Kotak Saran

tombol masukan dan saran

Kamis, 19 Februari 2015

Makalah Sejarah Peradaban Islam: Islam di Andalusia



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Sejarah Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang banyak menarik perhatian para peneliti baik dari kalangan sarjana Muslim maupun non Muslim, karena banyak manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian tersebut. Bagi umat Islam, mempelajari sejarah Islam selain akan memberikan kebanggaan juga sekaligus peringatan agar berhati-hati, misalnya dengan mengetahui bahwa umat Islam dalam sejarah pernah mengalami kemajuan dalam segala bidang selama beratus-ratus tahun, akan memberikan rasa bangga dan percaya diri menjadi orang Islam. Demikian pula dengan mengetahui bahwa umat Islam juga mengalami kemunduran, penjajahan dan keterbelakangan, akan menyadarkan umat Islam untuk memperbaiki keadaan dirinya dan tampil untuk berjuang mencapai kemajuan.
Sesungguhnya sejarah sebuah kaum adalah materi utama untuk mendidik generasi penerusnya, terutama jika umat yang bersangkutan adalah umat yang berperadaban yang tinggi serta memiliki peranan yang besar dalam memajukan dunia. Saat ini, yang wajib dilakukan umat Islam adalah bagaimana agar mereka senantiasa belajar dari sejarah, baik tentang hal-hal yang positif maupun negatif. Dari sinilah akan ditemukan betapa sejarah umat Islam memiliki keunggulan dari sejarah umat yang lainnya. Pada saat Barat dan Eropa mengalami apa yang mereka sebut sebagai “zaman kegelapan,” justru peradaban Islam sedang mengalami kecemerlangan yang ditandai dengan pesatnya perkembangan dan inovasi ilmu pengetahuan. Dari peradaban Islam inilah, Eropa mendapatkan pencerahan untuk sampai kepada sebuah kebangkitan.
Berdasarkan dengan pernyataan di atas, penulis ingin memaparkan dan menjelaskan tentang sebuah sejarah dan peradaban besar Islam yang pernah tumbuh dan berkembang di benua Eropa, tepatnya di Negara Spanyol yang dulunya terkenal dengan nama “Andalusia”. Oleh karena itu, penulis ingin mengangkat sebuah makalah yang berjudul “ISLAM di ANDALUSIA” .



B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberapa masalah yang akan di bahas sebagai berikut :
1.      Bagaimana proses masuknya Islam di Andalusia ?
2.      Bagaimana Perkembangan politik dan peradaban di Andalusia ?
C.  Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka di penulis berharap :
1.        Mahasiswa/mahasiswi dapat memahami bagaimana dan mengetahui bagaimana proses masuknya Islam di Andalusia.
2.        Mahasiswa/mahasiswi dapat memahami dan mengetahui bagaimana perkembangan politik dan peradaban di Andalusia.





                                                 















BAB II
PEMBAHASAN

A.  Masuknya Islam di Andalusia
Pada tahun 133 M bangsa Romawi dapat menguasai semenanjung Andalusia, di masa pemerintahan Romawi tersebut masuk pulalah ke sana sejumlah besar bangsa Yahudi, kemudian pada abad kelima, bangsa Vandal menyerang semenanjung itu, sesudah itu pada permulaan abad keenam, bangsa Got menyerangnya pula dan mereka mengusir bangsa Vandal ke pantai Afrika.[1] Demikianlah negeri-negeri di semenanjung itu didiami oleh penduduk yang berbeda-beda kebangsaan dan agamanya. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya permusuhan yang meruncing antara orang-orang Masehi dan Yahudi, dan seringkali orang Yahudi yang mengalami kekalahan. Sementara itu perebutan singgasana antara pangeran-pangeran di sana hampir-hampir tak henti-hentinya, lebih-lebih di masa sebelum terjadinya serangan kaum Muslimin ke sana. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan kaum Muslimin memandang ringan terhadap pemerintah dan kekuatan militer di negeri-negeri itu. Maka timbullah pikiran untuk melancarkan serangan ke daerah tersebut.[2]
Kemudian datanglah suatu peluang yang baik untuk melaksanakan pikiran itu, yaitu ketika Roderik merebut singgasana Spanyol--setelah meninggalnya raja Got Barat “Witiza”--peristiwa ini menyebabkan putra-putra raja Witiza sangat marah dan mereka meninggalkan Spanyol pergi ke Afrika, di sana mereka mengadakan perjanjian persekutuan dengan kaum Muslimin. Begitu juga telah terjadi perselisihan antara Count Julian di satu pihak dan Roderik di pihak lain. perselisihan ini kabarnya karena Roderik mencemarkan kehormatan puteri dari Julian, karena itu Julian ingin membalas dendam untuk membela kehormatan dan nama baiknya. Julian berusaha mendorong dan meminta kaum Muslimin untuk menyerbu ke Spanyol. Permintaan itu dimajukannya kepada Gubernur Islam di Afrika Utara yaitu Musa bin Nusair. Ia ditunjuk Khalifah al-Walid bin Abdul Malik (al-Walid I) 86 H/705 M, Khalifah keenam Dinasti umayyah, menjadi Gubernur Afrika Utara menggantikan Hasan. Demi menantang kezaliman dan membantu keadilan, Gubernur Musa memperkenankan permintaan itu, atas persetujuan dari Khalifah Walid bin Abdul Malik.[3]
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga orang pahlawan Islam yang berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibnu Malik. Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nushair. Tharif ibnu Malik adalah orang yang pertama melakukan penyerbukan ke Spanyol dan dia dapat di sebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Marokko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan itu Tharif  mendapat kemenangan dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya.
Keberhasilan dan sukses yang diperoleh Tharif ini mendorong Amir Qairawan untuk melakukan tindakan yang pasti, guna mendapatkan kekuasaan dan stabilitas di Andalus. Tugas berat ini diserahkannya kepada Thariq bin Ziyad. Maka berangkatlah Thariq memimpin 7.000 orang tentara yang terdiri dari bangsa Barbar dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim khalifah Al-Walid. Mereka menyeberangi selat itu dengan kapal-kapal yang disediakan oleh Julian. Thariq beserta pasukannya kemudian mendarat dan menempati suatu gunung yang sampai kini masih dikenal dengan namanya sendiri, yaitu “Jabal Thariq”(Gibraltar).
Setelah berhasil menyeberang ke daratan Spanyol, tiba-tiba Thariq mengambil langkah yang hingga sampai kini membuat tercengang para ahli sejarah. Ia membakar perahu-perahu yang digunakan untuk mengangut pasukannya itu. Lalu ia berdiri di hadapan para tentaranya seraya berpidato dengan lantang berwibawa, dan tegas. Dalam pidatonya yang penuh semangat, panglima Thariq berkata;
“Di mana jalan pulang? Laut berada di belakang kalian. Musuh di hadapan kalian. Sungguh kalian tidak memiliki apa-apa kecuali sikap benar dan sabar. Musuh-musuh kalian sudah siaga di depan dengan persenjataan mereka. Kekuatan mereka besar sekali. Sementara kalian tidak memiliki bekal lain kecuali pedang, dan tidak ada makanan bagi kalian kecuali yang dapat kalian rampas dari tangan musuh-musuh kalian. Sekiranya perang ini berkepanjangan, dan kalian tidak segera dapat mengatasinya, akan sirnalah kekuatan kalian. Akan lenyap rasa gentar mereka terhadap kalian. Oleh karena itu, singkirkanlah sifat hina dari diri kalian dengan sifat terhormat. Kalian harus rela mati. Sungguh saya peringatkan kalian akan situasi yang saya pun berusaha menanggulanginya. Ketahuilah, sekiranya kalian bersabar untuk sedikit menderita, niscaya kalian akan dapat bersenang-senang dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, janganlah kalian merasa kecewa terhadapku, sebab nasib kalian tidak lebih buruk daripada nasibku…”
Selanjutnya ia berteriak kencang: “Perang atau mati!” Pidato yang menggugah itu merasuk ke dalam sanubari seluruh anggota pasukannya.
Disanalah Thariq   mempersiapkan satuan-satuannya untuk menyerbu semenanjung Andalusia yang luas dan makmur itu. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, raja Roderik dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibukota kerajaan Goth saat itu). Sebelum Thariq menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa bin Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini tidak sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar yaitu 100.000 orang.
Musa bin Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukannya. Setelah Musa berhasil menaklukkan kota Sidonia, Karmona, Seville dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothik, ia bergabung dengan Thariq  di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Berdasarkan referensi-referensi yang telah dibaca oleh penulis, bahwa kemenangan-kemenangan tersebut disebabkan oleh faktor eksternal dan internal yang sangat menguntungkan. Faktor eksternalnya adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol. Pada penaklukan Spanyol oleh umat Islam baik dalam bidang sosial, politik dan ekonomi, negeri ini berada dalam keadaan yang menyedihkan. Secara politik wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Ghotik bersikap tidak toleran terhadap agama-agama yang dianut oleh berbagai aliran. Adapun faktor internalnya adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya dan lebih penting lagi adalah ajaran Islam itu sendiri yang ditunjukan oleh tentara Islam yaitu sifat toleransi, persaudaraan dan tolong menolong. Sikap toleransi dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum Muslimim menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam disana.
1.    Perkembangan Politik
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana,[4] Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang dilalui umat islam di Spanyol itu dapat di bagi menjadi beberapa periode:
a)   Periode Pertama (Gerakan Pembebasan)
Periode pertama ini antara tahun 711-755 M, Andalus diperintah oleh para wali yang diangkat oleh khalifah bani Umayah yang berpusat di Damaskus.[5] Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elit penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Adapun gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam.
b)   Periode Kedua
Periode ini antara tahun 755-1013 M pada waktu Andalus dikuasai oleh daulah Umayyah II. Periode ini dibagi dua:
1)   Masa Keamiran
Pada masa ini, spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam,[6] yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasyiah di Baghdad.
Sebagaimana telah diceritakan dalam sejarah Islam bahwa  pada tahun 750 M kerajaan bani Umayyah dapat direbut oleh bani Abbasyiah. Naiknya bani Abbasyiah dalam tahta kerajaan diikuti dengan pembunuhan dan penumpasan terhadap keluarga bani Umayyah, hanya sedikit warganya yang lolos dari peristiwa tersebut, diantaranya Abd al-Rahman yang dikenal dalam sejarah Abd al-Rahman al-Dakhil artinya Abd al-Rahman yang lolos dari pembantaian bani Abbasyiah. Dengan kecerdikannya, ia dapat mendirikan kerajaan baru di sana, dan menyebabkan Al-Manshur (pendiri Daulah Abbasiyah) menjadi kagum dan memberinya gelar “Sakhar Quraisy” (garuda kaum Quraisy).
Masa keamiran tahun 755-912 M. Masa ini dimulai ketika Abd al-Rahman al-Dakhil, seorang keturunan bani Umayyah I yang berhasil menyelamatkan diri dari pembunuhan yang dilakukan bani Abbas di Damaskus, mengambil kekuasaan di Andalus pada masa Amir Yusuf al-Fihr. Ia kemudian memproklamirkan berdirinya daulah Umayyah II di Andalus kelanjutan Umayyah I di Damaskus.
2)   Masa Kekhalifahan
Masa kekhalifahan tahun 912-1013 M, masa ini mencapai puncaknya di bawah kekuasaan pemerintahan amir kedelapan, ‘Abd al-Rahman III (912-961), orang pertama yang menyandang gelar Khalifah. Ia menggelari diri dengan khalifah al-Nashir li Dinillah. Spanyol telah mencapai puncak kejayaannya di bawah para penguasa daulah Umayyah, Abd al-Rahman III (912-961 M), al-Hakam II (961-976 M). Pada waktu itu, ibukota Cordova menyala bagaikan cahaya kilau-kemilau di dalam gelapnya daratan Eropa dan dengan Baghdad dan Konstantinopel dapat diperkerikakan sebagai salah satu daripada tiga pusat peradaban dunia. Selama periode Umayyah, Cordova di Spanyol tetap menjadi ibukota dan menikmati periode kemegahan yang tiada tandingannya, seperti pesaingnya di Irak (Baghdad).
Awal dari kehancuran khilafah bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam II (976-1009 M), naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M, Khalifah menunjuk Ibn Abi amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan saingan-saingannya. Atas keberhasilan tersebut, ia mendapat gelar al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, Negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total.
  Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri dan beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapus jabatan Khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali Negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
c)   Periode ketiga
Periode ketiga ini antara tahun 1013-1492 M, ketika umat Islam Andalus terpecah dan menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Periode ini dibagi menjadi tiga masa:
1)  Masa kerajaan-kerajaan kecil yang sifatnya lokal tahun 1013-1086 M. Pada masa ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh Negara kecil dibawah pemerintahan raja-raja golongan, masa ini disebut Muluk al-Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya. Pada masa ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan tersebut, orang-orang Kristen mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada masa ini.
2)  Masa antara tahun 1086-1235 M, pada masa ini, Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa Negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan yaitu dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan bangsa Barbar di Afrika Utara dipimpin oleh Yusuf ibn Tasyfin. Dinasti ini datang ke Andalus mengusir umat Kristen yang menyerang Sevilla pada tahun 1086 M, tetapi menggabungkan Muluk al-Thawaif ke dalam dinasti yang dipimpinnya sampai tahun 1143 M, ketika dinasti ini melemah digantikan oleh dinasti Barbar lain Al-Muwahhidin (1146-1235 M). Dinasti ini datang ke Andalus dipimpin Abd al-Mu’min. Pada masa putranya Abu ya’kub Yusuf bin Abd al-Mu’min (1163-1184 M) Andalus mengalami masa kejayaan. Namun sepeninggal Sultan ini Al-Muwahhidin mengalami kelemahan. Bersamaan dengan kelemahan yang dialami kaum muslimin, gerakan reconquista atau pengambilan kembali wilayah-wilayah dari tangan Muslim oleh pasukan Kristen telah dimulai yaitu ditandai dengan kekalahan kaum Muslimin yang fatal di pertempuran Las Navas de Tolosa pada tahun 608 H/1212 M. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M, seluruh Spanyol lepas dari kekuasan Islam, kecuali Granada yang dikuasai oleh bani Ahmar sejak tahun 1232 M.
3)  Masa antara tahun 1232-1492, ketika umat Islam Andalus bertahan di wilayah Granada di bawah kuasa dinasti bani Ahmar. Pendiri dinasti ini adalah Sultan Muhammad bin Yusuf bergelar al-Nasr, oleh karena itu kerajaan ini disebut juga Nasriyyah. Kerajaan ini merupakan kerajaan terakhir umat Islam Andalus yang berkuasa di wilayah antara Almeria dan Gibraltar, pesisir Tenggara Andalus. Dinasti ini dapat bertahan karena dilingkupi oleh bukit sebagai pertahanan dan mempunyai hubungan yang dekat dengan negeri Islam Afrika Utara yang waktu itu di bawah kerajaan Marin. Ditambah lagi Granada tempat berkumpulnya pelarian dan umat Islam dari wilayah selain Andalus ketika wilayah itu dikuasai tentara Kristen. Oleh karena itu, dinasti ini pernah mencapai kemajuan diantaranya membangun istana Al-Hambra. Namun pada dekade terakhir abad XIV M dinasti ini telah lemah akibat perebutan kekuasaan. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh kerajan Kristen yang telah mempersatukan diri melalui pernikahan antara Isabella dari Aragon dengan raja Ferdinand dari Castilla untuk bersama-sama merebut kerajaan Granada. Pada tahun 1487 mereka dapat merebut Malaga, tahun 1489 menguasai Almeria, tahun 1492 menguasai Granada. Raja terakhir Granada, Abu Abdullah, melarikan diri ke Afrika Utara.
Gerakan reconquista terus berlanjut. Tahun 1499 kerajaan Kristen Granada melakukan pemaksaan terhadap orang Islam untuk memeluk Kristen, buku-buku tentang Islam dibakar. Tahun 1502 kerajaan Kristen ini mengeluarkan perintah supaya orang Islam Granada keluar dari negeri itu kalau tidak mau menukar agama menjadi Kristen. Umat Islam harus memilih antara masuk Kristen atau keluar dari Andalus sebagai orang terusir. Maka banyak orang Islam yang menyembunyikan keislamannya melahirkan kekristenannya. Timbul pula pemberontakan-pemberontakan. Pada tahun 1596 sekali lagi orang Islam Granada memberontak dibantu oleh kerajaan Ostmaniyah. Antara tahun 1604-1614 kira-kira setengah juta orang Islam Spanyol pindah ke Afrika Utara. Ini merupakan perpindahan terakhir umat Islam Spanyol. Sejak saat itu tak ada lagi umat Islam di Andalus.
Setelah peristiwa itu, mereka hilang di mata dunia luar dari panggung sejarah pada abad kesembilan Hijriah/ketujuh belas Masehi, meskipun demikian, pengaruh Islam dan budayanya masih bisa dirasakan di Spanyol sampai hari ini.
B.  Perkembangan Peradaban Islam di Andalusia
1.    Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian ummat Islam di Andalusia sangat banyak,[7] diantaranya:
a)      Pembangunan Masjid, Istana, Perkotaan, Pertamanan dan Pemandian Umum
Pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman, dan taman-taman. Diantara pembangunan yang megah adalah masjid Cordova, kota al-Zahra, Istana Ja'fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana al-Makmun, masjid Seville, dan istana al-Hambra di Granada.[8]
Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa muslim, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibu kota Spanyol Islam itu. Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik pemandangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana Damsik. Diantara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah masjid Cordova. Menurut ibn al-Dala'i, terdapat 491 masjid di sana. Disamping itu, ciri khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di Cordova saja terdapat sekitar 900 pemandian. Di sekitarnya berdiri perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tak dapat diminum, penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang panjangnya 80 Km.
Granada adalah tempat pertahanan terakhir ummat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana al-Hambra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya. Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan kota, istana al-Gazar, menara Girilda dan lain-lain. Pada abad sepuluh, khalifah juga membangun sebuah kota kerajaan yakni Madinat al-Zahrah, sebuah kota yang dihiasi dengan berbagai istana, pancuran air, pertamanan yang megah menandingi keindahan komplek istana Baghdad.
b)     Pembangunan Pertanian (tebu, tembakau dan lain-lain), Irigasi, Industri, Perkapalan dan Perluasan Perdagangan
Beberapa perkembangan baru yang didukung oleh kemakmuran ekonomi pada abad kesembilan dan kesepuluh yaitu perkenalan dengan pertanian irigasi yang didasarkan pada pola-pola negeri Timur mengantarkan pada pembudidayaan sejumlah tanaman pertanian yang dapat diperjualkanbelikan, meliputi buah ceri, buah apel, buah delima, ponoh ara, buah kurma, tebu, kapas dan lain-lain.[9] Tipe irigasi yang digunakan yaitu tipe irigasi Damaskus (membagi pengairan kepada setiap petani sesuai ukuran tanah mereka masing-masing), tipe irigasi Yamani (membagikan air berdasarkan batas waktu pengaliran tertentu) yang diterapkan di wilayah oasis.
Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan.
Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi (penyimpanan air). Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan naurah (Spanyol: Noria). Disamping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan taman-taman. Industri, disamping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Diantaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar. Pada saat yang sama, Spanyol memasuki fase perdagangan yang cerah lantaran hancurnya penguasaan armada Bizantium terhadap wilayah barat Laut Tengah. Beberapa kota seperti Seville dan Cordova mengalami kemakmuran lantaran melimpahnya produksi pertanian dan perdagangan internasional.
2.    Perkembangan Pembangunan
Kemajuan Bani Umayyah di Andalusia diraih pada masa pengganti Abd al-Rahman al-Dakhil.[10] Kemajuan Kordova ditandai dengan pembangunan yang megah diantaranya:
1)      Al-Qashr al-Kabir, kota satelit yang didalamnya terdapat gedung-gedung istana megah.
2)      Rushafat, istana yang dikelilingi oleh taman yang di sebelah barat laut Cordova.
3)      Masjid jami’ Cordova, dibangun tahun 170 H/786 M yang hingga kini masih tegak.
4)      Al-Zahra, kota satelit di bukit pegunungan Sierra Monera pada tahun 325 H/936 M. Kota ini dilengkapi dengan masjid tanpa atap (kecuali mihrabnya) dan air mengalir ditengah masjid, danau kecil yang berisi ikan-ikan yang indah, taman hewan (margasatwa), pabrik senjata, dan pabrik perhiasan.
3.    Perkembangan Ekonomi
Perkembangan baru spanyol juga didukung oleh kemakmuran ekonomi pada abad ke-9 dan abad ke-10. Perkenalan dengan pertanian irigasi yang didasarkan pada pola-pola negeri Timur mengantarkan pada pembudidayaan sejumlah tanaman pertanian yang dapat diperjual-belikan , meliputi buah ceri, apel, buah delima, pohon ara, buah kurma, tebu, pisang, kapas, rami dan sutera. Pada saat yang sama, Spanyol memasuki fase perdagangan yang cerah lantaran hancurnya penguasaan armada Bizantium terhadap wilayah barat laut Tengah. Beberapa kota seperti seville dan Cordova mengalami kemakmuran lantaran melimpahnya produksi pertanian dan perdagangan internasional.
4.    Perkembangan Intelektual
Dalam masa lebih dari tujuh abad kekuasan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak sekali kontribusi bagi kebangunan budaya Barat. Kebangkitan intelektual dan kebangunan kultural Barat terjadi setelah sarjana-sarjana Eropa mempelajari, mendalami dan menimba begitu banyak ilmu-ilmu Islam dengan cara menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan Islam ke dalam bahasa Eropa. Mereka dengan tekun mempelajari bahasa Arab untuk dapat menerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan Islam.
Dalam sejarah Andalusia, kota Toledo pernah menjadi pusat penerjemahan. Banyak sarjana-sarjana Eropa yang berdatangan ke kota Toledo untuk belajar dan mendalami buku-buku ilmu pengetahuan Islam. Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Sains dan Teknologi.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Mujareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan sumbangan intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalusia yang melahirkan kebangkitan llmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol. Disamping dari faktor kemajemukan masyarakatnya, negeri yang subur juga mendorong negeri Spanyol dalam mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir. Berikut dibawah ini uraian mengenai perkembangan intelektual di masing-masing bidang:
a)   Astronomi
Di bidang astronomi, sarjana Islam al-Khawarizmi banyak sekali memberikan sumbangannya dengan karya-karyanya dan mempunyai pengaruh terbesar terhadap kontribusi ilmu pasti diantara semua penulis di abad pertengahan. Ia menulis buku al Jabr wa al-Muqabalah, yang memuat daftar astronomi yang tertua dan al-Khwarizmi merupakan orang pertama yang menyusun buku ilmu berhitung dan aljabar.
Namun disamping itu, tokoh yang paling terkenal dalam ilmu astronomi adalah Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang. Ada pula Al-majiriyah dari Cordova, al-Zarqali dari Toledo dan Ibn Aflah dari Seville, merupakan para pakar ilmu perbintangan yang sangat terkenal saat itu.                                      
b)   Matematika
Ilmu eksakta yakni matematika mulai berkembang karena didorong dengan adanya perkembangan filsafat. Ilmu pasti dikembangkan orang Arab berasal dari buku India yaitu Sinbad, yang diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh Ibrahim al-fazari (154 H/ 771 M). Dengan perantara buku ini, kemudian Nasawi seorang pakar matematika memperkenalkan angka-angka India seperti 0,1, 2, hingga 9), sehingga angka-angka India di Eropa lebih dikenal dengan angka Arab.
c)     Filsafat
Sumbangan Islam dalam filsafat tak kurang pula terhadap dunia Barat. Minat filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M di masa Khilafah Bani Umayyah, Muhammad ibn Abd al-Rahman (832-886 M). Karya-karya ilmiah dan filosofis dalam jumlah besar diimpor dari Timur, sehingga Cordova menjadi perpustakaan dan universitas besar yang dapat menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan didunia Islam. Dalam keadaan ini, maka Spanyol banyak melahirkan filosof-filosof besar.
Tokoh pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh (Ibn Bajjah). Ia lahir di Saragosa, lalu pindah ke Sevilla dan Granada. Ia bersifat etis dan eskatologi dalam masalah yang dikemukakannya seperti al-Farabi dan Ibn Sina. Magnum opusnya adalah tadbir al-Mutawahhid.Tokoh kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy (sebuah dusun kecil disebelah timur Granada. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Abad 12 sampai abad 16, aliran Ibn Rusyd (1126-1198 M) mendominasi lapangan filsafat di Iberia dan Eropa. Ibn Rusyd dari Cordova ini, dikenal sebagai komentator pikiran-pikiran Aristoteles sehingga dijuluki Aristoteles II. Ia juga memiliki ciri kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah tentang keserasian filsafat dan agama. Sedang al-Kindi terkenal dengan menggabungkan dalil-dalil Plato dan Aristoteles dengan cara Neo-Platonis.
d)   Kedokteran
Ada banyak sumbangan Islam yang sangat menonjol dan telah menjadi dasar kemajuan Barat dalam ilmu kedokteran. Dokter Islam, al-Kindi (809-873 M), telah menulis buku Ilmu Mata yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi Optics. Selain itu, terkenal pula ar-Razi (865-925 M) yang oleh orang Barat-Latin disebut Rhazez. Ia mengarang sebuah buku kedokteran berjudul al-Hawi. Buku tersebut telah diterjemahkan oleh Faraj bin Salim (seorang tabib Yahudi dari Sicilia) ke dalam bahasa Latin dengan judul Continens atas perintah Raja Farel dari Anyou. Ia memuat dan merangkum ilmu ketabiban dari Persi, Yunani dan Hindu, dan hasil-hasil penyelidikan.[11]
Ahli kedokteran yang terkenal pada saat itu antara lain adalah Abu al-Qasim al-Zahrawi. Di Eropa ia dikenal dengan nama Abulcassis. Beliau adalah seorang ahli bedah terkenal dan menjadi dokter istana. Ia wafat pada tahun 1013 M. Di antara karyanya yang terkenal adalah al-tasrif terdiri dari 30 jilid. Selain al-Qasim, terdapat seorang filosuf besar bernama Ibn Rusyd yang juga ahli dalam bidang kedokteran. Di antara karya besarnya adalah Kulliyat al-Thib.
Dokter islam lain yang terkenal adalah Ibnu Sina (Avecinna). Ia menulis buku yang berjudul al-Qonun fit-Thib, diterjemahkan dalam bahasa Latin dengan judul Qonun of Medicine dan menjadi buku pegangan diperguruan-perguruan tinggi selama 30 tahun terakhir dari abad 15. Buku kedoteran lain Ibn Sina berjudul Materia Medica memuat kira-kira 760 macam ilmu dipakai pedoman terutama di Barat. Dikatakan oleh William Osler, bahwa diantara kitab-kitab yang lain, kitab Ibnu Sina lah yang tetap merupakan dasar ilmu ketabiban untuk masa yang paling lama.
e)    Sastra
Lahirnya karya-karya sastra di dorong oleh kemajuan bahasa pada waktu itu. Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol baik oleh orang-orang Islam maupun non-islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Karya-karya sastra yang banyak bermunculan, seperti al-‘Iqd al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirah fi Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, kitab al-Qalaid karya al-Fath Ibn Khaqan, dan banyak lagi yang lain.
f)    Sejarah
Dalam bidang ilmu sejarah ternyata karya-karya ilmu sejarah ternyata juga memberikan sumbangan dan pengaruh dalam pemikiran-pemikiran sarjana Barat. Ibnu Khaldun, melalui karya Muqaddimah-nya, dialah yang pertama kali mengemukakan teori perkembangan sejarah, baik berdasarkan penyelidikan faktor jasmani dan iklim, maupun kekuatan moral dan ruhani. Sebagai orang yang mencari dan merumuskan hukum kemajuan dan keruntuhan bangsa, maka Ibnu Khaldun dapat dianggap sebagai pencipta ilmu baru, karena tak ada penulis Arab maupun Eropa yang mempunyai pandangan sejarah yang sejelas itu dan mengulasnya secara filsafat.























BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
Berdasarkan uraian yang telah  dipaparkan secara komprehensif,  maka penulis akan menarik beberapa simpulan dan analisis yang terkait dengan rumusan masalah tersebut.
1.    Awal proses masuknya Islam di Andalusia adalah diawali dengan penyerbuan pasukan Islam Afrika Utara yang dipimpin oleh Tharif Ibnu Malik, orang kepercayaan Musa ibn Nusair, gubernur terkemuka di Afrika Utara pada periode Umayyah. Keberhasilan dan sukses yang diperoleh Tharif ini mendorong Amir Qairawan untuk melakukan tindakan yang pasti, guna mendapatkan kekuasaan dan stabilitas di Andalus. Tugas berat ini diserahkannya kepada Thariq bin Ziyad. Maka berangkatlah Thariq beserta pasukannya, kemudian mereka mendarat dan menempati suatu gunung yang sampai kini masih dikenal dengan namanya sendiri, yaitu “Jabal Thariq”(Gibraltar). Disanalah Thariq mempersiapkan satuan-satuannya untuk menyerbu semenanjung Andalusia yang luas dan makmur itu. Setelah itu berkembanglah Islam di sana selama lebih dari tujuh abad.
2.    Perkembangan politik Islam di Andalusia terbagi menjadi beberapa periode yaitu:
a)   Periode Pertama (Gerakan Pembebasan) tahun 711-755 M, Andalus diperintah oleh para wali yang diangkat oleh khalifah bani Umayah yang berpusat di Damaskus. 
b)   Periode Kedua tahun 755-1013 M pada waktu Andalus  dikuasai oleh daulah Umayyah II. Periode ini dibagi dua.
1)   Masa Keamiran (755-912 M). Masa ini dimulai ketika Abd al-Rahman al-Dakhil, seorang keturunan bani Umayyah I yang berhasil menyelamatkan diri dari pembunuhan yang dilakukan bani Abbas di Damaskus, ia mengambil kekuasaan di Andalus pada masa Amir Yusuf al-Fihr, kemudian memproklamirkan berdirinya daulah Umayyah II di Andalus kelanjutan Umayyah I di Damaskus.
2)   Masa Kekhalifahan (912-1013 M), masa ini mencapai puncaknya di bawah kekuasaan pemerintahan amir kedelapan, ‘Abd al-Rahman III (912-961), orang pertama yang menyandang gelar Khalifah. Awal dari kehancuran khilafah bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam II (976-1009 M), naik tahta dalam usia sebelas tahun, dan  kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat. 
Adapun di bidang peradaban Andalusia mengalami kemajuan antara lain:
1)      Kemajuan ilmu pengetahuan dan intelektual seperti filsafat, sains, fikih, tafsir, hadis, tasawuf, musik, kesenian, bahasa dan Sastra
2)      Kemegahan Pembangunan Fisik diantaranya:
a.       Pembangunan Masjid, Istana, Perkotaan, Pertamanan dan Pemandian Umum.
b.      Pembangunan Pertanian (tebu, tembakau dan lain-lain), Irigasi, Industri, Perkapalan dan Perluasan Perdagangan.
B.  Saran
Penulis berharap makalah ini dapat dijadikan media pembelajaran kita untuk lebih mengetahui bagaimana sejarah masuknya Islam di Andalusia dan perkembangan-perkembanganya.



[2] Ibid.
[3] Ponda Samarkandi, op.cit.
[4] Harkaman, http//SEJARAH PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA _ HARKAMAN.htm. Diakses pada 02-mei-2013 pukul 19.30 wib.
[5] Rudi Arlan Al-farisi, Sejarah-islam-di-andalusia-htm. Diakses pada 03-mei-2013 pukul 19.40 wib
[6] Ponda Samarkandi, op.cit.
[7] Syaifur Rohaman al-Muntasiri, http//islam-di-andalusia-masa-perkembangan.html. Diakses pada 03-mei-2013 pukul 20.15 wib.
[8] Ibid.
[9] Syaifur Rohman al-Muntasiri, op.cit.
[10] Syaifur Rohman al-Muntasiri, op.cit.

[11] Syaifur Rohman al-Muntasiri, op.cit.


Tidak ada komentar: