BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Salah satu
tujuan diutusnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk
memperbaiki akhlak manusia.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ;
إِنَّمَا
بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya
aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik.” (HR.
Ahmad 2/381. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih)
Islam adalah
agama yang mengajarkan akhlak yang luhur dan mulia. Oleh karena itu, banyak
dalil al Quran dan as Sunnah yang memerintahkan kita untuk memiliki akhlak yang
mulia dan menjauhi akhlak yang tercela. Demikian pula banyak dalil yang
menunjukkan pujian bagi pemilik akhlak baik dan celaan bagi pemilik akhlak yang
buruk. Salah satu akhlak buruk yang
harus dihindari oleh setiap muslim adalah sikap sombong.
Sikap
sombong adalah memandang dirinya berada di atas kebenaran dan merasa lebih di
atas orang lain. Orang yang sombong merasa dirinya sempurna dan memandang
dirinya berada di atas orang lain. (Bahjatun Nadzirin, I/664, Syaikh Salim al
Hilali, cet. Daar Ibnu Jauzi).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Islam
Melarang dan Mencela Sikap Sombong
Allah SWT berfirman :
وَلاَ تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ
وَلاَ تَمْشِ فِي اللأَرْضِ مَرَحاً إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ
فَجُوْرٍ
“Dan janganlah
kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18).
أَلَا
أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ قَالُوا بَلَى قَالَ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ
مُسْتَكْبِرٍ
“Maukah kamu
aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras
lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur(sombong).“ (HR.
Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853).
B.
Dosa
Pertama Iblis
Sebagian salaf menjelaskan bahwa dosa pertama kali yang
muncul kepada Allah adalah kesombongan. Allah Ta’ala berfirman ;
وإِذْ
قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لأَدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى
وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الكَافِرِينَ
“Dan (ingatlah) ketika
Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kalian kepada Adam,” maka
sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur (sombong) dan ia
termasuk golongan orang-orang yang kafir“ (QS. Al
Baqarah:34)
Qotadah berkata tentang ayat ini,
“Iblis hasad kepada Adam ‘alaihis salaam dengan kemuliaan yang Allah
berikan kepada Adam. Iblis mengatakan, “Saya diciptakan dari api sementara Adam
diciptakan dari tanah”. Kesombongan inilah dosa yang pertama kali terjadi .
Iblis sombong dengan tidak mau sujud kepada Adam” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/114, cet al Maktabah at Tauqifiyah).
C.
Hakekat
Kesombongan
Diriwayatkan dari Abdullah bin
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)
An Nawawi
rahimahullah berkata, “Hadist ini berisi larangan dari
sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan mereka,
serta menolak kebenaran” (Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi, II/163, cet. Daar
Ibnu Haitsam) Kesombongan ada dua macam, yaitu sombong terhadap al haq dan sombong terhadap makhluk. Hal ini
diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hadist di atas dalam sabda beliau, “sombong
adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain”. Menolak kebenaran adalah dengan menolak dan
berpaling darinya serta tidak mau menerimanya. Sedangkan meremehkan manusia
yakni merendahkan dan meremehkan orang lain, memandang orang lain tidak ada
apa-apanya dan melihat dirinya lebih dibandingkan orang lain. (Syarh
Riyadus Shaalihin, II/301, Syaikh
Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, cet Daar Ibnu Haitsam)
D.
Sombong Terhadap Kebenaran (Al-Haq)
Sombong
terhadap al haq adalah sombong terhadap kebenaran, yakni dengan tidak menerimanya.
Setiap orang yang menolak kebenaran maka dia telah sombong disebabkan
penolakannya tersebut. Oleh karena itu wajib bagi setiap hamba untuk
menerima kebenaran yang ada dalam Kitabullah dan ajaran para rasul ‘alaihimus salaam.
Orang
yang sombong terhadap ajaran rasul secara keseluruhan maka dia telah kafir dan
akan kekal di neraka. Ketika datang kebenaran yang dibawa oleh rasul dan
dikuatkan dengan ayat dan burhan, dia bersikap sombong dan hatinya
menentang sehingga dia menolak kebenaran tersebut. Hal ini seperti yang Allah
terangkan dalam firman-Nya :
إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي ءَايَاتِ اللهِ بِغَيْرِ سًلْطَانٍ
أَتَاهُمْ إِن فِي صُدُورِهِمْ إِلاَّ كِبْرٌ مَّاهُم بِبَالِغِيهِ فَاسْتَعِذْ
بِاللهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Sesungguhnya orang-orang yang
memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa lasan yang sampai pada mereka
tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kesombongan
yang mereka sekali-klai tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan
kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mnedengar lagi Maha Melihat” (QS. Ghafir:56)
Adapun
orang yang sombong dengan menolak sebagian al haq yang tidak sesuai dengan
hawa nafsu dan akalnya –tidak termasuk kekafiran- maka dia berhak mendapat
hukuman (adzab) karena sifat sombongnya tersebut.
Maka
wajib bagi para penuntut ilmu untuk
memiliki tekad yang kuat mendahulukan perkataan Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam di atas perkataan siapa pun. Karena pokok kebenaran adalah kembali
kepadanya dan pondasi kebenaran dibangun di atasnya, yakni dengan petunjuk Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam. Kita berusaha untuk mengetahui maksudnya, dan mengikutinya secara
lahir dan batin. (Lihat Bahjatu
Qulubil Abrar, hal 194-195, Syaikh Nashir
as Sa’di, cet Daarul Kutub ‘Ilmiyah).
Sikap
seorang muslim terhadap setiap kebenaran adalah menerimanya secara penuh
sebagaimana firman Allah ‘Azza wa
Jalla :
وَمَاكَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَمُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولَهُ
أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةَ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللهَ
وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُّبِينًا
“Dan
tidaklah patut bagi mukmin laki-laki dan mukmin perempuan, apabila Allah dan
Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka.” (QS. Al-Ahzab: 36)
فَلاَوَرَبِّكَ
لاَيُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ
فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka
demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak
merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan,
dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (QS. An Nisaa’: 65)
E.
Sombong Terhadap Makhluk
Bentuk
kesombongan yang kedua adalah sombong terhadap makhluk, yakni dengan meremehkan
dan merendahkannya. Hal ini muncul karena seseorang bangga dengan dirinya
sendiri dan menganggap dirinya lebih mulia dari orang lain. Kebanggaaan
terhadap diri sendiri membawanya sombong terhadap orang lain, meremehkan dan
menghina mereka, serta merendahkan mereka baik dengan perbuatan maupun
perkataan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ
الْمُسْلِمَ
“Cukuplah
seseorang dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim”
(H.R. Muslim 2564).
Di
antara bentuk kesombongan terhadap manusia di antaranya adalah sombong dengan
pangkat dan kedudukannya, sombong dengan harta, sombong dengan kekuatan dan
kesehatan, sombong dengan ilmu dan kecerdasan, sombong dengan bentuk tubuh, dan
kelebihan-kelebihan lainnya. Dia merasa lebih dibandingkan orang lain dengan
kelebihan-kelebihan tersebut. Padahal kalau kita renungkan, siapa yang
memberikan harta, kecerdasan, pangkat, kesehatan, bentuk tubuh yang indah?
Semua murni hanyalah nikmat dari Allah Ta’ala. Jika Allah berkehendak,
sangat mudah bagi Allah untuk mencabut kelebihan-kelebihan tersebut. Pada
hakekatnya manusia tidak memiliki apa-apa, lantas mengapa dia harus sombong
terhadap orang lain? Wallahul musta’an.
F.
Hukuman Pelaku Sombong di Dunia
Dalam
sebuah hadist yang shahih dikisahkan sebagai berikut :
أَنَّ
رَجُلاً أَكَلَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِشِمَالِهِ فَقَالَ
« كُلْ بِيَمِينِكَ ». قَالَ لاَ أَسْتَطِيعُ قَالَ « لاَ اسْتَطَعْتَ ». مَا
مَنَعَهُ إِلاَّ الْكِبْرُ. قَالَ فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ.
“Ada seorang laki-laki makan di
samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangan kirinya. Lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makanlah dengan tangan
kananmu!” Orang tersebut malah menjawab, “Aku tidak bisa.” Beliau bersabda,
“Apakah kamu tidak bisa?” -dia menolaknya karena sombong-. Setelah itu
tangannya tidak bisa sampai ke mulutnya” (H.R. Muslim no. 3766).
Orang
tersebut mendapat hukum di dunia disebabkan perbuatannya menolak perintah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia dihukum karena
kesombongannya. Akhirnya dia tidak bisa mengangkat tangan kanannya disebabkan
sikap sombongnya terhadap perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Inilah di antara bentuk hukuman di dunia bagi orang yang sombong.
Al
Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata, “Kesombongan yang paling buruk
adalah orang yang menyombongkan diri di hadapan manusia dengan ilmunya,
merasa dirinya besar dengan kemuliaan yang dia miliki. Bagi orang tersebut
tidak bermanfaat ilmunya untuk dirinya. Barangsiapa yang menuntut ilmu
demi akhirat maka ilmunya itu akan menimbulkan hati yang khusyuk serta jiwa
yang tenang. Dia akan terus mengawasi dirinya dan tidak bosan untuk terus
memperhatikannya, bahkan setiap saat dia selalu introspeksi dan meluruskannya.
Apabila dia lalai dari hal itu, dia akan menyimpang dari jalan yang lurus dan
akan binasa. Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk membanggakan diri dan meraih
kedudukan, memandang remeh kaum muslimin yang lainnya serta membodoh-bodohi dan
merendahkan mereka, maka hal ini merupakan kesombongan yang paling besar. Tidak akan masuk surga orang yang di
dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sebesar dzarrah (biji
sawi). Laa haula wa laa quwwata illaa billah.” (Al Kabaa’ir
ma’a Syarh li Ibni al ‘Utsaimin hal. 75-76, cet. Daarul Kutub
‘Ilmiyah.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar