Kemudian datanglah suatu peluang yang baik untuk melaksanakan pikiran itu,
yaitu ketika Roderik merebut singgasana Spanyol--setelah meninggalnya raja Got
Barat “Witiza”--peristiwa ini menyebabkan putra-putra raja Witiza sangat marah
dan mereka meninggalkan Spanyol pergi ke Afrika, di sana mereka mengadakan
perjanjian persekutuan dengan kaum Muslimin. Begitu juga telah terjadi
perselisihan antara Count Julian di satu pihak dan Roderik di pihak lain.
perselisihan ini kabarnya karena Roderik mencemarkan kehormatan puteri dari
Julian, karena itu Julian ingin membalas dendam untuk membela kehormatan dan
nama baiknya. Julian berusaha mendorong dan meminta kaum Muslimin untuk
menyerbu ke Spanyol. Permintaan itu dimajukannya kepada
Gubernur Islam di Afrika Utara yaitu Musa bin Nusair. Ia ditunjuk Khalifah
al-Walid bin Abdul Malik (al-Walid I) 86 H/705 M, Khalifah keenam Dinasti
umayyah, menjadi Gubernur Afrika Utara menggantikan Hasan. Demi menantang
kezaliman dan membantu keadilan, Gubernur Musa memperkenankan permintaan itu,
atas persetujuan dari Khalifah Walid bin Abdul Malik.[3]
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga orang pahlawan Islam yang
berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibnu
Malik. Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nushair. Tharif ibnu Malik adalah orang
yang pertama melakukan penyerbukan ke Spanyol dan dia dapat di sebut sebagai
perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Marokko
dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang diantaranya
adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh
Julian. Dalam penyerbuan itu Tharif mendapat kemenangan dan kembali ke
Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya.
Keberhasilan dan sukses yang diperoleh Tharif ini mendorong Amir Qairawan
untuk melakukan tindakan yang pasti, guna mendapatkan kekuasaan dan stabilitas
di Andalus. Tugas berat ini diserahkannya kepada Thariq bin Ziyad. Maka
berangkatlah Thariq memimpin 7.000 orang tentara yang terdiri dari bangsa
Barbar dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim khalifah Al-Walid. Mereka
menyeberangi selat itu dengan kapal-kapal yang disediakan oleh Julian. Thariq
beserta pasukannya kemudian mendarat dan menempati suatu gunung yang sampai
kini masih dikenal dengan namanya sendiri, yaitu “Jabal Thariq”(Gibraltar).
Setelah berhasil menyeberang ke daratan Spanyol, tiba-tiba Thariq mengambil
langkah yang hingga sampai kini membuat tercengang para ahli sejarah. Ia
membakar perahu-perahu yang digunakan untuk mengangut pasukannya itu. Lalu ia
berdiri di hadapan para tentaranya seraya berpidato dengan lantang berwibawa,
dan tegas. Dalam
pidatonya yang penuh semangat, panglima Thariq berkata;
“Di mana jalan pulang? Laut berada di belakang kalian. Musuh di hadapan kalian.
Sungguh kalian tidak memiliki apa-apa kecuali sikap benar dan sabar.
Musuh-musuh kalian sudah siaga di depan dengan persenjataan mereka. Kekuatan
mereka besar sekali. Sementara kalian tidak memiliki bekal lain kecuali pedang,
dan tidak ada makanan bagi kalian kecuali yang dapat kalian rampas dari tangan
musuh-musuh kalian. Sekiranya perang ini berkepanjangan, dan kalian tidak
segera dapat mengatasinya, akan sirnalah kekuatan kalian. Akan lenyap rasa
gentar mereka terhadap kalian. Oleh karena itu, singkirkanlah sifat hina dari
diri kalian dengan sifat terhormat. Kalian harus rela mati. Sungguh saya
peringatkan kalian akan situasi yang saya pun berusaha menanggulanginya.
Ketahuilah, sekiranya kalian bersabar untuk sedikit menderita, niscaya kalian
akan dapat bersenang-senang dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, janganlah
kalian merasa kecewa terhadapku, sebab nasib kalian tidak lebih buruk daripada
nasibku…”
Selanjutnya ia berteriak kencang: “Perang atau mati!” Pidato yang
menggugah itu merasuk ke dalam sanubari seluruh anggota pasukannya.
Disanalah Thariq mempersiapkan satuan-satuannya untuk menyerbu semenanjung Andalusia yang
luas dan makmur itu. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah,
raja Roderik dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya terus
menaklukkan kota-kota penting seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibukota
kerajaan Goth saat itu). Sebelum Thariq menaklukkan kota Toledo, ia meminta
tambahan pasukan kepada Musa bin Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan
tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq
seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini tidak sebanding dengan pasukan Gothik yang
jauh lebih besar yaitu 100.000 orang.
Musa bin Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran
dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia
berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat
ditaklukannya. Setelah Musa berhasil menaklukkan kota Sidonia, Karmona, Seville
dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothik, ia bergabung dengan
Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota
penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai
Navarre.
Berdasarkan referensi-referensi yang telah dibaca oleh penulis, bahwa
kemenangan-kemenangan tersebut disebabkan oleh faktor eksternal dan internal
yang sangat menguntungkan. Faktor eksternalnya adalah suatu kondisi yang
terdapat di dalam negeri Spanyol. Pada penaklukan Spanyol oleh umat Islam baik
dalam bidang sosial, politik dan ekonomi, negeri ini berada dalam keadaan yang
menyedihkan. Secara politik wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi ke dalam
beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Ghotik bersikap tidak
toleran terhadap agama-agama yang dianut oleh berbagai aliran. Adapun faktor
internalnya adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa,
tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah
Spanyol pada khususnya dan lebih penting lagi adalah ajaran Islam itu sendiri
yang ditunjukan oleh tentara Islam yaitu sifat toleransi, persaudaraan dan
tolong menolong. Sikap toleransi dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi
kaum Muslimim menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam disana.
1. Perkembangan Politik
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya
kerajaan Islam terakhir di sana,[4]
Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari
tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang dilalui umat islam di Spanyol itu
dapat di bagi menjadi beberapa periode:
a)
Periode Pertama (Gerakan Pembebasan)
Periode pertama ini antara tahun 711-755 M, Andalus diperintah oleh para
wali yang diangkat oleh khalifah bani Umayah yang berpusat di Damaskus.[5]
Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara
sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari
luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elit
penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Adapun gangguan dari
luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di
daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan
Islam.
b)
Periode Kedua
Periode ini antara tahun 755-1013 M pada waktu Andalus dikuasai oleh daulah
Umayyah II. Periode ini dibagi dua:
1)
Masa Keamiran
Pada masa ini, spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar
amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan
Islam,[6]
yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasyiah di Baghdad.
Sebagaimana telah diceritakan dalam sejarah Islam bahwa pada tahun
750 M kerajaan bani Umayyah dapat direbut oleh bani Abbasyiah. Naiknya bani
Abbasyiah dalam tahta kerajaan diikuti dengan pembunuhan dan penumpasan
terhadap keluarga bani Umayyah, hanya sedikit warganya yang lolos dari
peristiwa tersebut, diantaranya Abd al-Rahman yang dikenal dalam sejarah Abd
al-Rahman al-Dakhil artinya Abd al-Rahman yang lolos dari pembantaian bani
Abbasyiah. Dengan kecerdikannya, ia dapat mendirikan kerajaan baru di sana, dan
menyebabkan Al-Manshur (pendiri Daulah Abbasiyah) menjadi kagum dan memberinya
gelar “Sakhar Quraisy” (garuda kaum Quraisy).
Masa keamiran
tahun 755-912 M. Masa ini dimulai ketika Abd al-Rahman al-Dakhil, seorang
keturunan bani Umayyah I yang berhasil menyelamatkan diri dari pembunuhan yang
dilakukan bani Abbas di Damaskus, mengambil kekuasaan di Andalus pada masa Amir
Yusuf al-Fihr. Ia kemudian memproklamirkan
berdirinya daulah Umayyah II di Andalus kelanjutan Umayyah I di Damaskus.
2)
Masa
Kekhalifahan
Masa
kekhalifahan tahun 912-1013 M, masa ini mencapai puncaknya di bawah kekuasaan
pemerintahan amir kedelapan, ‘Abd al-Rahman III (912-961), orang pertama yang
menyandang gelar Khalifah. Ia menggelari diri dengan khalifah al-Nashir li
Dinillah. Spanyol telah mencapai puncak kejayaannya di bawah para penguasa
daulah Umayyah, Abd al-Rahman III (912-961 M), al-Hakam II (961-976 M). Pada waktu
itu, ibukota Cordova menyala bagaikan cahaya kilau-kemilau di dalam gelapnya
daratan Eropa dan dengan Baghdad dan Konstantinopel dapat diperkerikakan
sebagai salah satu daripada tiga pusat peradaban dunia. Selama periode Umayyah, Cordova di Spanyol tetap menjadi ibukota dan
menikmati periode kemegahan yang tiada tandingannya, seperti pesaingnya di Irak
(Baghdad).
Awal dari kehancuran khilafah bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam
II (976-1009 M), naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu kekuasaan
aktual berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M, Khalifah menunjuk Ibn
Abi amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius
yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam
dengan menyingkirkan saingan-saingannya. Atas keberhasilan tersebut, ia
mendapat gelar al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan
oleh anaknya al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan.
Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang
tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, Negara yang
tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total.
Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri dan beberapa orang yang
dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan.
Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapus
jabatan Khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali Negara
kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
c)
Periode ketiga
Periode ketiga ini antara tahun 1013-1492 M, ketika umat Islam Andalus terpecah
dan menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Periode ini dibagi menjadi tiga masa:
1) Masa kerajaan-kerajaan kecil yang sifatnya lokal tahun 1013-1086 M. Pada
masa ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh Negara kecil dibawah
pemerintahan raja-raja golongan, masa ini disebut Muluk al-Thawaif, yang
berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya. Pada
masa ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya,
kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang
meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan
tersebut, orang-orang Kristen mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun
kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang
pada masa ini.
2) Masa antara tahun 1086-1235 M, pada masa ini, Spanyol Islam meskipun masih
terpecah dalam beberapa Negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan
yaitu dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M).
Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan
bangsa Barbar di Afrika Utara dipimpin oleh Yusuf ibn Tasyfin. Dinasti
ini datang ke Andalus mengusir umat Kristen yang menyerang Sevilla pada tahun
1086 M, tetapi menggabungkan Muluk al-Thawaif ke dalam dinasti yang
dipimpinnya sampai tahun 1143 M, ketika dinasti ini melemah digantikan oleh
dinasti Barbar lain Al-Muwahhidin (1146-1235 M). Dinasti ini datang ke Andalus dipimpin Abd al-Mu’min. Pada masa putranya
Abu ya’kub Yusuf bin Abd al-Mu’min (1163-1184 M) Andalus mengalami masa
kejayaan. Namun sepeninggal Sultan ini Al-Muwahhidin mengalami kelemahan.
Bersamaan dengan kelemahan yang dialami kaum muslimin, gerakan reconquista
atau pengambilan kembali wilayah-wilayah dari tangan Muslim oleh pasukan Kristen telah dimulai yaitu
ditandai dengan kekalahan kaum Muslimin yang fatal di pertempuran Las Navas de
Tolosa pada tahun 608 H/1212 M. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih
untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Dalam
kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan
Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa
Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M, seluruh Spanyol lepas dari kekuasan
Islam, kecuali Granada yang dikuasai
oleh bani Ahmar sejak tahun 1232 M.
3) Masa antara tahun 1232-1492, ketika umat Islam Andalus bertahan di wilayah
Granada di bawah kuasa dinasti bani Ahmar. Pendiri dinasti ini adalah Sultan
Muhammad bin Yusuf bergelar al-Nasr, oleh karena itu kerajaan ini disebut juga
Nasriyyah. Kerajaan ini merupakan kerajaan terakhir umat Islam Andalus yang
berkuasa di wilayah antara Almeria dan Gibraltar, pesisir Tenggara Andalus.
Dinasti ini dapat bertahan karena dilingkupi oleh bukit sebagai pertahanan dan
mempunyai hubungan yang dekat dengan negeri Islam Afrika Utara yang waktu itu
di bawah kerajaan Marin. Ditambah lagi Granada tempat berkumpulnya pelarian dan
umat Islam dari wilayah selain Andalus ketika wilayah itu dikuasai tentara
Kristen. Oleh karena itu, dinasti ini pernah mencapai kemajuan diantaranya
membangun istana Al-Hambra. Namun pada dekade terakhir abad XIV M dinasti ini
telah lemah akibat perebutan kekuasaan. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh
kerajan Kristen yang telah mempersatukan diri melalui pernikahan antara
Isabella dari Aragon dengan raja Ferdinand dari Castilla untuk bersama-sama
merebut kerajaan Granada. Pada tahun 1487 mereka dapat merebut Malaga, tahun
1489 menguasai Almeria, tahun 1492 menguasai Granada. Raja terakhir Granada,
Abu Abdullah, melarikan diri ke Afrika Utara.
Gerakan reconquista terus berlanjut. Tahun 1499 kerajaan Kristen
Granada melakukan pemaksaan terhadap orang Islam untuk memeluk Kristen,
buku-buku tentang Islam dibakar. Tahun 1502 kerajaan Kristen ini mengeluarkan
perintah supaya orang Islam Granada keluar dari negeri itu kalau tidak mau
menukar agama menjadi Kristen. Umat Islam harus memilih antara masuk Kristen
atau keluar dari Andalus sebagai orang terusir. Maka banyak orang Islam yang
menyembunyikan keislamannya melahirkan kekristenannya. Timbul pula
pemberontakan-pemberontakan. Pada tahun 1596 sekali lagi orang Islam Granada
memberontak dibantu oleh kerajaan Ostmaniyah. Antara tahun 1604-1614 kira-kira
setengah juta orang Islam Spanyol pindah ke Afrika Utara. Ini merupakan
perpindahan terakhir umat Islam Spanyol. Sejak saat itu tak ada lagi umat Islam
di Andalus.
Setelah
peristiwa itu, mereka hilang di mata dunia luar dari panggung sejarah pada abad
kesembilan Hijriah/ketujuh belas Masehi, meskipun demikian, pengaruh Islam dan
budayanya masih bisa dirasakan di Spanyol sampai hari ini.
B. Perkembangan Peradaban Islam di Andalusia
1. Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian
ummat Islam di Andalusia sangat
banyak,[7]
diantaranya:
a) Pembangunan Masjid, Istana, Perkotaan, Pertamanan dan Pemandian Umum
Pembangunan-pembangunan fisik yang
paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota,
istana, masjid, pemukiman, dan taman-taman. Diantara pembangunan yang megah
adalah masjid Cordova, kota al-Zahra, Istana Ja'fariyah di Saragosa, tembok
Toledo, istana al-Makmun, masjid Seville, dan istana al-Hambra di Granada.[8]
Cordova adalah ibu kota Spanyol
sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa
muslim, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun di atas
sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibu
kota Spanyol Islam itu. Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor dari Timur. Di
seputar ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik
pemandangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya
terpancang istana Damsik. Diantara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah
masjid Cordova. Menurut ibn al-Dala'i, terdapat 491 masjid di sana. Disamping
itu, ciri khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di
Cordova saja terdapat sekitar 900 pemandian. Di sekitarnya berdiri
perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tak dapat diminum,
penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang panjangnya 80 Km.
Granada adalah tempat pertahanan
terakhir ummat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan
pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir
kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di
seluruh Eropa. Istana al-Hambra yang
indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam.
Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya. Kisah tentang
kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan kota, istana
al-Gazar, menara Girilda dan lain-lain. Pada abad sepuluh, khalifah juga
membangun sebuah kota kerajaan yakni Madinat al-Zahrah, sebuah kota yang
dihiasi dengan berbagai istana, pancuran air, pertamanan yang megah menandingi
keindahan komplek istana Baghdad.
b) Pembangunan Pertanian (tebu, tembakau dan lain-lain), Irigasi, Industri,
Perkapalan dan Perluasan Perdagangan
Beberapa perkembangan baru yang
didukung oleh kemakmuran ekonomi pada abad kesembilan dan kesepuluh yaitu
perkenalan dengan pertanian irigasi yang didasarkan pada pola-pola negeri Timur
mengantarkan pada pembudidayaan sejumlah tanaman pertanian yang dapat diperjualkanbelikan,
meliputi buah ceri, buah apel, buah delima, ponoh ara, buah kurma, tebu, kapas
dan lain-lain.[9] Tipe
irigasi yang digunakan yaitu tipe irigasi Damaskus (membagi pengairan kepada
setiap petani sesuai ukuran tanah mereka masing-masing), tipe irigasi Yamani
(membagikan air berdasarkan batas waktu pengaliran tertentu) yang diterapkan di
wilayah oasis.
Dalam perdagangan, jalan-jalan dan
pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru
diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya.
Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air
didirikan.
Orang-orang Arab memperkenalkan
pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek
curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi (penyimpanan air). Pengaturan
hidrolik itu dibangun dengan
memperkenalkan roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan naurah
(Spanyol: Noria). Disamping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan
pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan taman-taman. Industri,
disamping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi
Spanyol Islam. Diantaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri
barang-barang tembikar. Pada saat
yang sama, Spanyol memasuki fase perdagangan yang cerah lantaran hancurnya
penguasaan armada Bizantium terhadap wilayah barat Laut Tengah. Beberapa kota
seperti Seville dan Cordova mengalami kemakmuran lantaran melimpahnya produksi
pertanian dan perdagangan internasional.
2.
Perkembangan
Pembangunan
Kemajuan
Bani Umayyah di Andalusia diraih pada masa pengganti Abd al-Rahman al-Dakhil.[10]
Kemajuan Kordova ditandai dengan pembangunan yang megah diantaranya:
1)
Al-Qashr
al-Kabir, kota satelit yang didalamnya terdapat gedung-gedung
istana megah.
2)
Rushafat,
istana yang dikelilingi oleh taman yang di sebelah barat laut Cordova.
3)
Masjid jami’
Cordova, dibangun tahun 170 H/786 M yang hingga kini masih tegak.
4)
Al-Zahra,
kota satelit di bukit pegunungan Sierra Monera pada tahun 325 H/936 M. Kota ini
dilengkapi dengan masjid tanpa atap (kecuali mihrabnya) dan air mengalir
ditengah masjid, danau kecil yang berisi ikan-ikan yang indah, taman hewan
(margasatwa), pabrik senjata, dan pabrik perhiasan.
3.
Perkembangan
Ekonomi
Perkembangan
baru spanyol juga didukung oleh kemakmuran ekonomi pada abad ke-9 dan abad
ke-10. Perkenalan dengan pertanian irigasi yang didasarkan pada pola-pola
negeri Timur mengantarkan pada pembudidayaan sejumlah tanaman pertanian yang
dapat diperjual-belikan , meliputi buah ceri, apel, buah delima, pohon ara,
buah kurma, tebu, pisang, kapas, rami dan sutera. Pada saat yang sama, Spanyol
memasuki fase perdagangan yang cerah lantaran hancurnya penguasaan armada
Bizantium terhadap wilayah barat laut Tengah. Beberapa kota seperti seville dan
Cordova mengalami kemakmuran lantaran melimpahnya produksi pertanian dan
perdagangan internasional.
4.
Perkembangan
Intelektual
Dalam masa
lebih dari tujuh abad kekuasan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai
kejayaannya di sana. Banyak sekali kontribusi bagi kebangunan budaya Barat.
Kebangkitan intelektual dan kebangunan kultural Barat terjadi setelah
sarjana-sarjana Eropa mempelajari, mendalami dan menimba begitu banyak
ilmu-ilmu Islam dengan cara menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan Islam ke
dalam bahasa Eropa. Mereka dengan tekun mempelajari bahasa Arab untuk dapat
menerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan Islam.
Dalam
sejarah Andalusia, kota Toledo pernah menjadi pusat penerjemahan. Banyak
sarjana-sarjana Eropa yang berdatangan ke kota Toledo untuk belajar dan
mendalami buku-buku ilmu pengetahuan Islam. Islam di Spanyol telah mencatat
satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Sains
dan Teknologi.
Masyarakat
Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas
Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang spanyol yang masuk
Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah
(penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman
dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi,
Kristen Mujareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran
Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan sumbangan
intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalusia yang melahirkan
kebangkitan llmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol. Disamping dari
faktor kemajemukan masyarakatnya, negeri yang subur juga mendorong negeri
Spanyol dalam mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya
banyak menghasilkan pemikir. Berikut dibawah ini uraian mengenai perkembangan
intelektual di masing-masing bidang:
a)
Astronomi
Di bidang astronomi, sarjana Islam al-Khawarizmi
banyak sekali memberikan sumbangannya dengan karya-karyanya dan mempunyai
pengaruh terbesar terhadap kontribusi ilmu pasti diantara semua penulis di abad
pertengahan. Ia menulis buku al Jabr wa al-Muqabalah, yang memuat daftar
astronomi yang tertua dan al-Khwarizmi merupakan orang pertama yang menyusun
buku ilmu berhitung dan aljabar.
Namun disamping itu, tokoh yang paling terkenal dalam
ilmu astronomi adalah Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash. Ia dapat menentukan waktu
terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil
membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan
bintang. Ada pula Al-majiriyah dari Cordova, al-Zarqali dari Toledo dan Ibn
Aflah dari Seville, merupakan para pakar ilmu perbintangan yang sangat terkenal
saat itu.
b)
Matematika
Ilmu eksakta yakni matematika mulai berkembang karena
didorong dengan adanya perkembangan filsafat. Ilmu pasti dikembangkan orang
Arab berasal dari buku India yaitu Sinbad, yang diterjemahkan dalam bahasa Arab
oleh Ibrahim al-fazari (154 H/ 771 M). Dengan perantara buku ini, kemudian
Nasawi seorang pakar matematika memperkenalkan angka-angka India seperti 0,1,
2, hingga 9), sehingga angka-angka India di Eropa lebih dikenal dengan angka
Arab.
c) Filsafat
Sumbangan Islam dalam filsafat tak kurang pula
terhadap dunia Barat. Minat filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan
pada abad ke-9 M di masa Khilafah Bani Umayyah, Muhammad ibn Abd al-Rahman
(832-886 M). Karya-karya ilmiah dan filosofis dalam jumlah besar diimpor
dari Timur, sehingga Cordova menjadi perpustakaan dan universitas besar yang
dapat menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan didunia Islam.
Dalam keadaan ini, maka Spanyol banyak melahirkan filosof-filosof besar.
Tokoh pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol
adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh (Ibn Bajjah). Ia lahir di Saragosa, lalu
pindah ke Sevilla dan Granada. Ia bersifat etis dan eskatologi dalam masalah
yang dikemukakannya seperti al-Farabi dan Ibn Sina. Magnum opusnya adalah
tadbir al-Mutawahhid.Tokoh kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli
Wadi Asy (sebuah dusun kecil disebelah timur Granada. Karya filsafatnya yang
sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Abad 12 sampai abad 16, aliran Ibn Rusyd (1126-1198 M)
mendominasi lapangan filsafat di Iberia dan Eropa. Ibn Rusyd dari Cordova ini,
dikenal sebagai komentator pikiran-pikiran Aristoteles sehingga dijuluki
Aristoteles II. Ia juga memiliki ciri kehati-hatian dalam menggeluti
masalah-masalah tentang keserasian filsafat dan agama. Sedang al-Kindi terkenal
dengan menggabungkan dalil-dalil Plato dan Aristoteles dengan cara
Neo-Platonis.
d) Kedokteran
Ada banyak sumbangan Islam yang sangat menonjol dan
telah menjadi dasar kemajuan Barat dalam ilmu kedokteran. Dokter Islam,
al-Kindi (809-873 M), telah menulis buku Ilmu Mata yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin menjadi Optics. Selain itu, terkenal pula ar-Razi (865-925 M) yang
oleh orang Barat-Latin disebut Rhazez. Ia mengarang sebuah buku kedokteran
berjudul al-Hawi. Buku tersebut telah diterjemahkan oleh Faraj bin Salim
(seorang tabib Yahudi dari Sicilia) ke dalam bahasa Latin dengan judul Continens
atas perintah Raja Farel dari Anyou. Ia memuat dan merangkum ilmu ketabiban
dari Persi, Yunani dan Hindu, dan hasil-hasil penyelidikan.[11]
Ahli kedokteran yang terkenal pada saat itu antara
lain adalah Abu al-Qasim al-Zahrawi. Di Eropa ia dikenal dengan nama
Abulcassis. Beliau adalah seorang ahli bedah terkenal dan menjadi dokter
istana. Ia wafat pada tahun 1013 M. Di antara karyanya yang terkenal adalah
al-tasrif terdiri dari 30 jilid. Selain al-Qasim, terdapat seorang filosuf
besar bernama Ibn Rusyd yang juga ahli dalam bidang kedokteran. Di antara karya
besarnya adalah Kulliyat al-Thib.
Dokter islam lain yang terkenal adalah Ibnu Sina
(Avecinna). Ia menulis buku yang berjudul al-Qonun fit-Thib,
diterjemahkan dalam bahasa Latin dengan judul Qonun of Medicine dan
menjadi buku pegangan diperguruan-perguruan tinggi selama 30 tahun terakhir
dari abad 15. Buku kedoteran lain Ibn Sina berjudul Materia Medica
memuat kira-kira 760 macam ilmu dipakai pedoman terutama di Barat. Dikatakan
oleh William Osler, bahwa diantara kitab-kitab yang lain, kitab Ibnu Sina lah
yang tetap merupakan dasar ilmu ketabiban untuk masa yang paling lama.
e) Sastra
Lahirnya karya-karya sastra di dorong oleh kemajuan
bahasa pada waktu itu. Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam
pemerintahan Islam di Spanyol baik oleh orang-orang Islam maupun non-islam.
Bahkan, penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga
banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara
maupun tata bahasa. Karya-karya sastra yang banyak bermunculan, seperti al-‘Iqd
al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirah fi Mahasin Ahl al-Jazirah
oleh Ibn Bassam, kitab al-Qalaid karya al-Fath Ibn Khaqan, dan banyak
lagi yang lain.
f) Sejarah
Dalam bidang ilmu sejarah ternyata karya-karya ilmu
sejarah ternyata juga memberikan sumbangan dan pengaruh dalam
pemikiran-pemikiran sarjana Barat. Ibnu Khaldun, melalui karya Muqaddimah-nya,
dialah yang pertama kali mengemukakan teori perkembangan sejarah, baik
berdasarkan penyelidikan faktor jasmani dan iklim, maupun kekuatan moral dan
ruhani. Sebagai orang yang mencari dan merumuskan hukum kemajuan dan keruntuhan
bangsa, maka Ibnu Khaldun dapat dianggap sebagai pencipta ilmu baru, karena tak
ada penulis Arab maupun Eropa yang mempunyai pandangan sejarah yang sejelas itu
dan mengulasnya secara filsafat.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan secara komprehensif, maka penulis
akan menarik beberapa simpulan dan analisis yang terkait dengan rumusan masalah
tersebut.
1.
Awal proses masuknya Islam di Andalusia adalah diawali dengan penyerbuan
pasukan Islam Afrika Utara yang dipimpin oleh Tharif Ibnu Malik, orang
kepercayaan Musa ibn Nusair, gubernur terkemuka di Afrika Utara pada periode
Umayyah. Keberhasilan dan sukses yang diperoleh Tharif ini mendorong Amir
Qairawan untuk
melakukan tindakan yang pasti, guna mendapatkan kekuasaan dan stabilitas di
Andalus. Tugas berat ini diserahkannya kepada Thariq bin Ziyad. Maka
berangkatlah Thariq beserta pasukannya, kemudian mereka mendarat dan menempati
suatu gunung yang sampai kini masih dikenal dengan namanya sendiri, yaitu “Jabal
Thariq”(Gibraltar). Disanalah Thariq mempersiapkan satuan-satuannya untuk
menyerbu semenanjung Andalusia yang luas dan makmur itu. Setelah itu
berkembanglah Islam di sana selama lebih dari tujuh abad.
2.
Perkembangan politik Islam di Andalusia terbagi menjadi beberapa periode
yaitu:
a) Periode Pertama (Gerakan
Pembebasan) tahun 711-755 M, Andalus diperintah oleh para wali yang diangkat
oleh khalifah bani Umayah yang berpusat di Damaskus.
b) Periode Kedua tahun 755-1013 M
pada waktu Andalus dikuasai oleh daulah Umayyah II. Periode ini dibagi
dua.
1) Masa Keamiran (755-912 M).
Masa ini dimulai ketika Abd al-Rahman al-Dakhil, seorang keturunan bani Umayyah
I yang berhasil menyelamatkan diri dari pembunuhan yang dilakukan bani Abbas di
Damaskus, ia mengambil kekuasaan di Andalus pada masa Amir Yusuf al-Fihr,
kemudian memproklamirkan berdirinya daulah Umayyah II di Andalus kelanjutan
Umayyah I di Damaskus.
2) Masa
Kekhalifahan (912-1013 M), masa ini mencapai puncaknya di bawah kekuasaan
pemerintahan amir kedelapan, ‘Abd al-Rahman III (912-961), orang pertama yang
menyandang gelar Khalifah. Awal dari kehancuran khilafah bani Umayyah di
Spanyol adalah ketika Hisyam II (976-1009 M), naik tahta dalam usia sebelas
tahun, dan kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat.
Adapun di
bidang peradaban Andalusia mengalami kemajuan antara lain:
1)
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan intelektual seperti filsafat, sains, fikih, tafsir, hadis, tasawuf, musik, kesenian, bahasa dan Sastra
2)
Kemegahan
Pembangunan Fisik diantaranya:
a.
Pembangunan Masjid, Istana, Perkotaan, Pertamanan dan Pemandian Umum.
b.
Pembangunan Pertanian (tebu, tembakau dan lain-lain), Irigasi, Industri,
Perkapalan dan Perluasan Perdagangan.
B. Saran
Penulis berharap
makalah ini dapat dijadikan media pembelajaran kita untuk lebih mengetahui
bagaimana sejarah masuknya Islam di Andalusia dan perkembangan-perkembanganya.
[1] Ponda
Samarkandi, http://ponda-samarkand.blogspot.com/2013/01/sejarah-islam-di-andalusia.html. Di akses pada 02-mei-2013 pukul 19.00 wib.
[4] Harkaman,
http//SEJARAH PERADABAN ISLAM DI
ANDALUSIA _ HARKAMAN.htm. Diakses pada 02-mei-2013 pukul 19.30 wib.
[5] Rudi
Arlan Al-farisi, Sejarah-islam-di-andalusia-htm.
Diakses pada 03-mei-2013 pukul 19.40 wib
[6] Ponda Samarkandi, op.cit.
[7] Syaifur Rohaman
al-Muntasiri, http//islam-di-andalusia-masa-perkembangan.html.
Diakses pada 03-mei-2013 pukul 20.15 wib.
[8] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar