Kotak Saran

tombol masukan dan saran

Rabu, 18 Februari 2015

Bahstul kutub: Fiqh



FIQIH

MAKALAH


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bahstul Kutub

Dosen Pengampu: Drs. H. M. Yamin, Lc, M.Pd.I


ump1                                                                 
















Oleh

Mas’ud Suherman
11.41.13251


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PRODI AL-AHWAL AL-SYAKSIYYAH
TAHUN 2014




KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena penyusun telah menyelesaikan makalah mengenai Fiqih. Dan tak lupa Shalawat beserta Salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Junjungan Alam Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, Sahabat dan semoga pula sampai kepada kita semua selaku umat-Nya.
Dalam makalah ini penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan juga kesalahan. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan makalah ini. Tidak lupa ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing mata kuliah “Bahstul Kutub”  yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.
Sekali ucapan terima kasih saya sampaikan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

                                                                                                Palangkaraya,        2014
                                                                                   
                                                                                                Penulis






DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR.........................................................................................    i
DAFTAR ISI.......................................................................................................      ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang..........................................................................................      1
B.     Rumusan Masalah.....................................................................................      2
C.     Tujuan Penulisan......................................................................................       2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan Ruang Lingkup Fiqh.......................................................       3
B.     Perbedaan Fiqh Imam Madzhab……………………………………......       10
BAB III PENUTUP                                                                                         
Keimpulan..................................................................................................      13
DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Pada zaman Rasulullah S.A.W., hukum-hukum diambil dari wahyu (al-Quran) dan penjelasan oleh baginda (as-Sunnah). Segala masalah yang timbul akan dirujuk kepada Rasulullah S.A.W. dan baginda akan menjawab secara terus berdasarkan ayat al-Quran yang diturunkan atau penjelasan baginda sendiri. Namun, terdapat sebagian Sahabat yang tidak dapat merujuk kepada Nabi lantaran berada di tempat yang jauh daripada baginda, misalnya Muaz bin Jabal yang diutuskan ke Yaman. Baginda membenarkan Muaz berijtihad dalam perkara yang tidak ditemui ketentuan di dalam al-Quran dan as-Sunnah.
Setelah kewafatan Rasulullah S.A.W., sebarang masalah yang timbul dirujuk kepada para Sahabat. Mereka mampu mengistinbat hukum terus dari al-Quran dan as-Sunnah kerena:
1. Penguasaan bahasa Arab yang baik;
2. Mempunyai pengetahuan mengenai sabab an-nuzul sesuatu ayat atau sabab wurud al-hadis;
3. Mereka merupakan para Perawi Hadis.
Hal ini menjadikan para Sahabat mempunyai kepakaran yang cukup untuk mengistinbatkan hukum-hukum. Mereka menetapkan hukum dengan merujuk kepada al-Quran dan as-Sunnah. Sekiranya mereka tidak menemui sebarang ketetapan hukum tentang sesuatu masalah, mereka akan berijtihad dengan menggunakan kaedah qias. Inilah cara yang dilakukan oleh para mujtahid dalam kalangan para Sahabat seperti Saidina Abu Bakar as-Siddiq, Saidina Umar bin al-Khattab, Saidina Uthman bin Affan dan Saidina Ali bin Abu Talib. Sekiranya mereka mencapai kata sepakat dalam sesuatu hukum maka berlakulah ijma’.
Pada zaman ini, cara ulama’ mengambil hukum tidak jauh berbeda dengan zaman Sahabat kerana jarak masa mereka dengan kewafatan Rasulullah S.A.W. tidak terlalu jauh. Yang membedakannya ialah sekiranya sesuatu hukum tidak terdapat dalam al-Quran, as-Sunnah dan al-Ijma’, mereka akan merujuk kepada pandangan para Sahabat sebeum berijtihad. Oleh sebab itu idea untuk menyusun ilmu Usul al-Fiqh belum lagi muncul ketika itu. Inilah cara yang digunakan oleh para mujtahid dalam kalangan tabi’in seperti Sa’id bin al-Musayyib, ‘Urwah bin az-Zubair, Al-Qadi Syarih dan Ibrahim an-Nakha’i.
Pada akhir Kurun Kedua Hijrah, keadaan umat Islam semakin berubah. Bilangan umat Islam bertambah ramai sehingga menyebabkan berlakunya percampuran antara orang Arab dan bukan Arab. Kesannya, penguasaan bahasa Arab dalam kalangan orang-orang Arab sendiri menjadi lemah. Ketika itu timbul banyak masalah baru yang tiada ketentuan hukumnya dalam al-Quran dan as-Sunnah secara jelas. Hal ini menyebabkan para ulama’ mulai menyusun kaedah-kaedah tertentu yang dinamakan ilmu Usul al-Fiqh untuk dijadikan landasan kepada ijtihad mereka.
B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian fiqh dan ruang lingkupnya?
2.    Bagaimana perbedaan imam empat madzhab?
C.  Tujuan Penulisan
1.      Agar mahasiswa/i dapat memahami dan menjelaskan pengertian dan ruang lingkup fiqh.
2.      Agar mahasiswa/i dapat memahami dan menjelaskan perbedaan imam madzhab.






BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian dan Ruang Lingkup Fiqh
Fiqh artinya faham atau tahu. Menurut istilah yang digunakan para ahli Fiqh (fuqaha). Fiqh itu ialah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syari’at Islam yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci. Menurut Hasan Ahmad Al-Khatib: Fiqhul Islami ialah sekumpulan hukum syara’, yang sudah dibukukan dalam berbagai madzhab, baik dari madzhab yang empat atau dari madzhab lainnya, dan yang dinukilkan dari fatwa-fatwa sahabat thabi’in, dari fuqaha yang tujuh di Makkah, di Madinah, di Syam, di Mesir, di Iraq, di Bashrah dan sebagainya. Fuqaha yang tujuh itu ialah Sa’id Musayyab, Abu Bakar bin Abdurrahman, ’Urwah bin Zubair, Sulaiman Yasar, Al-Qasim bin Muhammad, Charijah bin Zaid, dan Ubaidillah Abdillah.
Dilihat dari segi ilmu pengetahuan yangg berkembang dalam kalangan ulama Islam, fiqh itu ialah ilmu pengetahuan yang membiacarakan/membahas/memuat hukum-hukum Islam yang bersumber bersumber pada Al-Qur’an, Sunnah dalil-dalil Syar’i yang lain; setelah diformulasikan oleh para ulama dengan mempergunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqh. Dengan demikian berarti bahwa fiqh itu merupakan formulasi dari Al-Qur’an dan Sunnah yang berbentuk hukum amaliyah yang akan diamalkan oleh ummatnya. Hukum itu berberntuk amaliyah yang akan diamalkan oleh setiap mukallaf (Mukallaf artinya orang yang sudah dibebani/diberi tanggungjawab melaksanakan ajaran syari’at Islam dengan tanda-tanda seperti baligh, berakal, sadar, sudah masuk Islam).[1]
Hukum yang diatur dalam fiqh Islam itu terdiri dari hukum wajib, sunat, mubah, makruh dan haram; disamping itu ada pula dalam bentuk yang lain seperti sah, batal, benar, salah, berpahala, berdosa dan sebagainya.
Disamping hukum itu ditunjukan pula alat dan cara (melaksanakan suatu perbuatan dalam dalam menempuh garis lintas hidup yang tak dapat dipastikan oleh manusia liku dan panjangnya. Sebagai mahluk sosial dan budaya manusia hidup memerlukan hubungan, baik hubungan dengan dririnya sendiri ataupun dengan sesuatu di luar dirinya. Ilmu fiqh membicarakan hubungan itu yang meliputi kedudukannya, hukumnya, caranya, alatnya dan sebagainya. Hubungan-hubungan itu ialah:
a.       Hubungan manusia dengan Allah, dan para Rasulullah;
b.      Hubungan manusia dengan dirinya sendiri;
c.       Hubungan manusia dengan keluarga dan tetangganya;
d.      Hubungan manusia dengan orang lain yg seagama dengan dia;
e.       Hubungan manusia dengan orang lain yg tidak seagama dengan dia;
f.       Hubungan manusia dengan makhluk yang lain yang tidak seagama dengan dia;
g.      Hubungan manusia dengan benda mati dan alam semesta;
h.      Hubungan manusia dengan masyarakat dan lingkunganya;
i.        Hubungan manusia dengan akal fikiran dan ilmu pengetahuan; dan
j.        Hubungan manusia dengan alam ghaib seperti, syetan, iblis, surge, neraka, alam barzakh, yaumil hisab dan sebagainya.
Hubungan-hubungan ini dibicarakan dalam fiqh melalui topik-topik bab permasalahan yang mencakup hampir seluruh kegiatan hidup perseorangan, dan masyarakat, baik masyarakat kecil seperti sepasang suami-isteri (keluarga), maupun masyarakat besar seperti negara dan hubungan internasional, sesuai dengan macam-macam hubungan tadi. Meskipun ada perbedaan pendapat para ulama dalam menyusun urutan pembahasaan dalam membicarakan topik-topik tersebut, namun mereka tidak berbeda dalam menjadikan Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad sebagai sumber hukum.Walaupun dalam pengelompokkan materi pembicaraan mereka berbeda, namun mereka sama-sama mengambil dari sumber yang sama.
Karena rumusan fiqh itu berbentuk hukum hasil formulasi para ulama yang bersumber pada Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad, maka urutan dan luas pembahasannya bermacam-macam. Setelah kegiatan ijtihad itu berkembang, muncullah imam-imam madzhab yang diikuti oleh murid-murid mereka pada mulanya, dan selanjutnya oleh para pendukung dan penganutnya. Diantara kegiatan para tokoh-tokoh aliran madzhab itu, terdapat kegiatan menerbitkan topik-topik (bab-bab) pembahasan fiqh. Menurut yang umum dikenal di kalangan ulama fiqh secara awam, topik (bab) pembahasan fiqh itu adalah empat, yang sering disebut Rubu’:
Ø Rubu’ Ibadat yaitu hukum yang berkaitan dengan shalat, haji dan zakat dan puasa. Yang biasanya dimulai dengan penjelasakan tentang masalah Thoharah yang diawali dengan penjelasan tentang air, najis, bersuci dari hadats kecil dan besar, hal-hal yang membatalkannya dan bejana-bejana yang boleh digunakan dan yang tidak boleh digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Ø Rubu’ muamalat yaitu hukum yang berkaitan dengan hubungan antar manusia satu dengan yang lain seperti hukum akad jual beli, sewa menyewa, hak kepemilikan, dan lain-lain.
Ø Rubu’ munakahat yaitu hukum yang berkaitan dengan keluarga sejak awal sampai akhir, yang biasanya dimulai dengan penjelasan tentang pernikahan, kemudian perceraian, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan keluarga.[2]
Ø Rubu’ jinayat.
Ada lagi yang berpendapat tiga saja; yaitu: bab ibadah, bab mu’amalat, bab ’uqubat. Menurut Prof. T.M. Hasbi Ashiddieqqi, bila kita perinci lebih lanjut, dapat dikembangkan menjadi 8 (delapan) topik (bab):
a.      Ibadah
Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas masalah masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan berikut ini:
1.      Thaharah (bersuci);
2.      Ibadah (sholat);
3.      Shiyam (puasa);
4.      Zakat;
5.      Zakat fitrah;
6.      Haji;
7.      Janazah (penyelenggaraan jenazah);
8.      Jihad;
9.      Nadzar;
10.  Udhiyah (kurban);
11.  Zabihah (penyembelihan);
12.  Syahid (pertempuran);
13.  Aqiqah;
14.  Makanan dan minuman.
b.      Ahwalusy Syakhshiyyah
Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan pribadi (perorangan), kekeluargaan, harta warisan, yang meliputi persoalan:
1.      Nikah;
2.      Khitbah (peminangan);
3.      Mu’asyarah (bergaul);
4.      Nafakah;
5.      Talak;
6.      Khulu’
7.      Fasakh;
8.      Li’an;
9.      Ila’;
10.  Iddah;
11.  Rujuk;
12.  Zhihar;
13.  Radla’ah;
14.  Hadlanah;
15.  Wasiat;
16.  Warisan;
17.  Hajru; dan
18.  Perwalian.
c.       Muamalah Madaniyah
Biasanya disebut muamalah saja. Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan harta kekayaan, harta milik, harta kebutuhan, cara mendapatkan dan menggunakan, yang meliputi masalah:
1.      Buyu’ (jual beli);
2.      Khiyar;
3.      Riba (renten);
4.      Sewa menyewa;
5.      Hutang-piutang;
6.      Gadai;
7.      Syuf’ah;
8.      Thasarruf;
9.      Salam (pesanan);
10.  Jaminan;
11.  Mudlarabah muza’raah;
12.  Pinjam-meminjam;
13.  Syarikah;
14.  Wadi’ah;
15.  Luqhatah;
16.  Ghasab
17.  Qismah;
18.  Hibah dan hadiyah;
19.  Kafalah;
20.  Waqaf;
21.  Perwalian;
22.  Kitabah; dan
23.  Tadbir.
Dari segi niat dan manfaat, waqaf ini kadang-kadang dimasukkan dalam kelompok ibadah; tetapi dari segi barang/benda/harta dimasukkan ke dalam kelompok muamalah.
d.      Muamalah Maliyah
Kadang-kadang disebut Baitul mal saja. Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan harta kekayaan milik bersama, baik masyarakat kecil atau besar seperti negara (perbendaharaan negara = baitul mal). Pembahasan di sini meliputi:
1.      Status milik bersama baitul mal;
2.      Sumber baitul mal;
3.      Cara pengelolaan baitul mal;
4.      Macam-macam kekayaan atau materi baitul mal;
5.      Obyek dan cara penggunaan kekayaan baitul mal;
6.      Kepengurusan baitul mal dan lain-lain.
e.       Jinayah dan ’Uqubah (pelanggaran dan hukuman)
Biasanya dalam kitab-kitab fiqh ada yang menyebut jinayah saja. Dalam bab ini di bicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan pelanggaran, kejahatan, pembalasan, denda, hukuman dan sebagainya. Pembahasan ini meliputi:
1.      Pelanggaran;
2.      Kejahatan;
3.      Qishash (pembalasan);
4.      Diyat (denda);
5.      Hukuman pelanggaran dan kejahatan;
6.      Hokum melukai atau mencederai;
7.      Hukum pembunuhan;
8.      Hokum murtad;
9.      Hokum zina;
10.  Hokum qazaf;
11.  Hukuman pencuri;
12.  Hukuman perampok;
13.  Hukuman pemunum arak;
14.  Ta’zir;
15.  Membela diri;
16.  Peperangan;
17.  Pemberontakan;
18.  Harta rampasan perang;
19.  Jizyah;
20.  Berlomba dan melontar;
f.        Murafa’ah atau Mukhashamah
Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan peradilan dan pengadilan. Pembahasan pada bab ini meliputi:
1.      Peradilan dan pendidikan;
2.      Hakim dan Qadi;
3.      Gugatan;
4.      Pembuktian dakwaan;
5.      Saksi;
6.      Sumpah dan lain-lain.
g.      Ahkamud Dusturiyyah
Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok persoalan ketatanegaraan. Pembahasan ini meliputi:
1.      kepala dan waliyul amri;
2.      Syarat menjadi kepala Negara dan Waliyul amri;
3.      Hak dan kewajiban Waliyul amri;
4.      Hak dan kewajiban rakyat;
5.      Musyawarah dan demokrasi;
6.      Batas-batas toleransi dan persamaan dan lain-lain.
h.      Ahkamud Dualiyah (hukum internasional)
Dalam bab ini dibicarakan dan dibahas masalah-masalah yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok masalah hubungan internasional. Pembicaraan pada bab ini meliputi:
1.      Hubungan antar negara, sama-sama Islam, atau Islam dan non-Islam, baik ketika damai atau dalam situasi perang;
2.      Ketentuan untuk orang dan damai;
3.      Penyerbuan;
4.      Masalah tawanan;
5.      Upeti, Pajak, rampasan;
6.      Perjanjian dan pernyataan bersama;
7.      Perlindungan;
8.      Ahlul ’ahdi, ahluz zimmi, ahlul harb; dan
9.      Darul Islam, darul harb, darul mustakman.
B.  Perbedaan Fiqh Imam Madzhab
Di antara tonggak penegang ajaran Islam di muka bumi adalah muncul beberapa mazhab raksasa di tengah ratusan mazhab kecil lainnya. Keempat mazhab itu adalah Al-Hanabilah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah. Sebenarnya jumlah mazhab besar tidak hanya terbatas hanya 4 saja, namun keempat mazhab itu memang diakui eksistensi dan jati dirinya oleh umat selama 15 abad ini.[3]
Keempatnya masih utuh tegak berdiri dan dijalankan serta dikembangkan oleh mayoritas muslimin di muka bumi. Masing-masing punya basis kekuatan syariah serta masih mampu melahirkan para ulama besar di masa sekarang ini.
Berikut sekelumit sejarah keempat mazhab ini dengan sedikit gambaran landasan manhaj mereka.
1. MazhabAl-Hanifiyah.
Didirikan oleh An-Nu’man bin Tsabit atau lebih dikenal sebagai Imam Abu Hanifah. Beliau berasal dari Kufah dari keturunan bangsa Persia. Beliau hidup dalam dua masa, Daulah Umaiyah dan Abbasiyah. Beliau termasuk pengikut tabiin , sebagian ahli sejarah menyebutkan, ia bahkan termasuk Tabi’in.
Mazhab Al-Hanafiyah sebagaimana dipatok oleh pendirinya, sangat dikenal sebagai terdepan dalam masalah pemanfaatan akal/ logika dalam mengupas masalah fiqih. Oleh para pengamat dianalisa bahwa di antaralatar belakangnya adalah:
1)      Karena beliau sangat berhati-hati dalam menerima sebuah hadits. Bila beliau tidak terlalu yakin atas keshahihah suatu hadits, maka beliau lebih memlih untuk tidak menggunakannnya. Dan sebagai gantinya, beliau menemukan begitu banyak formula seperti mengqiyaskan suatu masalah dengan masalah lain yang punya dalil nash syar’i.
2)      Kurang tersedianya hadits yang sudah diseleksi keshahihannya di tempat di mana beliau tinggal. Sebaliknya, begitu banyak hadits palsu, lemah dan bermasalah yang beredar di masa beliau. Perlu diketahui bahwa beliau hidup di masa 100 tahun pertama semenjak wafat nabi SAW, jauh sebelum era imam Al-Bukhari dan imam Muslim yang terkenal sebagai ahli peneliti hadits.
Di kemudian hari, metodologi yang beliau perkenalkan memang sangat berguna buat umat Islam sedunia. Apalagi mengingat Islam mengalami perluasan yang sangat jauh ke seluruh penjuru dunia. Memasuki wilayah yang jauh dari pusat sumber syariah Islam. Metodologi mazhab ini menjadi sangat menentukan dalam dunia fiqih di berbagai negeri.
2. Mazhab Al-Malikiyah
Mazhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anas bin Abi Amir Al-Ashbahi .Berkembang sejak awal di kota Madinah dalam urusan fiqh.
Mazhab ini ditegakkan di atas doktrin untuk merujuk dalam segala sesuatunya kepada hadits Rasulullah SAW dan praktek penduduk Madinah. Imam Malik membangun madzhabnya dengan 20 dasar; Al-Quran, As-Sunnah , Ijma’, Qiyas, amal ahlul madinah , perkataan sahabat, istihsan, saddudzarai’, muraatul khilaf, istishab, maslahah mursalah, syar’u man qablana .
Mazhab ini adalah kebalikan dari mazhan Al-Hanafiyah. Kalau Al-Hanafiyah banyak sekali mengandalkan nalar dan logika, karena kurang tersedianya nash-nash yang valid di Kufah, mazhab Maliki justru ‘kebanjiran’ sumber-sumber syariah. Sebab mazhab ini tumbuh dan berkembang di kota Nabi SAW sendiri, di mana penduduknya adalah anak keturunan para shahabat. Imam Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah yang dikerjakan penduduk Madinah sepeninggal Rasulullah SAW bisa dijadikan dasar hukum, meski tanpa harus merujuk kepada hadits yang shahih para umumnya.
3. Mazhab As-Syafi’iyah
Didirikan oleh Muhammad bin Idris Asy Syafi’i . Beliau dilahirkan di Gaza Palestina tahun 150 H, tahun wafatnya Abu Hanifah dan wafat di Mesir tahun 203 H.
Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya . Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru . Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul ‘ilm di akhir bulan Rajab 204 H.
Salah satu karangannya adalah “Ar-Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al-Umm” yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Beliau mampu memadukan fiqh ahli ra’yi dan fiqh ahli hadits .
Dasar madzhabnya: Al-Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Beliau tidak mengambil perkataan sahabat karena dianggap sebagai ijtihad yang bisa salah. Beliau juga tidak mengambil Istihsan sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah dan perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafi’i mengatakan, ”Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan syariat.” Penduduk Baghdad mengatakan,”Imam Syafi’i adalah nashirussunnah ,”
Kitab “Al-Hujjah” yang merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani, Al-Karabisyi dari Imam Syafi’i. Sementara kitab “Al-Umm” sebagai madzhab yang baru yang diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir; Al-Muzani, Al-Buwaithi, Ar-Rabi’ Jizii bin Sulaiman. Imam Syafi’i mengatakan tentang madzhabnya,”Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan perkataanku, maka ia adalah madzhabku, dan buanglah perkataanku di belakang tembok,”
4. Mazhab Al-Hanabilah
Didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal Asy Syaibani . Dilahirkan di Baghdad dan tumbuh besar di sana hingga meninggal pada bulan Rabiul Awal. Beliau memiliki pengalaman perjalanan mencari ilmu di pusat-pusat ilmu, seperti Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Yaman, Syam.
Beliau berguru kepada Imam Syafi’i ketika datang ke Baghdad sehingga menjadi mujtahid mutlak mustaqil. Gurunya sangat banyak hingga mencapai ratusan. Ia menguasai sebuah hadis dan menghafalnya sehingga menjadi ahli hadis di zamannya dengan berguru kepada Hasyim bin Basyir bin Abi Hazim Al-Bukhari .
Imam Ahmad adalah seorang pakar hadis dan fiqh. Imam Syafi’i berkata ketika melakukan perjalanan ke Mesir,”Saya keluar dari Baghdad dan tidaklah saya tinggalkan di sana orang yang paling bertakwa dan paling faqih melebihi Ibnu Hanbal ,”
Dasar madzhab Ahmad adalah Al-Quran, Sunnah, fatwah sahahabat, Ijam’, Qiyas, Istishab, Maslahah mursalah, saddudzarai’.
Imam Ahmad tidak mengarang satu kitab pun tentang fiqhnya. Namun pengikutnya yang membukukannya madzhabnya dari perkataan, perbuatan, jawaban atas pertanyaan dan lain-lain. Namun beliau mengarang sebuah kitab hadis “Al-Musnad” yang memuat 40.000 lebih hadis. Beliau memiliki kukuatan hafalan yang kuat. Imam Ahmad mengunakan hadis mursal dan hadis dlaif yang derajatnya meningkat kepada hasan bukan hadis batil atau munkar.
Di antara murid Imam Ahmad adalah Salh bin Ahmad bin Hanbal anak terbesar Imam Ahmad, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal . Shalih bin Ahmad lebih menguasai fiqh dan Abdullah bin Ahmad lebih menguasai hadis. Murid yang adalah Al-Atsram dipanggil Abu Bakr dan nama aslinya; Ahmad bin Muhammad , Abdul Malik bin Abdul Hamid bin Mihran , Abu Bakr Al-Khallal , Abul Qasim yang terakhir ini memiliki banyak karangan tentang fiqh madzhab Ahmad. Salah satu kitab fiqh madzhab Hanbali adalah “Al-Mughni” karangan Ibnu Qudamah.


BAB III
KESIMPULAN

1.    Fiqh artinya faham atau tahu. Menurut istilah yang digunakan para ahli Fiqh (fuqaha). Fiqh itu ialah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syari’at Islam yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci. Menurut Hasan Ahmad Al-Khatib: Fiqhul Islami ialah sekumpulan hukum syara’, yang sudah dibukukan dalam berbagai madzhab, baik dari madzhab yang empat atau dari madzhab lainnya, dan yang dinukilkan dari fatwa-fatwa sahabat thabi’in, dari fuqaha yang tujuh di Makkah, di Madinah, di Syam, di Mesir, di Iraq, di Bashrah dan sebagainya.
Ruang lingkup fiqh:
1)      Rubu’ Ibadat
2)      Rubu’ muamalat
3)      Rubu’ munakahat
4)      Rubu’ jinayat.
2.    Perbedaan empat Imam Madzhab
a.       Mazhab Al-Hanafiyah
Sebagaimana dipatok oleh pendirinya, sangat dikenal sebagai terdepan dalam masalah pemanfaatan akal/ logika dalam mengupas masalah fiqih. Oleh para pengamat dianalisa bahwa di antaralatar belakangnya adalah:
1)   Karena beliau sangat berhati-hati dalam menerima sebuah hadits. Bila beliau tidak terlalu yakin atas keshahihah suatu hadits, maka beliau lebih memlih untuk tidak menggunakannnya. Dan sebagai gantinya, beliau menemukan begitu banyak formula seperti mengqiyaskan suatu masalah dengan masalah lain yang punya dalil nash syar’i.
2)   Kurang tersedianya hadits yang sudah diseleksi keshahihannya di tempat di mana beliau tinggal. Sebaliknya, begitu banyak hadits palsu, lemah dan bermasalah yang beredar di masa beliau. Perlu diketahui bahwa beliau hidup di masa 100 tahun pertama semenjak wafat nabi SAW, jauh sebelum era imam Al-Bukhari dan imam Muslim yang terkenal sebagai ahli peneliti hadits.
b.      Mazhab Al-Malikiyah
Mazhab ini ditegakkan di atas doktrin untuk merujuk dalam segala sesuatunya kepada hadits Rasulullah SAW dan praktek penduduk Madinah. Imam Malik membangun madzhabnya dengan 20 dasar; Al-Quran, As-Sunnah , Ijma’, Qiyas, amal ahlul madinah , perkataan sahabat, istihsan, saddudzarai’, muraatul khilaf, istishab, maslahah mursalah, syar’u man qablana.
c.       Mazhab As-Syafi’iyah
Dasar madzhabnya: Al-Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Beliau tidak mengambil perkataan sahabat karena dianggap sebagai ijtihad yang bisa salah. Beliau juga tidak mengambil Istihsan sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah dan perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafi’i mengatakan, ”Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan syariat.” Penduduk Baghdad mengatakan,”Imam Syafi’i adalah nashirussunnah ,”
d.      Mazhab Al-Hanabilah
Dasar madzhab Ahmad adalah Al-Quran, Sunnah, fatwah sahahabat, Ijam’, Qiyas, Istishab, Maslahah mursalah, saddudzarai’.


[1] http//www.Pengertian dan Ruang Lingkup Fiqh - Pustaka.htm (Copyright by CV. Kawatama Sinergi Bandung)
[2] http//www.Cabang-Cabang Ilmu Fiqih « Samudra Ilmu Agama Islam.htm
[3] Ahmad Sarwat, http//www.Perbedaan Antar Mazhab.htm







Tidak ada komentar: