BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sebagai makhluk sosial, manusia
memerlukan sebuah interaksi dengan sesamanya. Dan proses interaksi itu tidak
selamanya berjalan dengan baik, namun ada kalanya dihiasi dengan konflik
horizontal sehingga dalam kasus ini diperlukan adanya suatu institusi yang
menjadi pemutus konflik tersebut. Dalam kehidupan bernegara, institusi ini
menjelma dalam bentuk Lembaga-lembaga peradilan.
Di dalam dunia pengadilan, sebenarnya
hanya ada satu hal pokok yang dicari para justiabalance (pencari keadilan)
yaitu Putusan Hakim. Untuk lahirnya sebuah putusan diperlukan beberapa prosedur
tententu, dan ada berbagai jenis putusan yang akan dilahirkan dari dunia
peradilan.
Selain itu dalam undang-undang
diupayakan seadil-adil mungkin dalam pembuatannya dan juga penerapan
undang-undang tersebut. Dan juga tidak di kesampingkan hak dari pada terpidana.
Ini jelas terlihat dari kesempatan yang diberikan undang-undang dalam berbagai
tingkatan. Misalnya saja seseorang yang tidak puas dengan keputusan pengadilan
maka dia mempunyai hak untuk mengajukan kembali ketidaksetujuannya itu kepada
pengadilan tinggi.
Namun semua itu ada syarat yang telah
ditetapkan dalam UU, misalnya saja ada bukti yang terbaru atau novum yang dapat
meringankan atau bahkan membebaskan si terdakwa dari putusan pengadilan pertama
atau pengadilan negeri. Untuk pengajuan banding itu ada batasan waktu yang jika
melewati batasan tersebut maka putusan pengadilan negeri atau pengadilan
tingkat pertama telah disetujui oleh pihak yang telah di dakwa oleh pengadilan.
Jika sebuah keputusan pada tingkat
banding juga tidak memuaskan salah satu pihak, maka pihak yang merasa tidak
puas dengan keputusan tersebut dapat mengajukan peninjauan kembali (PK) pada
tingkatan Mahkamah Agung (MA) dalam bentuk kasasi.
Makalah ini akan menguraikan secara
singkat tentang macam-macam putusan hakim sekaligus proses eksekusinya. Dan juga
membahas tentang
procedure atau tatacara dalam pengajuan banding dan kasasi atau lebih tepastnya
tentang Upaya-upaya Hukum dalam undang-undang pengadilan di Indonesia,
pengertian dari upaya hukum dan bentuk-bentuk upaya hukum yang telah digariskan
oleh undang-undang (KUHAP), serta kami mencoba membahas dan menjelaskan tentang hak dari para
pihak yang tidak puas terhadap putusan pengadilan negeri ataupun pengadilan
tinggi.
B. Rumusan Masalah
Dari
latar belakang di atas penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.
Apa saja
macam-macam putusan yang ada dalam sebuah pengadilan?
2.
Apa pengertian
serta macam-macam upaya hukum dalam sebuah pengadilan?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mahasiswa/mahasiswi
dapat memahami apa saja macam-macam putusan.
2.
Mahasiswa/mahasiswi
dapat memahami pengertian serta macam-macam upaya hukum dalam pengadilan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Macam-macam Putusan
Produk hakim dari hasil pemeriksaan
perkara di persidangan ada 3 macam yaitu putusan, penetapan, dan akta
perdamaian. Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk
tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil
dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius). Penetapan adalah pernyataan
hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam
sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan
(voluntair). Sedangkan akta perdamaian adalah akta yang dibuat oleh hakim yang
berisi hasil musyawarah antara para pihak dalam sengketa untuk mengakhiri
sengketa dan berlaku sebagai putusan.[1]
Ada berbagai jenis Putusan Hakim
dalam pengadilan sesuai dengan sudut pandang yang kita lihat. Dari segi
fungsinya dalam mengakhiri perkara putusan hakim adalah sebagai berikut :
1. Putusan Akhir
-
adalah putusan yang mengakhiri pemeriksaan di
persidangan, baik telah melalui semua tahapan pemeriksaan maupun yang
tidak/belum menempuh semua tahapan pemeriksaan.
-
Putusan yang dijatuhkan sebelum tahap akhir dari
tahap-tahap pemeriksaan, tetapi telah mengakhiri pemeriksaan yaitu :
a. putusan gugur
b. putusan verstek
yang tidak diajukan verzet
c. putusan tidak
menerima
d.
putusan yang
menyatakan pengadilan agama tidak berwenang memeriksa
-
Semua putusan
akhir dapat dimintakan akhir, kecuali bila undang-undang menentukan lain.
2. Putusan Sela
-
adalah putusan yang dijatuhkan masih dalam proses
pemeriksaan perkara dengan tujuan untuk memperlancar jalannya pemeriksaan.
Kemudian
jika dilihat dari segi hadir tidaknya para pihak pada saat putusan dijatuhkan,
putusan dibagi sebagai berikut :
1. Putusan gugur
-
adalah putusan yang menyatakan bahwa
gugatan/permohonan gugur karena penggugat/pemohon tidak pernah hadir, meskipun
telah dipanggil sedangkan tergugat hadir dan mohon putusan.
-
Putusan gugur dijatuhkan pada sidang
pertama atau sesudahnya sebelum tahapan pembacaan gugatan/permohonan.
2. Putusan Verstek
-
adalah putusan yang dijatuhkan karena
tergugat/termohon tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil secara resmi,
sedang penggugat hadir dan mohon putusan.
-
Verstek artinya tergugat tidak hadir
3. Putusan
kontradiktoir
-
adalah putusan akhir yang pada saat
dijatuhkan/diucapkan dalam sidang tidak dihadiri salah satu atau para pihak.
-
Dalam pemeriksaan/putusan
kontradiktoir disyaratkan bahwa baik penggugat maupun tergugat pernah hadir
dalam sidang.
Jika dilihat dari isinya terhadap
gugatan/perkara, putusan hakim dibagi sebagai berikut:
1.
Putusan tidak menerima
-
yaitu putusan yang menyatakan bahwa hakim tidak
menerima gugatan penggugat/permohonan pemohon atau dengan kata lain gugatan
penggugat/pemohonan pemohon tidak diterima karena gugatan/permohonan tidak
memenuhi syarat hukum baik secara formail maupun materiil.
2. Putusan menolak
gugatan penggugat
-
yaitu putusan akhir yang dijatuhkan setelah menempuh
semua tahap pemeriksaan dimana ternyata dalil-dalil gugat tidak terbukti.
3. Putusan
mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dan menolak/tidak menerima
selebihnya
-
Putusan ini merupakan putusan akhir.
-
Dalam kasus ini, dalil gugat ada yang terbukti dan ada
pula yang tidak terbukti atau tidak memenuhi syarat sehingga :
·
Dalil gugat yang
terbukti maka tuntutannya dikabulkan.
·
Dalil gugat yang
tidak terbukti makan tuntutannya ditolak.
·
Dalil gugat yang
tidak memenuhi syarat maka diputus dengan tidak diterima.
4. Putusan
mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya
-
Putusan ini dijatuhkan apabila
syarat-syarat gugat telah terpenuhi dan seluruh dalil-dalil tergugat yang
mendukung petitum ternyata terbukti.
-
Untuk mengabulka suatu petitum harus didukung dalil
gugat. Satu petitum mungkin didukung oleh beberapa dalil gugat. Apabila
diantara dalil-dalil gugat itu ada sudah ada satu dalil gugat yang dapat
dibuktikan maka telah cukup untuk dibuktikan, meskipun mungkin dalil-dalil
gugat yang lain tidak terbukti.
B.
Pengertian
Upaya Hukum
Tujuan utama dalam suatu proses di muka
Pengadilan adalah untuk memperoleh putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap.
Akan tetapi, setiap putusan yang dijatuhkan oleh Hakim belum tentu dapat
menjamin kebenaran secara yuridis, karena putusan itu tidak lepas dari
kekeliruan dan kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Agar
kekeliruan dan kekilafan itu dapat diperbaiki, maka demi tegaknya kebenaran dan
keadilan, terhadap putusan Hakim itu dimungkinkan untuk diperiksa ulang. Cara
yang tepat untuk dapat mewujudkan kebenaran dan keadilan itu adalah dengan
melaksanakan upaya hukum. Jadi, Upaya hukum merupakan Upaya atau alat untuk
mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan (Krisna Harahap, 2003
: 114-115).[2]
Upaya hukum
merupakan hak terdakwa yang dapat dipergunakan apabila siterdakwa merasa tidak
puas atas putusan yang diberikan oleh pengadilan. Karena upaya hukum ini
merupakan hak, jadi hak tersebut bisa saja dipergunakan dan bisa juga
siterdakwa tidak menggunakan hak tersebut. Akan tetapi, bila hak untuk
mengajukan upaya hukum tersebut dipergunakan oleh siterdakwa, maka pengadilan
wajib menerimanya. Hal ini dapat dilihat dalam KUHAP pada rumusan pasal 67 yang
menyatakan: “terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan
pengadilan tingkat pertama, kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala
tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan
putusan pengadilan acara cepat”.
KUHAP
membedakan upaya hukum kepada dua macam, Upaya hukum biasa dan upaya hukum luar
biasa (istimewa). Upaya hukum biasa terdiri dari dua bagian, bagian kesatu
tentang pemeriksaan tingkat banding, dan bagian kedua adalah pemeriksaan
kasasi. Sedangkan uapaya hukum luar biasa adalah peninjauan kembali putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
1. Upaya Hukum Biasa
a)
Pemeriksaan
Tingkat Banding
Dari segi
formal, pemeriksaan banding merupakan upaya yag data diminta oleh pihak yang
berkepentingan, supaya putusan peradilan
tingkat pertama diperiksa lagi dalam peradilan tingkat banding. Dengan kata
lain undang-undang memberi upaya kepada pihak yang berkepentingan untuk
mengajukan permintaan pemeriksaan putusan peradilan tingkat pertama
kepada peradilan tingkat banding.
Ditijau dari
segi tujuan pemeriksaan tingkat banding mempunyai beberapa maksud antara lain
sebagai berikut:
- Memperbaiki kekeliruan putusan tingkat pertama
Pada dasarnya
segala putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan mengenai hakim tak luput dari
kesalan, kelalaian, dan kekhilafan. Agar kesalahan dan kelalaian tersebut tidak
melekat pada putusan yang dijatuhkan, undang-undang memberikan kesempatan untuk
melakukan upaya hukum yang bertujuan untuk mengoreksi kekeliruan yang ada dalam
putusan tersebut koreksi atau perbaikan atas kesalahan putusan tingkat pertama
tersebut dibebankan kepada peradilan tingkat banding dalam pemeriksaan tingkat
banding.
- Mencegah kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan
Tidak dapat
dibayangkan seandainya undang-undang tidak membuka pemeriksaan tingkat banding,
peradilan tingkat pertama bisa saja terjerumus kepada kesewenangan dan
penyalahgunaan jabatan karena putusan tersebut telah absolut. akan tetapi
dengan adanya upaya banding hal ini mempengaruhi peradilan tigkat pertama untuk
lebih berhati-hati dan korektif karena ada kemungkinan putusan yang
dijatuhkannya akan di uji kebenarannya pada peradilan tingkat banding.
- Untuk Menciptakan keseragaman Penerapan hukum
Yang dimaksud
dengan keseragaman penerapan hukum adalah sesuainya dalam menafsirkan salah
atau tidaknya suatu perbuatan menurut undang-undang. Baik dari sudut pandang
peradilan tingkat pertama maupun peradilan tingkat banding. Hal ini untuk
menghindari terjadinya penerapan putusan peradilan yang saling tidak
bersesuaian antar peradilan .
Mengenai
pemeriksaan tingkat banding dalam KUHAP dapat dilihat pada pasal 233 – 243,
diantaranya dibahas antara lain mengenai :
1)
Penerimaan permintaan banding
Penerimaan
permohonan banding dilakukan atas alasan permintaan yang memenuhi persyaratan
undang-undang, diantaranya :
· Permohonan banding memenuhi syarat. Hal ini dapat
dilihat dalam pasal 233 yang antara lain
memuat :
-
Permohonan diajukan kepada
panitera pengadilan negeri yang memutus perkara tersebut.
-
Permohonan banding diajukan terhadap
putusan yang dapat diminta banding.
-
Permintaan banding diajukan
dalam tenggang waktu yang ditentukan yakni 7 hari sesudah putusan dijatuhkan.
2)
Tatacara penerimaan banding
-
Permohonan permintaan banding disampaikan kepada panitera pengadilan negeri
yang memutus perkara tersebut, dalam hal ini panitera wajib membuat akta
permintaan banding yang di tandatangani oleh pemohon.
-
Permohonan banding juga dapat
dilakukan tanpa menghadap langsung pada panitera yang mungkin karena pemohon
berhalangan.
-
Yang berhak mengajukan
permintaan banding antara lain terdakwa, orang yang khusus dikuasakan terdakwa,
petuntut umum, terdakwa dengan petuntut umum yang sekaligus sama-sama
mengajukan banding.
3)
permintaan banding wajib
diberitahukan kepada pihak lain agar mereka dapat mempersiapkan diri.
4)
Tenggang waktu pengiriman
berkas paling lambat 14 hari terhitung sejak permohonan banding diajukan.
5)
Memori dan kontra memori
banding adalah uraian atau risalah yang memuat tanggapan keberatan terhadap
putusan yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama, hal ini diajukan oleh
pemohon untuk mengemukakan kelemahan dan ketidaktepatan penafsiran atau
penerapan hukum yang terdapat dalam putusan pengadilan tingkat pertama. Kontra
memori banding ini merupakan hak kepada pemohon, bukan kewajiban hukum jadi
tanpa memori banding pun perkara tetap diperiksa.
6)
Pencabutan permohonan banding
dapat dilakukan selama perkara banding belum diputuskan oleh pengadilan tinggi,
jadi apabila telah dicabut permintaan banding keatas perkara tersebut tidak
dapat diajukan lagi.
7)
Pemeriksaan pada tingkat
banding hanya berdasarkan berkas perkara yang terdiri daripada :
-
Berita acara pemeriksaan penyidik
-
Berita acara pemeriksaan disidang pengadilan negeri
-
Semua surat yang timbul selama pemeriksaan sidang negeri sepanjang surat
tersebut berhubungan dengan perkara
-
Putusan yang dijatuhkan pengadilan negeri
Walaupun di
pengadilan tinggi pemeriksaan hanya didasarkan atas berkas perkara, namun tidak
menuntut kemungkinan pihak pengadilan tinggi mendengar langsung pernyataan yang
dianggap perlu kepada pihak yang bersangkutan.
8)
Bentuk putusan tingkat banding dapat berupa :
1.1 Menguatkan putusan pengadilan
negeri. Baik secara murni maupun dengan tambahan pertimbangan atau bisa juga
menguatkan putusan dengan alasan pertimbangan lain.
1.2 Mengubah atau memperbaiki putusan peradilan negeri, dapat berupa :
-
Perubahan atau perbaikan kualifikasi tindak pidana
-
Perubahan atau perbaikan mengenai alat bukti
-
Perubahan atau perbaikan pemidanaan
b)
Pemeriksaan
Tingkat Kasasi
Kasasi
merupakan upaya hukum tingkat kedua setelah pemeriksaan tingkat banding. Aturan
formil menegnai procedure dalam beracara pada pemeriksaan tingkat kasasi ini
dapat dilihat dalam KUHAP pasal 244 sampai pasal 258.
Terhadap
putusan perkara pidana yang diberikan oleh pengadilan negeri dan pengadilan
tinggi, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan kasasi permintaan
pemeriksaan kasasi pada Mahkamah Agung, kecuali terhadap putusan bebas.
Upaya-upaya kasasi ini juga merupakan hak yang diberikan kepada terdakwa maupun
penuntut umum.
Tujuan upaya
kasasi antara lain adalah untuk mengoreksi kesalahan putusan pengadilan
bawahan, dapat juga putusan yang dikeluarkan oleh mahkamah agung itu merupakan
koreksi sekaligus menciptakan hukum baru dalam bentuk yurisprudensi. Disamping
itu juga kasasi dari mahkamah agung juga merupakan bentuk pengawasan
terciptanya keseragaman penegakan hukum.
Dalam buku
yang dikarang oleh M. Yahya beliau menjelaskan
setidak ada tiga alasan yang dibenarkan oleh UU untuk mengajukan kasasi, di
antaranya:
1) Untuk menguji apakah benar suatu peraturan hukum telah diterapkan
sebagaimana mestinya atau tidak.
2) Untuk menguji apakah benar cara mengadili telah dilaksanakan berdasarkan
ketentuan UU.
3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
Prosedur
permohonan kasasi antara lain meliputi :
-
Pengajuan permohonan kasasi kepada panitera pengadilan yang telah memutuskan
perkaranya dalam waktu 14 hari sesudah putusan dan ditandai dengan adanya tanda
terima penyerahan memori kasasi.
-
Permintaan tersebut ditulis
oleh panitera yang kemudian ditandatangani oleh panitera dan pemohon serta
dicatat dalam berkas perkara.
-
Permintaan kasasi wajib
diberitahukan kepada semua pihak yang berkepentingan.
-
Pemeriksaan kasasi dilakukan
dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim meliputi berkas perkara. Tetapi
tidak menutup kemungkinan adanya pemeriksaan tambahan.
2. Upaya Hukum Luar Biasa
Disebut upaya hukum luar biasa karena:
a.
Diajukan dan ditujukan
terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap.
b.
Upaya ini hanya dapat
dilakukan dalam keadaan tertentu, bukan terhadap semua putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum yang tetap.
c.
Upaya hukum luar biasa
diajukan kepada mahkamah agung sebagai pemeriksa, serta pembuat keputusan
sebagai instansi pertama dan terakhir.
Upaya hukum luar biasa UU menggolongkannya kepada
dua bagian:
a) Kasasi demi kepentingan hukum
Procedure hukum beracara dalam pemeriksaan
tingkat kasasi demi kepentingan hukum dapat dilihat dalam KUHAP pasal 259
sampai pasal 262. Terhadap semua putusan pengadilan kecuali putusan mahkamah
agung, dapat diajukan kasasi demi kepentingan hukum dengan syarat putusan
pengadilan itu telah berkekuatan hukum yang tetap. Jadi, hanya terbatas pada
putusan pengadilan negeri dan putusan pengadilan tinggi.
Pada dasarnya procedure pengajuan kasasi demi
kepentingan hukum ini sama halnya dengan beberapa upaya hukum yang telah
dijelaskan diatas. Yakni, permohonan nya disampaikan kepada panitera pengadilan
tingkat pertama yang selanjutnya oleh panitera disampaikan kepada pihak yang
berkepentingan yang dilampirkan dalam berkas perkara.
b) Peninjauan Kembali (PK) putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap
Tata cara beracara pada peninjauan kembali
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap (PK) dapat
dirujuk pdalam KUHAP pasal 263-269.
Yang membedakan PK dengan kasasai demi
kepentingan hukum adalah bahwa kasasi demi kepentingan hukum dikecualikan atas
putusan mahkamah agung, sedangkan PK dapat diajukan atas semua bentuk keputusan
dan dari segala instansi baik itu putusan dari pengadilan negeri, pengadilan
tinggi, maupun mahkamah agung sendiri. Perbedaannnya juga terdapat pada pihak
yang dapat mengajukan permohonan PK yakni hanya terpidana atau ahli warisnya, sedangkan
Jaksa agung tidak dapat mengajukan PK.
Tetapi pada masa belakangan ini terutama sejak
lahir putusan No. 55 PK/Pid/1996 yang menerima secara formal permintaan
peninjaun kembali oleh penuntut umum dalam kasus Muchktar Pak Pahan telah
menimbulkna perdebatan diberbagai kalangan dan menjadi preseden bagi penuntut
umum untuk mengajukan PK. Bahkan hingga saat ini ada beberapa permintaan PK
yang terdaftar di Mahkamah Agung yang diajukan oleh penuntut umum.[3]
Alasan pokok yang dapat dijadikan dasar
permintaan PK ialah disebut didalam pasal 263 ayat 2 adalah:
1)
Novum, yakni adanya
keadaan baru yang mempunyai sifat dan kualitas untuk meringankan terpidana.
baik itu meringankan dari segi dia bisa bebas atau lepas dari segala tuntutan
hukum atau meringankan dari segi tuntutan penuntut umum tidak dapat
diterima atau bisa juga meringankan dari segi pidana yang dia terima.
2)
Apabila terdapat pertentangan
dalam berbagai putusan. misalnya adanya pertentangan antara putusan perdata
dengan putusan pidana. Sebagai contoh: terdakwa yang berstatus sebagai direktur
BPD dijatuhi pidana karena bersalah melakukan kejahatan penggelapan dalam
jabatan karena menjual tanah jaminan di bawah tangan tanpa melalui PUPN (pasal
374 KUHP). Tetapi dalam perkara perdata pengadilan perdata menyimpulkan bahwa
penjualan dibawah tangan atas barang jaminan yang dilakukan tersebut adalah sah
dan tidak bertentangan dengan cara yang ditentukan oleh UU. Nah, dalam kasus
seperti ini terpidana dapat menjadikannya sebagai alasan yang mendasari
permintaan peninjauan kembali.
3)
Apabila terdapat kekhilafan
atau kekeliruan yang nyata dalam putusan.
Tata cara mengajukan peninjauan kembali meliputi;
1)
Permintaan peninjauan kembali diajukan baik secara tertulis maupun lisan
dengan mengemukakan alasan-alasan yang mendasari permintaan peninjauan kembali
kepada panitera yang memutus perkara itu pada tingkat pertama tanpa batas
waktu.
2)
Kemudian panitera membuat akta permintaan PK yang ditanda tangani oleh permohonan
panitera. Kemudian berkas tersebut disampaikan kepada mahkamah agung melalaui
ketua pengadilan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Macam-macam
putusan : Dari segi
fungsinya:
1. Putusan Akhir
2. Putusan Sela
Kemudian jika
dilihat dari segi hadir tidaknya para pihak pada saat putusan dijatuhkan,
putusan dibagi sebagai berikut :
1. Putusan gugur
2. Putusan Verstek
3. Putusan
kontradiktoir
Jika
dilihat dari isinya terhadap gugatan/perkara, putusan hakim dibagi sebagai
berikut:
1. Putusan tidak
menerima
2. Putusan menolak
gugatan penggugat
3. Putusan
mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dan menolak/tidak menerima
selebihnya
4. Putusan
mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya
Upaya hukum merupakan
suatu tindakan yang diberikan atau hak yang diberikan oleh undang-undang kepada
para pihak yang tidak puas dengan keputusan pengadilan diberbagai tingkatan
pengadilan. Ada dua upaya
hukum yaitu:
1. Upaya hukum biasa; yantermasuk kedalam upaya hukum biasa adalah:
a. Upaya hukum banding
b. Upaya hukum kasasi
2. Upaya hukum luar biasa; yang termasuk kedalam upaya luar biasa adalah:
a. Kasasi demi kepentingan hukum
b. Peninjauan kembali (PK) putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum yang tetap
Semua upaya
hukum ini mempunyai aturan dan tatacara dalam pengajuannya. Dan juga merupakan
hak dari setiap warga negara Indonesia yang tidak puas dengan keputusan
pengadilan.
B.
Saran
Terakhir dalam penyusunan makalah ini penulis berharap
agar di dalam Peradilan Agama senantiasa melaksanakan tugas sesuai dengan
prosedur yang telah diatur. Terlebih mengenai putusan dan upaya hukum
sebagaimana yang telah penulis rinci secara detail dalam makalah ini. Adapun
mengenai kekurangan dalam makalah ini penulis mohon kritik dan saran dari semua
pihak guna untuk perbaikan.
[1] Ahmadi Andianto, http//www.-putusan-hakim-dan-eksekusi-htm.
Diunduh pada 13 November 2013. Pkl. 20.15 WIB
[2] Mamfaluthy al-Fuadhil Ma’az, Peunebah Upaya Hukum. htm. Diunduh pada
23 November 2013. Pkl. 20.10 WIB
[3] Fika Triwulandari, UPAYA-UPAYA HUKUM. kumpulan-makalah-baru-htm. Diunduh pada 23
November 2013. Pkl. 20.15 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar