Kotak Saran

tombol masukan dan saran

Sabtu, 21 Februari 2015

Hukum Acara Peradilan Agama: Pengertian dan Macam-Macam Putusan



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan sebuah interaksi dengan sesamanya. Dan proses interaksi itu tidak selamanya berjalan dengan baik, namun ada kalanya dihiasi dengan konflik horizontal sehingga dalam kasus ini diperlukan adanya suatu institusi yang menjadi pemutus konflik tersebut. Dalam kehidupan bernegara, institusi ini menjelma dalam bentuk Lembaga-lembaga peradilan.
Di dalam dunia pengadilan, sebenarnya hanya ada satu hal pokok yang dicari para justiabalance (pencari keadilan) yaitu Putusan Hakim. Untuk lahirnya sebuah putusan diperlukan beberapa prosedur tententu, dan ada berbagai jenis putusan yang akan dilahirkan dari dunia peradilan.
Selain itu dalam undang-undang diupayakan seadil-adil mungkin dalam pembuatannya dan juga penerapan undang-undang tersebut. Dan juga tidak di kesampingkan hak dari pada terpidana. Ini jelas terlihat dari kesempatan yang diberikan undang-undang dalam berbagai tingkatan. Misalnya saja seseorang yang tidak puas dengan keputusan pengadilan maka dia mempunyai hak untuk mengajukan kembali ketidaksetujuannya itu kepada pengadilan tinggi.
Namun semua itu ada syarat yang telah ditetapkan dalam UU, misalnya saja ada bukti yang terbaru atau novum yang dapat meringankan atau bahkan membebaskan si terdakwa dari putusan pengadilan pertama atau pengadilan negeri. Untuk pengajuan banding itu ada batasan waktu yang jika melewati batasan tersebut maka putusan pengadilan negeri atau pengadilan tingkat pertama telah disetujui oleh pihak yang telah di dakwa oleh pengadilan.
Jika sebuah keputusan pada tingkat banding juga tidak memuaskan salah satu pihak, maka pihak yang merasa tidak puas dengan keputusan tersebut dapat mengajukan peninjauan kembali (PK) pada tingkatan Mahkamah Agung (MA) dalam bentuk kasasi.
Makalah ini akan menguraikan secara singkat tentang macam-macam putusan hakim sekaligus proses eksekusinya. Dan juga membahas tentang procedure atau tatacara dalam pengajuan banding dan kasasi atau lebih tepastnya tentang Upaya-upaya Hukum dalam undang-undang pengadilan di Indonesia, pengertian dari upaya hukum dan bentuk-bentuk upaya hukum yang telah digariskan oleh undang-undang (KUHAP), serta kami mencoba membahas dan menjelaskan tentang hak dari para pihak yang tidak puas terhadap putusan pengadilan negeri ataupun pengadilan tinggi.
B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.    Apa saja macam-macam putusan yang ada dalam sebuah pengadilan?
2.    Apa pengertian serta macam-macam upaya hukum dalam sebuah pengadilan?
C.      Tujuan Penulisan
1.    Mahasiswa/mahasiswi dapat memahami apa saja macam-macam putusan.
2.    Mahasiswa/mahasiswi dapat memahami pengertian serta macam-macam upaya hukum dalam pengadilan.
 
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian dan Macam-macam Putusan

Produk hakim dari hasil pemeriksaan perkara di persidangan ada 3 macam yaitu putusan, penetapan, dan akta perdamaian. Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius). Penetapan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan (voluntair). Sedangkan akta perdamaian adalah akta yang dibuat oleh hakim yang berisi hasil musyawarah antara para pihak dalam sengketa untuk mengakhiri sengketa dan berlaku sebagai putusan.[1]
Ada berbagai jenis Putusan Hakim dalam pengadilan sesuai dengan sudut pandang yang kita lihat. Dari segi fungsinya dalam mengakhiri perkara putusan hakim adalah sebagai berikut :
1.      Putusan Akhir
-          adalah putusan yang mengakhiri pemeriksaan di persidangan, baik telah melalui semua tahapan pemeriksaan maupun yang tidak/belum menempuh semua tahapan pemeriksaan.
-          Putusan yang dijatuhkan sebelum tahap akhir dari tahap-tahap pemeriksaan, tetapi telah mengakhiri pemeriksaan yaitu :
a.       putusan gugur
b.      putusan verstek yang tidak diajukan verzet
c.       putusan tidak menerima
d.      putusan yang menyatakan pengadilan agama tidak berwenang memeriksa
-          Semua putusan akhir dapat dimintakan akhir, kecuali bila undang-undang menentukan lain.
2.      Putusan Sela
-          adalah putusan yang dijatuhkan masih dalam proses pemeriksaan perkara dengan tujuan untuk memperlancar jalannya pemeriksaan.
Kemudian jika dilihat dari segi hadir tidaknya para pihak pada saat putusan dijatuhkan, putusan dibagi sebagai berikut :
1.      Putusan gugur
-          adalah putusan yang menyatakan bahwa gugatan/permohonan gugur karena penggugat/pemohon tidak pernah hadir, meskipun telah dipanggil sedangkan tergugat hadir dan mohon putusan.
-          Putusan gugur dijatuhkan pada sidang pertama atau sesudahnya sebelum tahapan pembacaan gugatan/permohonan.
2.      Putusan Verstek
-          adalah putusan yang dijatuhkan karena tergugat/termohon tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil secara resmi, sedang penggugat hadir dan mohon putusan.
-          Verstek artinya tergugat tidak hadir
3.      Putusan kontradiktoir
-          adalah putusan akhir yang pada saat dijatuhkan/diucapkan dalam sidang tidak dihadiri salah satu atau para pihak.
-          Dalam pemeriksaan/putusan kontradiktoir disyaratkan bahwa baik penggugat maupun tergugat pernah hadir dalam sidang.
Jika dilihat dari isinya terhadap gugatan/perkara, putusan hakim dibagi sebagai berikut:
1.        Putusan tidak menerima
-          yaitu putusan yang menyatakan bahwa hakim tidak menerima gugatan penggugat/permohonan pemohon atau dengan kata lain gugatan penggugat/pemohonan pemohon tidak diterima karena gugatan/permohonan tidak memenuhi syarat hukum baik secara formail maupun materiil.

2.      Putusan menolak gugatan penggugat
-          yaitu putusan akhir yang dijatuhkan setelah menempuh semua tahap pemeriksaan dimana ternyata dalil-dalil gugat tidak terbukti.
3.      Putusan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dan menolak/tidak menerima selebihnya
-          Putusan ini merupakan putusan akhir.
-          Dalam kasus ini, dalil gugat ada yang terbukti dan ada pula yang tidak terbukti atau tidak memenuhi syarat sehingga  :
·         Dalil gugat yang terbukti maka tuntutannya dikabulkan.
·         Dalil gugat yang tidak terbukti makan tuntutannya ditolak.
·         Dalil gugat yang tidak memenuhi syarat maka diputus dengan tidak diterima.
4.      Putusan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya
-          Putusan ini dijatuhkan apabila syarat-syarat gugat telah terpenuhi dan seluruh dalil-dalil tergugat yang mendukung petitum ternyata terbukti.
-          Untuk mengabulka suatu petitum harus didukung dalil gugat. Satu petitum mungkin didukung oleh beberapa dalil gugat. Apabila diantara dalil-dalil gugat itu ada sudah ada satu dalil gugat yang dapat dibuktikan maka telah cukup untuk dibuktikan, meskipun mungkin dalil-dalil gugat yang lain tidak terbukti.
B.       Pengertian Upaya Hukum
Tujuan utama dalam suatu proses di muka Pengadilan adalah untuk memperoleh putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap. Akan tetapi, setiap putusan yang dijatuhkan oleh Hakim belum tentu dapat menjamin kebenaran secara yuridis, karena putusan itu tidak lepas dari kekeliruan dan kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Agar kekeliruan dan kekilafan itu dapat diperbaiki, maka demi tegaknya kebenaran dan keadilan, terhadap putusan Hakim itu dimungkinkan untuk diperiksa ulang. Cara yang tepat untuk dapat mewujudkan kebenaran dan keadilan itu adalah dengan melaksanakan upaya hukum. Jadi, Upaya hukum merupakan Upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan (Krisna Harahap, 2003 : 114-115).[2]
Upaya hukum merupakan hak terdakwa yang dapat dipergunakan apabila siterdakwa merasa tidak puas atas putusan yang diberikan oleh pengadilan. Karena upaya hukum ini merupakan hak, jadi hak tersebut bisa saja dipergunakan dan bisa juga siterdakwa tidak menggunakan hak tersebut. Akan tetapi, bila hak untuk mengajukan upaya hukum tersebut dipergunakan oleh siterdakwa, maka pengadilan wajib menerimanya. Hal ini dapat dilihat dalam KUHAP pada rumusan pasal 67 yang menyatakan: “terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan acara cepat”.
KUHAP membedakan upaya hukum kepada dua macam, Upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa (istimewa). Upaya hukum biasa terdiri dari dua bagian, bagian kesatu tentang pemeriksaan tingkat banding, dan bagian kedua adalah pemeriksaan kasasi. Sedangkan uapaya hukum luar biasa adalah peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
1.    Upaya Hukum Biasa
a)        Pemeriksaan Tingkat Banding
Dari segi formal, pemeriksaan banding merupakan upaya yag data diminta oleh pihak yang berkepentingan, supaya putusan peradilan tingkat pertama diperiksa lagi dalam peradilan tingkat banding. Dengan kata lain undang-undang memberi upaya kepada pihak yang berkepentingan untuk mengajukan permintaan pemeriksaan putusan  peradilan tingkat pertama kepada peradilan tingkat banding.
Ditijau dari segi tujuan pemeriksaan tingkat banding mempunyai beberapa maksud antara lain sebagai berikut:
  • Memperbaiki kekeliruan putusan tingkat pertama
Pada dasarnya segala putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan mengenai hakim tak luput dari kesalan, kelalaian, dan kekhilafan. Agar kesalahan dan kelalaian tersebut tidak melekat pada putusan yang dijatuhkan, undang-undang memberikan kesempatan untuk melakukan upaya hukum yang bertujuan untuk mengoreksi kekeliruan yang ada dalam putusan tersebut koreksi atau perbaikan atas kesalahan putusan tingkat pertama tersebut dibebankan kepada peradilan tingkat banding dalam pemeriksaan tingkat banding.
  • Mencegah kesewenangan dan penyalahgunaan  jabatan
Tidak dapat dibayangkan seandainya undang-undang tidak membuka pemeriksaan tingkat banding, peradilan tingkat pertama bisa saja terjerumus kepada kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan karena putusan tersebut telah absolut. akan tetapi dengan adanya upaya banding hal ini mempengaruhi peradilan tigkat pertama untuk lebih berhati-hati dan korektif karena ada kemungkinan putusan yang dijatuhkannya akan di uji kebenarannya pada peradilan tingkat banding.
  • Untuk Menciptakan keseragaman Penerapan hukum
Yang dimaksud dengan keseragaman penerapan hukum adalah sesuainya dalam menafsirkan salah atau tidaknya suatu perbuatan menurut undang-undang. Baik dari sudut pandang peradilan tingkat pertama maupun peradilan tingkat banding. Hal ini untuk menghindari terjadinya penerapan putusan peradilan yang saling tidak bersesuaian antar peradilan .    
Mengenai pemeriksaan tingkat banding dalam KUHAP dapat dilihat pada pasal 233 – 243, diantaranya dibahas antara lain mengenai :
1)        Penerimaan permintaan banding
Penerimaan permohonan banding dilakukan atas alasan permintaan yang memenuhi persyaratan undang-undang, diantaranya :
·       Permohonan banding memenuhi syarat. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 233 yang antara lain memuat :
-       Permohonan diajukan kepada panitera pengadilan negeri yang memutus perkara tersebut.
-       Permohonan banding diajukan terhadap putusan yang dapat diminta banding.
-       Permintaan banding diajukan dalam tenggang waktu yang ditentukan yakni 7 hari sesudah putusan dijatuhkan.
2)        Tatacara penerimaan banding
-       Permohonan permintaan banding disampaikan kepada panitera pengadilan negeri yang memutus perkara tersebut, dalam hal ini panitera wajib membuat akta permintaan banding yang di tandatangani oleh pemohon.
-       Permohonan banding juga dapat dilakukan tanpa menghadap langsung pada panitera yang mungkin karena pemohon berhalangan.
-       Yang berhak mengajukan permintaan banding antara lain terdakwa, orang yang khusus dikuasakan terdakwa, petuntut umum, terdakwa dengan petuntut umum yang sekaligus sama-sama mengajukan banding.
3)        permintaan banding wajib diberitahukan kepada pihak lain agar mereka dapat mempersiapkan diri.
4)        Tenggang waktu pengiriman berkas paling lambat 14 hari terhitung sejak permohonan banding diajukan.
5)        Memori dan kontra memori banding adalah uraian atau risalah yang memuat tanggapan keberatan terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama, hal ini diajukan oleh pemohon untuk mengemukakan kelemahan dan ketidaktepatan penafsiran atau penerapan hukum yang terdapat dalam putusan pengadilan tingkat pertama. Kontra memori banding ini merupakan hak kepada pemohon, bukan kewajiban hukum jadi tanpa memori banding pun perkara tetap diperiksa.
6)        Pencabutan permohonan banding dapat dilakukan selama perkara banding belum diputuskan oleh pengadilan tinggi, jadi apabila telah dicabut permintaan banding keatas perkara tersebut tidak dapat diajukan lagi.
7)        Pemeriksaan pada tingkat banding hanya berdasarkan berkas perkara yang terdiri daripada :
-       Berita acara pemeriksaan penyidik
-       Berita acara pemeriksaan disidang pengadilan negeri
-       Semua surat yang timbul selama pemeriksaan sidang negeri sepanjang surat tersebut berhubungan dengan perkara
-       Putusan yang dijatuhkan pengadilan negeri
Walaupun di pengadilan tinggi pemeriksaan hanya didasarkan atas berkas perkara, namun tidak menuntut kemungkinan pihak pengadilan tinggi mendengar langsung pernyataan yang dianggap perlu kepada pihak yang bersangkutan.
8)        Bentuk putusan tingkat banding dapat berupa :
1.1  Menguatkan putusan pengadilan negeri. Baik secara murni maupun dengan tambahan pertimbangan atau bisa juga menguatkan putusan dengan alasan pertimbangan lain.
1.2  Mengubah atau memperbaiki putusan peradilan negeri, dapat berupa :
-   Perubahan atau perbaikan kualifikasi tindak pidana
-   Perubahan atau perbaikan mengenai alat bukti
-   Perubahan atau perbaikan pemidanaan
b)         Pemeriksaan Tingkat Kasasi
Kasasi merupakan upaya hukum tingkat kedua setelah pemeriksaan tingkat banding. Aturan formil menegnai procedure dalam beracara pada pemeriksaan tingkat kasasi ini dapat dilihat dalam KUHAP pasal 244 sampai pasal 258.
Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan oleh pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan kasasi permintaan pemeriksaan kasasi pada Mahkamah Agung, kecuali terhadap putusan bebas. Upaya-upaya kasasi ini juga merupakan hak yang diberikan kepada terdakwa maupun penuntut umum.
Tujuan upaya kasasi antara lain adalah untuk mengoreksi kesalahan putusan pengadilan bawahan, dapat juga putusan yang dikeluarkan oleh mahkamah agung itu merupakan koreksi sekaligus menciptakan hukum baru dalam bentuk yurisprudensi. Disamping itu juga kasasi dari mahkamah agung juga merupakan bentuk pengawasan terciptanya keseragaman penegakan hukum.
Dalam buku yang dikarang oleh M. Yahya beliau menjelaskan setidak ada tiga alasan yang dibenarkan oleh UU untuk mengajukan kasasi, di antaranya:
1)      Untuk menguji apakah benar suatu peraturan hukum telah diterapkan sebagaimana mestinya atau tidak.
2)      Untuk menguji apakah benar cara mengadili telah dilaksanakan berdasarkan ketentuan UU.
3)      Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
Prosedur permohonan kasasi antara lain meliputi :
-       Pengajuan permohonan kasasi kepada panitera pengadilan yang telah memutuskan perkaranya dalam waktu 14 hari sesudah putusan dan ditandai dengan adanya tanda terima penyerahan memori kasasi.
-       Permintaan tersebut ditulis oleh panitera yang kemudian ditandatangani oleh panitera dan pemohon serta dicatat dalam berkas perkara.
-       Permintaan kasasi wajib diberitahukan kepada semua pihak yang berkepentingan.
-       Pemeriksaan kasasi dilakukan dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim meliputi berkas perkara. Tetapi tidak menutup kemungkinan adanya pemeriksaan tambahan.
2.    Upaya Hukum Luar Biasa
Disebut upaya hukum luar biasa karena:
a.         Diajukan dan ditujukan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap.
b.        Upaya ini hanya dapat dilakukan dalam keadaan tertentu, bukan terhadap semua putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap.
c.         Upaya hukum luar biasa diajukan kepada mahkamah agung sebagai pemeriksa, serta pembuat keputusan sebagai instansi pertama dan terakhir.
Upaya hukum luar biasa UU menggolongkannya kepada dua bagian:
a)    Kasasi demi kepentingan hukum
Procedure hukum beracara dalam pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentingan hukum dapat dilihat dalam KUHAP pasal 259 sampai pasal 262. Terhadap semua putusan pengadilan kecuali putusan mahkamah agung, dapat diajukan kasasi demi kepentingan hukum dengan syarat putusan pengadilan itu telah berkekuatan hukum yang tetap. Jadi, hanya terbatas pada putusan pengadilan negeri dan putusan pengadilan tinggi.
Pada dasarnya procedure pengajuan kasasi demi kepentingan hukum ini sama halnya dengan beberapa upaya hukum yang telah dijelaskan diatas. Yakni, permohonan nya disampaikan kepada panitera pengadilan tingkat pertama yang selanjutnya oleh panitera disampaikan kepada pihak yang berkepentingan yang dilampirkan dalam berkas perkara.
b)   Peninjauan Kembali (PK) putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap
Tata cara beracara pada peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap (PK) dapat dirujuk pdalam KUHAP pasal 263-269.
Yang membedakan PK dengan kasasai demi kepentingan hukum adalah bahwa kasasi demi kepentingan hukum dikecualikan atas putusan mahkamah agung, sedangkan PK dapat diajukan atas semua bentuk keputusan dan dari segala instansi baik itu putusan dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi, maupun mahkamah agung sendiri. Perbedaannnya juga terdapat pada pihak yang dapat mengajukan permohonan PK yakni hanya terpidana atau ahli warisnya, sedangkan Jaksa agung tidak dapat mengajukan PK.
Tetapi pada masa belakangan ini terutama sejak lahir putusan No. 55 PK/Pid/1996 yang menerima secara formal permintaan peninjaun kembali oleh penuntut umum dalam kasus Muchktar Pak Pahan telah menimbulkna perdebatan diberbagai kalangan dan menjadi preseden bagi penuntut umum untuk mengajukan PK. Bahkan hingga saat ini ada beberapa permintaan PK yang terdaftar di Mahkamah Agung yang diajukan oleh penuntut umum.[3]
Alasan pokok yang dapat dijadikan dasar permintaan PK ialah disebut didalam pasal 263 ayat 2 adalah:
1)        Novum, yakni adanya keadaan baru yang mempunyai sifat dan kualitas untuk meringankan terpidana. baik itu meringankan dari segi dia bisa bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum atau meringankan dari segi tuntutan penuntut umum  tidak dapat diterima atau bisa juga meringankan dari segi pidana yang dia terima.
2)        Apabila terdapat pertentangan dalam berbagai putusan. misalnya adanya pertentangan antara putusan perdata dengan putusan pidana. Sebagai contoh: terdakwa yang berstatus sebagai direktur BPD dijatuhi pidana karena bersalah melakukan kejahatan penggelapan dalam jabatan karena menjual tanah jaminan di bawah tangan tanpa melalui PUPN (pasal 374 KUHP). Tetapi dalam perkara perdata pengadilan perdata menyimpulkan bahwa penjualan dibawah tangan atas barang jaminan yang dilakukan tersebut adalah sah dan tidak bertentangan dengan cara yang ditentukan oleh UU. Nah, dalam kasus seperti ini terpidana dapat menjadikannya sebagai alasan yang mendasari permintaan peninjauan kembali.
3)        Apabila terdapat kekhilafan atau kekeliruan yang nyata dalam putusan.
Tata cara mengajukan peninjauan kembali meliputi;
1)        Permintaan peninjauan kembali diajukan baik secara tertulis maupun lisan dengan mengemukakan alasan-alasan yang mendasari permintaan peninjauan kembali kepada panitera yang memutus perkara itu pada tingkat pertama tanpa batas waktu.
2)        Kemudian panitera membuat akta permintaan PK yang ditanda tangani oleh permohonan panitera. Kemudian berkas tersebut disampaikan kepada mahkamah agung melalaui ketua pengadilan.  


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Macam-macam putusan : Dari segi fungsinya:
1.    Putusan Akhir
2.    Putusan Sela
Kemudian jika dilihat dari segi hadir tidaknya para pihak pada saat putusan dijatuhkan, putusan dibagi sebagai berikut :
1.    Putusan gugur
2.    Putusan Verstek
3.    Putusan kontradiktoir
Jika dilihat dari isinya terhadap gugatan/perkara, putusan hakim dibagi sebagai berikut:
1.    Putusan tidak menerima
2.    Putusan menolak gugatan penggugat
3.    Putusan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dan menolak/tidak menerima selebihnya
4.    Putusan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya
Upaya hukum merupakan suatu tindakan yang diberikan atau hak yang diberikan oleh undang-undang kepada para pihak yang tidak puas dengan keputusan pengadilan diberbagai tingkatan pengadilan.  Ada dua upaya hukum yaitu:
1.    Upaya hukum biasa; yantermasuk kedalam upaya hukum biasa adalah:
a.    Upaya hukum banding
b.    Upaya hukum kasasi
2.    Upaya hukum luar biasa; yang termasuk kedalam upaya luar biasa adalah:
a.    Kasasi demi kepentingan hukum
b.    Peninjauan kembali (PK) putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap
Semua upaya hukum ini mempunyai aturan dan tatacara dalam pengajuannya. Dan juga merupakan hak dari setiap warga negara Indonesia yang tidak puas dengan keputusan pengadilan. 
B.       Saran
Terakhir dalam penyusunan makalah ini penulis berharap agar di dalam Peradilan Agama senantiasa melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur yang telah diatur. Terlebih mengenai putusan dan upaya hukum sebagaimana yang telah penulis rinci secara detail dalam makalah ini. Adapun mengenai kekurangan dalam makalah ini penulis mohon kritik dan saran dari semua pihak guna untuk perbaikan.


[1] Ahmadi Andianto,  http//www.-putusan-hakim-dan-eksekusi-htm. Diunduh pada 13 November 2013. Pkl. 20.15 WIB
[2] Mamfaluthy al-Fuadhil Ma’az, Peunebah Upaya Hukum. htm. Diunduh pada 23 November 2013. Pkl. 20.10 WIB
[3] Fika Triwulandari, UPAYA-UPAYA HUKUM. kumpulan-makalah-baru-htm. Diunduh pada 23 November 2013. Pkl. 20.15 WIB

Tidak ada komentar: