Kotak Saran

tombol masukan dan saran

Kamis, 02 April 2015

Muhammadiyah Versi Ahmad Dahlan (Gagasannya yang Hampir Mati dan Terlupakan)

 Image result for muhammadiyah
Sejarah berdirinya suatu orga­nisasi tidak dapat di­pisah­­kan dari gaga­san dan piki­ran pendirinya. Sebab orang-orang yang kemu­dian bergabung menjadi anggota secara sadar telah menyepa­kati dasar dan tujuan organi­sasi tersebut yang pada hakikatnya merupakan perwu­ju­dan dari gagasan para pendirinya. PSII tidak mungkin dipisahkan dengan HOS Cokroaminoto. NU tidak mungkin dipisahkan dengan Hasyim Asya’ari. Demi­kian juga Muhammadiyah tidak mungkin dipisahkan dari Ahmad Dahlan. Dengan demi­kian gagasan dan pikiran yang muncul kemudian tidak mung­kin dipisahkan dari pikiran dan gagasan awal (para) pendiri­nya, (Moh. Djasman Al-Kindi; sala seorang pencetus berdiri­nya Ikatan Mahasiswa Muham­­ma­diyah dan menjadi ketua umum pertama DPP IMM).
Gagasan Ahmad Dahlan yang terpilih adalah bagai­mana dapatnya mengamalkan ayat-ayat al-Qur`an. Dengan demikian Muham­madiyah sebagai organisasi senantiasa diikhtiarkan untuk menjadi tempat untuk mengkaji Al-Qur`an sekaligus menjadi tempat bermusyawarah untuk mengamal­kannya. Oleh kare­na­nya Muhammadiyah tidak mungkin terpisah dari tiga prinsip yakni ; Pengkajian Al-Qur`an, Musyawarah dan amal, yang saat ini hampir “mati” ; antara “ada dan tiada”
Dengan demikian warga Muhammadiyah masih perlu mempelajari gagasan dan pikiran KH. Ahmad Dahlan. Terutama yang berkaitan dengan Ibadah Sholat tepat waktu dan pengamalan ayat-ayat Al-Qur`an, hal itu tidak dimaksud untuk mengikuti jejaknya secara dokmatik tetapi untuk memberi makna kreatif guna penerapannya pada masa kini. Sebab gagasan dan pikiran KH. Ahmad Dahlan jelas merupakan gagasan dan pikiran kretif dan inovatif. Dalam tulisan yang berjudul Al-Islam dan Al-Qur`an yang sampai sekarang diketahui merupakan satu-satunya tulisan Ahmad Dahlan yang dipublikasikan. Dinyatakan (pada waktu itu) adanya kekalutan di kalangan umat: mereka pecah belah dan tidak pernah bersatu. Dari tulisan KH. Ahmad Dahlan dan pengung­kapan Haji Hajid tentang KH. Ahmad Dahlan dalam berorganisasi berpe­gang pada prinsip:
a.   Senantiasa menghu­bung­kan diri (memper­tanggung­jawabkan tindakannya) kepada Allah.
b.   Perlu adanya ikatan persa­u­daraan berdasar kebena­ran (sejati).
c.   perlunya setiap orang, ter­utama para pemimpin terus-menerus menambah ilmu, sehingga dapat meng­ambil keputusan yang bijaksana.
d.   Ilmu harus diamalkan.
e.   Perlunya dilakukan peru­bahan apabila memang diperlukan untuk menuju keadaan yang lebih baik.
f.    Mengorbankan harta sen­diri untuk kebenaran. Ikhlas dan bersih.
Sangat ironis manakalah warga Muham­madiyah meng­abaikan sama sekali gagasan dan pikiran pendiri organisasi­nya ini. Seorang tokoh yang gagasannya telah menghasil­kan salah satu organisasi terbesar di Indo­nesia dan seka­rang banyak kalangan menik­mati­­nya walau­pun dalam berbagai gaya plus bermacam-macam ragam kepentingan (dalam tanda kutip!), baik dalam amal usaha maupun dalam persya­ri­katan Muhammadiyah. Gagasan pikiran cemerlang tersebut, jelas tidak layak untuk diabaikan. Gagasan dan piki­ran sema­cam itu jelas mengan­dung banyak hal yang perlu dipelajari terutama bagi warga Muham­madiyah mana­kala tidak ada maksud untuk menyim­pang dari gagasan dan tujuan berdiri­nya organisasi tersebut.
Perlu diketahui, nama-nama seperti Ibnu Taimiyah, Jama­ludin al Afghani dan Muham­mad Abduh, di kala­ngan umat Islam dikenal sebagai ulama penggerak pemba­haruan. Gagasan dan pikiran Ahmad Dahlan dikenal juga sebagai gagasan yang dipengaruhi oleh ulama-ulama tersebut. Oleh karena itu Ahmad Dahlan oleh banyak pakar sering dinyatakan sebagai tokoh pembaharu dan Muham­madiyah dinyatakan sebagai gerakan pemba­haruan. Akan tetapi perlu dicatat bahwa gerakan pemba­haruan yang dilakukan ketiga tokoh tersebut di laksanakan di negara -negara di mana institusi keaga­maan dan fasilitasnya sudah tersedia dengan lengkap. Bahkan Muhammad Abduh sendiri adalah salah seorang ulama di Mesir yang mem­punyai kedudukan ter­hormat di Univer­sitas al Azhar dan Darul Ulum yang merupa­kan pergu­ruan Tinggi yang sangat berwibawa dalam keilmuan agama Islam, tidak saja di negerinya sendiri Mesir, tetapi juga seluruh dunia Islam. Dengan demikian gagasan pemabaharuan Muham­mad Abduh didukung oleh dua Universitas besar tersebut, sehingga cenderung merupa­kan gagasan intelektual. Sedangkan gagasan pemba­haruan yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan sama sekali tidak memperoleh dukungan dari lembaga pendidikan apapun. Sebab pada waktu itu belum ada sebuah sekolah pendidikan dasar sekalipun di kalangan umat Islam, sehingga dapat difahami kalau gerakan pembaharuan Ahmad Dahlan bersifat sangat pratikal, ialah mengembangkan gagasan dan pikiran sekaligus mengu­sahakan fasilitas pendukung untuk melaksa­nakan gagasan dan pikiranya itu.
Haji Hajid menuliskan pe­nga­la­man­nya sebagai murid Ahmad Dahlan dalam risalah singkat berjudul falsafah Ajaran KH. Ahmad Dahlan, yakni tujuh poin yang dapat dipetik;
Pertama; Kerapkali KH. Ahmad Dahlan mengung­kapkan perkataan ulama (al-Ghazali pen) yang menyatakan bahwa manusia itu semuanya mati (mati perasaannya) kecuali para ulama yaitu orang-orang yang berilmu. Dan ulama itu senantiasa dalam kebi­ngungan, kecuali mereka yang beramal. Dan yang beramal pun semuanya dalam kekha­wa­tiran kecuali mereka yang ikhlas dan bersih.
Kedua; Kebanyakan mere­ka di antara manusia ber­watak angkuh dan takabur mereka mengambil keputusan sendiri-sendiri. KH. Ahmad Dahlan heran mengapa pemim­pin agama dan yang tidak ber­agama selalu hanya berang­gap, mengambil keputu­san sendiri tanpa mengada­kan perte­muan antara mereka, tidak mau bertukar pikiran memper­bincangkan mana yang benar dan mana yang salah?. Hanya anggapan-anggapan saja, disepakatkan dengan istrinya, disepakatkan dengan murid­nya, disepakat­kan dengan teman-temannya sendiri. Tentu saja akan dibenarkan. Tetapi marilah mengadakan permu­sya­waratan dengan golongan lain di luar golongan masing - masing untuk membicarakan manakah sesungguhnya yang benar?. Dan manakah sesung­guhnya yang salah?
Ketiga; Manusia kalau mengerjakan pekerja­an apa­pun, sekali, dua kali, berulang-ulang, maka kemudian jadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai. Kebiasaan yang dicintai itu sukar untuk dirubah. Sudah menjadi tabiat bahwa kebanya­kan manusia membela adat kebiasaan yang telah diterima, baik dari sudut atau i’tiqat, perasaan kehendak maupun amal perbuatan. Kalau ada yang akan merubah sanggup membela dengan mengor­ban­kan jiwa raga. Demikian itu karena anggapan­nya bahwa apa yang dimiliki adalah benar.
Keempat; Manusia perlu digolongkan menjadi satu dalam kebenaran, harus bersama-sama meperguna­kan akal pikirannya untuk memikir bagai­mana sebenar­nya haki­kat dan tujuan manusia hidup di dunia. Manusia harus mem­per­­gunakan pikirannya untuk mengoreksi soal itikad dan kepercayaan­nya, tujuan hidup dan tingkah lakunya, mencari kebenaran yang sejati.
Kelima; Setelah manusia mendengarkan pelajaran-pelajaran fatwa yang ber­macam-macam membaca bebe­rapa tumpuk buku dan sudah memper­bincangkan, memikir-mikir, menimbang, membanding-banding kesana kemari, barulah mereka dapat mem­­peroleh keputusan, mem­­per­­oleh barang benar yang sesungguh­nya. Dengan akal pikirannya sendiri dapat mengetahui dan menetapkan, inilah perbuatan yang benar. Sekarang kebiasaan manusia tidak berani memegang teguh pendirian dan perbuatan yang benar karena khawatir, kalau barang yang benar, akan terpisah dan apa-apa yang sudah menjadi kesenangan­nya, khawatir akan terpisah dengan teman-temannya. Pendek kata banyaknya kekha­watiran itu yang akhirnya tidak berani mengerjakan barang yang benar, kemudian hidup­nya seperti makhluk yang tak berakal, hidup asal hidup, tidak menepati kebenaran.
Keenam; Kebanyakan para pemimpin belum berani mengor­­bankan harta benda dan jiwanya untuk berusaha tergolong­nya umat manusia dalam kebenaran. Malah pemimpin-pemimpin itu biasa­nya hanya meper­mainkan, memperalat manusia yang bodoh-bodoh dan lemah.
Ketujuh: Ilmu terdiri atas pengetahuan teori dan amal (praktek), Dalam mempelajari kedua ilmu itu supaya dengan cara bertingkat. Kalau setingkat saja belum bisa mengerjakan tidak perlu ditambah. Pada poin ini, pengurus Muham­madiyah dan angkatan mudanya saat ini, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat wilayah dalam segi teori berlogika tidak diragukan lagi. Namun dalam hal praktik­nya masih perlu lagi diasah/dipertanyakan?, Ibadah Sholat tepat waktu dan kajian al-Qur`an sebagai piranti utama perjua­ngan KH. Ahmad Dahlan, mere­ka logikakan sebagai kebebasan pribadi, lalu shalat subuh rutin jam tuju pagi tidak menjadi soal, belum lagi tata cara shalatnya ber­aneka ragam, hingga keputu­san tarjih dibiarkan bercerita sendiri logika pribadi tanpa dasar itu menjadi ukuran. Bahkan Peng­kaderan sebagai nadi organi­sasi perge­rakan sudah diting­kat­kan pada “logika tinggi plus misi haus kekuasaan” hingga rana nurani, etik, Akhlak, sopan-santun menjadi misi persyarikan tak dihiraukan lagi, sebab libera­lisasi itulah men­jadi dasar hak asasi. Dan proyek politik, proyek suksesi menjadi kenda­raan bisnisnya tanpa mengenal waktu ter­penting proposal laku dan kolusi uang saku tersedia! Kader ataupun bukan?.. persetan! Astagfirullah.
Dari tujuh butir pikiran brilian serta dari maka­lah KH.Ahmad  Dahlan di atas, lalu kita meng­amati secara seksama aktifitas pengurus Muham­madiyah dan angkatan muda­nya saat ini. Apakah masih ber­cahaya sesuai  dengan agenda dasar alam pikiran KH. Ahmad Dahlan?, ataukah justru pikiran serta gagasan KH. Ahmad Dahlan sudah jauh dari akar dasarnya - dilecehkan, atau­kah sudah mati dan padam disebabkan oleh serbuan dari berbagai kepen­tingan, yang menjadi­kan organi­sasi serta amal usaha Muham­madiyah sebagai ‘batu loncatan’ untuk mencapai kepentingan dan   kepuasan pribadi atau kelom­­­pok. Bahkan mungkin seba­gian atau kebanyakan, menja­dikan Muhammadiyah bagai­kan lembaga “perseku­tuan berhistoris Hantu” semen­tara gagasan dan pikiran pendiri­nya hanya legenda dan atau sebagai dongeng belaka?
Seperti terselubungnya kriteria, yang bisa menjadi presi­den Indonesia, kalau bukan orang jawa, jangan ber­mimpi jadi orang nomor satu di Indonesia. Mungkin begitu juga terjadi pada Muham­madiyah dan angkatan muda­nya beserta gerbongnya, bila dia, bukan orang kelahiran asli daerah atau wilayah tersebut, maka dia tidak bisa menjadi pucuk pada persyari­katan atau amal usaha Muham­madiyah. Lalu apakah demi­kian, tujuan awal niat tulus suci - hati bening KH. Ahmad Dahlan, tempo dulu? Atau didirikannya dengan doa syahdu yang hanya memohon magfirah ridho Ilahi semata.
Muham­madiyah bukanlah hantu. Gagasan dan pikiran KH. Ahmad Dahlan bukanlah legen­da dan dongeng belaka! Akan tetapi nilai dan makna ketu­lusan hakiki yang nyata! Semoga  terenungkan dalam sanubari..!
Dan sesudah KH.Ahmad Dahlan apakah akan ada Muham­madiyah versi baru ? Cerdas tapi tak cerdas..! ber­muka-muka tapi tak bermuka, bermoral  tapi tidak berakhlak.?

Kewajiban Amar Ma'ruf Nahi Mungkar bagi setiap Muslim

Kewajiban amar ma'ruf nahi munkar bagi seorang Muslim
Oleh: Abu Abdullah Yusuf Azzam
(Arrahmah.com) – Jika kita melihat di zaman sahabat Rasulullah saat Abu Bakar dalam pidato politiknya yang pertama beliau berkata, “Wahai rakyat, aku dipilih memimpin kalian bukan berarti terbaik dari kalian. Kalau aku benar, dukunglah dan kalau salah, luruskan. Kejujuran adalah amanat, kebohongan adalah khianat. Orang kuat di antara kalian adalah orang lemah disisiku sampai kuambil hak daripadanya. Orang lemah diantara kalian adalah kuat di sisiku sampai kuambilkan hak untuknya, insnya Allah. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah, melainkan ditimpakan kehinaan. Tidaklah suatu kebejatan (gay) melanda suatu bangsa, kecuali Allah akan meratakan siksaannya. Taatlah kepadaku, selama aku taat kepada Allah. Bila aku melanggar Allah dan Rasul-Nya, tidak usah ditaati. Lakukanlah shalat kalian semoga Allah merahmati kalian.
Prinsip dasar itu diikuti oleh Umar bin Khatab, bermodal jiwa besar, ia berkhotbah, “Barangsiapa mendapatkan ketidakberesan padaku, hendaklah diluruskan.” Lalu berdiri seorang seraya berkata, “Sungguh kalau anda tidak beres kami akan luruskan dengan pedang kami.” Umar tidak marah sambil menyambut dengan ungkapannya, “Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah menjadikan diantara umat Muhammad Shallalahu alaihi wa sallam ada yang berani meluruskan Umar dengan pedangnya.”
Selain kebesaran jiwa pemimpin, hal itu menunjukkan keberanian umat islam dalam memantau, hal itu menunjukkan kebernaian umat islam dalam memantau sepak terjang pemimpinnya. Mempertanyakan sikap dan perilaku perimpin bukanlah suatu hal yang tabu bagi umat Islam. Suatu kali Umar bin Khattab berceramah, “Wahai rakyat dengarkanlah dan taati, Maka berdiri seseorang; “Tidak perlu mendengar dan taat wahai Ibnu Khatab.” Umar bertanya: kenapa? Orang itu memprotes, anda telah membagi-bagi harta rampasan perang dan setiap orang dapat satu baju, sementara kami melihat anda memakau dua baju, dari mana yang satunya? Umar menjawab, “Hai Abdullah bin umar (anaknya) berdiri dan jelaskan. Abdullah bin umar berkata, “Aku melihat baju ayahku pendek, maka aku berikan bajuku kepadanya supaya cukup.”
Demikian keberanian rakyat dalam Islam mempertanyakan kekayaan pemimpinnya. Mengapa demikian? Karena kepimpinan bukan suatu prestasi untuk mengumpulkan kekayaan dan tidak pula diperoleh dengen mengahambur-hamburkan kekayaan. Tetapi kepemimpinan adalah amanah yang tanggung jawab besar sekali.
Alhamdulillah dari beberapa oramas Islam di Indonesia berani untuk beramar maruf nahi munkar seperti demontrasi mentang kedatangan lady gaga, demontrasi menentang missword, dan yang terakhir demontrasi anti Syiah.
Seorang Muslim bukanlah semata-mata baik terhadap dirinya sendiri, melakukan amal saleh dan meninggalkan maksiat serta hidup di lingkungan khusus, tanpa peduli terhadap kerusakan yang terjadi di masyarakatnya. Muslim yang benar-benar Muslim adalah orang yang saleh pada dirinya dan sangat antusias untuk memperbaiki orang lain. Dialah yang digambarkan oleh Allah Swt dalam QS Al-‘Ashr,
“Demi masa. Semua manusia kelak akan celaka di akhirat. Orang-orang yang tidak celaka kelak di akhirat henyalah orang-orang yang beriman dan beramal shalih dengan penuh kesabaran” (QS Al-‘Ashr: 1-3).
Sejarah (Islam) belum pernah mencatat suatu masa seperti saat ini; tentang lemahnya keyakinan, kerusakan akhlak, penyimpangan dari batas-batas agama dan meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar, yang keduanya merupakan pagar (dinding) bagi (agama) Islam dan sebagai bukti atas wujud adanya keimanan.
Dan tiada suatu umat, dimana masyarakatnya telah meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar, melainkan Allah akan menghinakan mereka dan mencabut cahaya ilmu dari hati sanubari para ulamanya. Justru, kesesatan serta kejahilan terhadap segala persoalan agama dan urusan dunia akan meliputi para awam, sehingga mereka tidak dapat membedakan antara kemajuan dan kemunduran.
Tentang keadaan di atas, Firman Allah SWT. :
“Apakah orang-orang yang berbuat kejahatan itu menyangka, bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang salih.” (Al Jatsiah 21)
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala  telah memisahkan mereka yang beriman daripada yang tidak beriman, pada urutan ayat ini. Mereka disifati dengan saling membantu untuk menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, serta (mereka) mendirikan salat dan menunaikan zakat.
Imam Al Ghazali berkata : “Sesungguhnya aku telah mendapatkan pengertian dari ayat ini, bahwa barangsiapa yang meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar, maka ia jelas telah keluar dari keimanan.”
Dan yang memperkuatkan atas ini adalah, sabda dari Rasulullah saw. : “Barangsiapa di antara kalian melihat suatu perbuatan munkar lalu mengubah dengan tangannya, maka ia sudah terbebas dari kesalahan. Dan barangsiapa yang tiada sanggup untuk mengubah dengan tangannya, lalu mengubah dengan lisannya, maka sungguh ia sudah terbebas dari kesalahan. Dan barangsiapa tiada sanggup untuk mengubah dengan lisannya, lalu mengubah dengan hatinya (yakni mengingkarinya), maka ia sudah terbebas dari kesalahan. Dan yang terakhir adalah tingkatan iman yang terlemah.” (HR. An Nasai)
Kita wajib menyampaikan walaupun terhadap orang-orang kafir yang jelas akan di azab dan di siksa dari neraka, karena nanti kalau kita tidak menyampaikan kepada mereka akan di salahkan oleh Allah kenapa tidak memberi nasihat
Wahai Muhammad, ingatlah ketika sebagian pendeta Yahudi berkata kepada pengikutnya; “Mengapa kalian memberi masehat kepada teman-teman kalian yang durhaka yang Allah akan dinasakan atau Allah akan adzab mereka di akhirat dengan adzab yang berat? Mereka berkata; “Kami tidak ingin disalahkan oleh Tuhan kalian kelak di akhirat. Mudah-mudahan orang-orang yang durhaka itu mau taat kepada Allah (QS Al-Araaf 164).
Orang yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah adalah orang yang paling banyak menasehati sesama (tentunya sesudah dia sendiri mengamalkannya).
Rasulullah Shallalahu alaihi wasalam bersabda, “Orang yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat ialah yang paling banyak berkeliling di muka bumi dengan bernasihat kepada manusia (makhluk Allah).” (HR. Ath-Thahawi)
Al-Fudhail bin Iyadh berkata, “Seseorang tidak mendapatkan status yang tinggi diantara kami dikarenakan sering shalat atau puasa sunnah, melainkan mendaptaknnya karena kemudahan jiwa, kelapangan dada dan ketulusan dalam memberi nasehat”
Posisi penting amar ma’ruf nahi munkar
Imam Ibnu Qudâmah al-Maqdisi rahimahullah (wafat th. 689 H) mengatakan, “Ketahuilah, bahwa amar ma’rûf nahi munkar adalah poros yang paling agung dalam agama. Ia merupakan tugas penting yang karenanya Allâh mengutus para Nabi. Andaikan tugas ini ditiadakan, maka akan muncul kerusakan di mana-mana dan dunia akan hancur.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Amar ma’rûf nahi munkar merupakan penyebab Allâh Subhanahu wa Ta’ala menurunkan kitab-kitab-Nya dan mengutus para Rasûl-Nya, serta bagian inti agama.”
Disini kami utarakan beberapa point penting tentang pentingnya amar ma’ruf nahi munkar
1. Perintah dan larangan adalah dua tugas agung yang diberikan pada umat Islam. Melalui kedua tugas ini, terangkatlah derajat seorang manusia.
Wahai kaum mukmin, kalian benar-benar umat terbaik, yang ditampilkan ke tengah manusia lainnya, supaya kalian menyuruh manusia berbuat baik, mencegah perbuatan mungkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya kaum Yahudi dan Nasrani mau beriman kepada Al-Qur’an da kenabian Muhammad, maka hal itu lebih menguntungkan mereka. Di antara kaum Yahudi dan Nasrani ada yang mau beriman. Akan tetapi sebagian besar dan mereka adalah penentang kebenaran Al-Qur’an dan kenabian Muhammad. (QS  Ali Imran [3]110)
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang selanjutnya yang menyebutkan “Menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” Merupakan kalimat baru yang mengandung penjelasan tentang ciri khas yang membuat mereka menjadi umat yang terbaik, selama mereka berpegang teguh dan memelihara ciri khasnya tersebut. Namun, apabila mereka meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar-nya, maka akan lenyaplah predikat itu dari mereka. Dan Allah menjadikan mereka sebaik-baik umat bagi manusia karena mereka selalu memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah kemunkaran, dan mereka memerangi orang-orang kafir agar masuk Islam, sehingga keberadaan mereka dirasakan manfaatnya oleh selain mereka.  Sebagaimana dalam sabda Rasulullah saw: “Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.” Adapun menurut riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu dan sejumlah Tabi’in adalah umat yang paling baik dan paling berguna bagi umat lainnya. Oleh karena itu, Allah berfirman ” kamu menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah.”
Sedangkan Imam Ahmad meriwayatkan dari Durrah binti Abu Lahab, Dia berkata “seseorang bangkit dan menuju Nabi ketika di mimbar, lalu bertanya ‘ ya Rasulullah siapakah manusia yang paling baik? beliau bersabda: ‘Manusia yang paling baik adalah yang paling tenang, paling bertaqwa, paling giat menyuruh kepada yang ma’ruf, paling gencar melarang kemunkaran dan paling rajin bersilaturahmi. Taghyîr al-munkar (mengubah kemungkaran) adalah kewajiban atas setiap Muslim.
Hudzaifah rhadiyallohu anhu telah mengatakan bahwa kelak di akhir zaman akan datang kepada manusia suatu zaman yang di dalamnya mereka lebih suka bila bersama dengan bangkai keledai daripada seorang mukmin yang memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah kemunkaran. Musa a.s. berkata “Wahai Rabbku, apakah balasan yang mengajak saudaranya untuk mengerjakan kebajikan dan mencegahnya melakukan kemunkaran?” Allah berfirman, “Aku akan mencatatkan baginya untuk setiap kalimat yang diucapkannya sama dengan pahala ibadah satu tahun dan aku malu bila mengazabnya dengan neraka-Ku.”
2. Islam adalah satu paket saling ada keterkaitan, tidak hanya mereka menjalan ibadah sholat, berbuat kebaikan, zakat, zikir tetapi ada kewajiban untuk beramar maruf nahi munkar maka mereka akan mendapat rahmat dari Allah, termasuk golongan orang yang shalih, golongan yang beruntung Allah berfirman dalam Al-Qur’an
Kaum mukmin laki-laki dan perempuan, sebagaian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka mengajak berbuat kebajikan, mencegah kemungkaran melakukan shalat, mengeluarkan zakat dan menaati Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu adalah orang-orang yang akan mendapat rahmat dari Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu adalah orang-orang yang akan mendapat rahmat dari Allah, sesungguhnya Allah Mahaperkasa untuk menolong kaum mukmin lagi Maha bijaksana ( QS at-Taubah [9] 71)
Mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat, menyuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran serta mereka bersegera melakukan kebaikan. Mereka itulah yang termasuk golongan shalih (QS  Ali Imran [3]114)
Wahai Muhammad, berilah kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang bertaubat yang beribadah yang memuji Allah, yang melakukan shalat pada tengah malam, yang ruku, yang sujud yang mengajak berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat mungkar serta orang-orang yang menaati syariat Allah. (QS. At-Taubah [9] 112)
 3. Allah menyebut orang yang shalat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran sebagai penolong agamaNya dan salah satu sebab datangnya pertolongan dan sumber kekuatan
“Sungguh Allah pasti menolong siapa saja yang membela agama-Nya. Sungguh Allah Mahakuat lagi Maha perkasa menghancurkan kezhaliman. Yaitu orang-orang mukmin adalah orang-orang yang ketika Kami beri kekuasaan di muka bumi, mereka melaksanakan shalat, membayar zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Di akhirat kelak, hanya Allahlah pemberi balasan semua amal manusia ( QS al-Hajj [22]40-41)3.Tanda-tanda orang munafik dan kafir adalah menyuruh yang mungkar dan melarang dari yang baik, kikir dan Allah akan  melaknatnya
Kaum munafik laki-laki dan perempuan, satu sama lainnya saling mengajak berbuat mungkar dan mencegah berbuat ma’ruf. Mereka berlaku kikir.Kaum munafik lupa kepada Allah. Karena itu Allah melupakan mereka. Sesungguhnya kaum munafik adalah orang-orang yang durhaka (QS. At-Taubah [9] 67.
Telah dilaknati orang-orang kafir dari kalangan Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan karena mereka durhaka dan selalu melampui batas. Mereka satu sama lain tidak saling melarang perbuatan mungkar yang mereka lakukan. Sesungghnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu (QS Al-Maidah [5] 78-79).
 5. Wasiat Luqman kepada putranya tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Wahai anakku tersayang, laksanakanlah shalat, suruhlah menusia berbuat baik dan cegahlah manusia berbuat dosa (mungkar). Bersabarlah kamu menghadapi segala cobaan yang menimpa dirimu. Sungguh, perbuatan demikian itu termasuk urusan yang berat (QS Luqman [31] 17).
6. Begitu pentingnya Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar sehingga Rasul saw sendiri memasukkan nya sebagai definisi Islam.
“Islam itu delapan bagian, Islam satu bagian, shalat satu bagian, zakat satu bagian, puasa Ramadhan satu bagian, haji ke Baitullah satu bagian, danamar’ ma’ruf satu bagian, nahi munkar satu bagian, dan jihad satu bagian. Celakalah orang yang tidak mempunyai bagian.” (HR. Abu Ya’la)
Al-Hakim meriwayatkan dari Rasulullah saw, ia bersabda, “Islam itu menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa di bulan Ramadhan, haji, amar ma’ruf nahi munkar dan mengucapkan salam terhadap keluargamu, barangsiapa mengurangi sesuatu dari semua itu, maka ia telah meninggakannya, maka ia telah membelakangkan Islam di punggungnya.
Kata ma’ruf mencakup semua yang dituntut dan diperbolehkan oleh syariat Islam, baik berupa kewajiban (fardhu), sunnah, atau mubah. Sedangkan kata munkar mencakup semua yang tidak diperbolehkan oleh syariat atau yang diperintahkan oleh Allah untuk dihindari dan disingkirkan, termasuk hal-hal yang haram dan makruh.
Tugas kaum muslimin adalah menegakkan dan melestarikan seluruh komponen Islam. sebagai indikator tegakya Islam ialah wujudnya pemerintahan Islam di dunia Allah berfirman,
“Sungguh Allah pasti menolong siapa saja yang membela agama-Nya. Sungguh Allah Mahakuat lagi Maha perkasa menghancurkan kezhaliman. Yaitu orang-orang mukmin adalah orang-orang yang ketika Kami beri kekuasaan dimuka bumi, mereka melaksanakan shalat, membayar zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Di akhirat kelak, hanya Allahlah pemberi balasan semua amal manusia ( QS al-Hajj [22]40-41).
Bahkan pada shalat pun meski kita telah memilih Imam (pemimpin) yang paling alim dan paling saleh misalnya seperti Nabi Muhammad, tetap saja kita berkewajiban mengingatkan Imam jika mereka salah atau lupa dalam shalat. Apalagi jika manusia itu di bawah level Nabi seperti wali, ulama, murobi, dan sebagainya. Ini Nabi sendiri yang memerintahkan.
Bahkan Nabi menyatakan bahwa jihad paling utama adalah menyampaikan kebenaran di depan penguasa yang zalim dan kejam meski dia menanggung resiko hukuman yang amat berat.
Seutama-utamanya jihad adalah perkataan yang benar terhadap penguasa yang zhalim (HR Ibnu Majah, Ahmad, At-Tabrani, Al-Baihaqi, An-Nasai dan Al-Baihaqi).
Barangsiapa melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya, dan jika tidak mampu, dengan hatitnya. Yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman (HR Muslim).
Yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman yang dimaksud disini bukanlah bahwa orang yang lemah itu jika mengingkari dengan hatinya berarti keimananya lebih lemah dari keimanan orang selainnya dirinya. Akan tetapi yang dimaksud adalah bahwa hal itu merupakan serendah-rendah keimanan. Karena yang namanya amal perbuatan yang nyata itu merupakan buah iman. Buah yang tertinggi dalam persoalan nahi munkar adalah mencegah dengan menggunakan tangannya. Jika ia sampai mati terbunuh, maka ia berarti mati syahid. Dalam mengisahkan Luqman, Allah Ta’ala berfirman,
Wahai anakku tersayang, laksanakanlah shalat, suruhlah menusia berbuat baik dan cegahlah manusia berbuat dosa (mungkar). Bersabarlah kamu menghadapi segala cobaan yang menimpa dirimu. Sungguh, perbuatan demikian itu termasuk urusan yang berat (QS Luqman [31] 17). Bersambung insya Allah Ta’ala.
(arrahmah.com)

Pengertian dan Hukum Zina

Pengertian : 
Zina (Bahasa Arab : الزنا, bahasa Ibrani: ניאוף - zanah) adalah perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan). Secara umum, zina bukan hanya di saat manusia telah melakukan hubungan seksual, tapi segala aktivitas-aktivitas seksual yang dapat merusak kehormatan manusia termasuk zina. (wikipedia)
Zina menurut pandangan Agama:
Di dalam Islam, pelaku perzinaan dibedakan menjadi dua, yaitu pezina muhshan dan ghayru muhshan. Pezina muhshan adalah pezina yang sudah memiliki pasangan sah (menikah), sedangkan pezina ghayru muhshan adalah pelaku yang belum pernah menikah dan tidak memiliki pasangan sah.
Berdasarkan hukum Islam, perzinaan termasuk salah satu dosa besar. Dalam agama Islam, aktivitas-aktivitas seksual oleh lelaki/perempuan yang telah menikah dengan lelaki/perempuan yang bukan suami/istri sahnya, termasuk perzinaan. Dalam Al-Quran, dikatakan bahwa semua orang Muslim percaya bahwa berzina adalah dosa besar dan dilarang oleh Allah.
Tentang perzinaan di dalam Al-Quran disebutkan di dalam ayat-ayat berikut; Al Israa' 17:32, Al A'raaf 7:33, An Nuur 24:26. Dalam hukum Islam, zina akan dikenakan hukum rajam.
Hukumnya menurut agama Islam untuk para penzina adalah sebagai berikut:
  • Jika pelakunya muhshan, mukallaf (sudah baligh dan berakal), sukarela (tidak dipaksa, tidak diperkosa), maka dicambuk 100 kali, kemudian dirajam, berdasarkan perbuatan Ali bin Abi Thalib atau cukup dirajam, tanpa didera dan ini lebih baik, sebagaimana dilakukan oleh Muhammad, Abu Bakar ash-Shiddiq, dan Umar bin Khatthab.
  • Jika pelakunya belum menikah, maka dia didera (dicambuk) 100 kali. Kemudian diasingkan selama setahun.



Bahaya Zina : 
Dibawah ini adalah beberapa akibat buruk dan bahaya zina:
  • Dalam zina terkumpul bermacam-macam dosa dan keburukan, yakni berkurangnya agama si pezina, hilangnya sikap menjaga diri dari dosa, buruk keperibadian, dan hilangnya rasa cemburu.
  • Zina membunuh rasa malu, padahal dalam Islam malu merupakan suatu hal yang sangat diperdulikan dan perhiasan yang sangat indah dimiliki perempuan.
  • Menjadikan wajah pelakunya muram dan gelap.
  • Membuat hati menjadi gelap dan mematikan sinarnya.
  • Menjadikan pelakunya selalu dalam kemiskinan atau merasa demikian sehingga tidak pernah merasa cukup dengan apa yang diterimanya.
  • Akan menghilangkan kehormatan pelakunya dan jatuh martabatnya baik di hadapan Allah maupun sesama manusia.
  • Tumbuhnya sifat liar di hati pezina, sehingga pandangan matanya liar dan tidak terarah.
  • Pezina akan dipandang oleh manusia dengan pandangan muak dan tidak dipercaya.
  • Zina mengeluarkan bau busuk yang mampu dideteksi oleh orang-orang yang memiliki hati yang bersih melalui mulut atau badannya.
  • Kesempitan hati dan dada selalu dirasakan para pezina. Apa yang dia dapatkan dalam kehidupan adalah kebalikan dari apa yang diinginkannya. Dikarenakan orang yang mencari kenikmatan hidup dengan cara yang melanggar perintah Allah, maka Allah akan memberikan yang sebaliknya dari apa yang dia inginkan, dan Allah tidak menjadikan larangannya sebagai jalan untuk mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan.
  • Pezina telah mengharamkan dirinya untuk mendapat bidadari di dunia maupun di akhirat.
  • Perzinaan menjadikan terputusnya hubungan persaudaraan, durhaka kepada orang tua, pekerjaan haram, berbuat zalim, serta menyia-nyiakan keluarga dan keturunan. Bahkan dapat terciptanya pertumpahan darah dan sihir serta dosa-dosa besar yang lain. Zina biasanya berkait dengan dosa dan maksiat yang lain, sehingga pelakunya akan melakukan dosa-dosa yang lainnya.
  • Zina menghilangkan harga diri pelakunya dan merusak masa depannya, sehingga membebani kehinaan yang berkepanjangan kepada pezina dan kepada seluruh keluarganya.
  • Kehinaan yang melekat kepada pelaku zina lebih membekas dan mendalam daripada kekafiran. Kafir yang memeluk Islam, maka selesai persoalannya, namun dosa zina akan benar-benar membekas dalam jiwa. Walaupun pelaku zina telah bertaubat dan membersihkan diri, pezina masih merasa berbeda dengan orang yang tidak pernah melakukannya.
  • Jika wanita hamil dari hasil perzinaan, maka untuk menutupi aibnya ia mengugurkan kandungannya. Selain telah berzina, pezina juga telah membunuh jiwa yang tidak berdosa. Jika pezina adalah seorang perempuan yang telah bersuami dan melakukan perselingkuhan sehingga hamil dan membiarkan anak itu lahir, maka pezina telah memasukkan orang asing dalam keluarganya dan keluarga suaminya sehingga anak itu mendapat hak warisan mereka tanpa disadari siapa dia sebenarnya.
  • Perzinaan akan melahirkan generasi yang tidak memiliki silsilah kekeluargaan menurut hubungan darah (nasab). Di mata masyarakat mereka tidak memiliki status sosial yang jelas.
  • Pezina laki-laki bermakna bahwa telah menodai kesucian dan kehormatan wanita.
  • Zina dapat menimbulkan permusuhan dan menyalakan api dendam pada keluarga wanita dengan lelaki yang telah berzina dengan wanita dari keluarga tersebut.
  • Perzinaan sangat mempengaruhi jiwa keluarga pezina, mereka akan merasa jatuh martabat di mata masyarakat, sehingga mereka tidak berani untuk mengangkat wajah di hadapan orang lain.
  • Perzinaan menyebabkan menularnya penyakit-penyakit berbahaya seperti AIDS, sifilis, kencing nanah, dan penyakit-penyakit lainnya yang yang ditularkan melalui hubungan seksual.
  • Perzinaan adalah penyebab bencana kepada manusia, mereka semua akan dimusnahkan oleh Allah akibat dosa zina yang menjadi tradisi dan dilakukan secara terang-terangan.



Hukum Zina :
Zina adalah haram hukumnya, dan ia termasuk dosa besar yang paling besar.

Allah swt berfirman:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS al-Israa’: 32)

Dari Abdullah bin Mas’ud r.a, ia berkata: Saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw, “(Ya Rasulullah), dosa apa yang paling besar?” Jawab Beliau, “Yaitu engkau mengangkat tuhan tandingan bagi Allah, padahal Dialah yang telah menciptakanmu.” Lalu saya bertanya (lagi), “Kemudian apa lagi?” Jawab Beliau, “Engkau membunuh anakmu karena khawatir ia makan denganmu.” Kemudian saya bertanya (lagi). “Lalu apa lagi?” Jawab Beliau, “Engkau berzina dengan isteri tetanggamu.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari XII: 114 No. 6811, Muslim I: 90 No. 86, ‘Aunul Ma’bud VI: 422 No. 2293 No. Tirmidzi V: 17 No. 3232).

Allah swt berfirman:

“Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Furqaan: 68-70).

Dalam hadist Sumarah bin Jundab yang panjang tentang mimpi Nabi saw, Beliau saw bersabda:

“Kemudian kami berjalan dan sampai kepada suatu bangunan serupa tungku api dan di situ kedengaran suara hiruk-pikuk. Lalu kami tengok ke dalam, ternyata di situ ada beberapa laki-laki dan perempuan yang telanjang bulat. Dari bawah mereka datang kobaran api dan apabila kena nyala api itu, mereka memekik. Aku bertanya, “Siapakah orang itu” Jawabnya, “Adapun sejumlah laki-laki dan perempuan yang telanjang bulat yang berada di dalam bangunan serupa tungku api itu adalah para pezina laki-laki dan perempuan.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3462 dan Fathul Bari XII: 438 no: 7047).

Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seorang hamba berzina tatkala ia sebagai seorang mu’min; dan tidaklah ia mencuri, manakala tatkala ia mencuri sebagai seorang beriman; dan tidaklah ia meneguk arak ketikaia meneguknya sebagai seorang beriman; dan tidaklah ia membunuh (orang tak berdosa), manakala ia membunuh sebagai seorang beriman.”

Dalam lanjutan riwayat di atas disebutkan:

Ikrimah berkata, “Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, ‘Bagaimana cara tercabutnya iman darinya?’ Jawab Ibnu Abbas: ‘Begini –ia mencengkeram tangan kanan pada tangan kirinya dan sebaliknya, kemudian ia melepas lagi–, lalu manakala dia bertaubat, maka iman kembali (lagi) kepadanya begini –ia mencengkeramkan tangan kanan pada tangan kirinya (lagi) dan sebaliknya-.’” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 7708, Fathul Bari XII: 114 no: 6809 dan Nasa’i VIII: 63).



Klasifikasi Orang Berzina :
Orang yang berzina adakalanya bikr atau ghairu muhshan (Perawan atau lajang (untuk perempuan) dan perjaka atau bujang (untuk laki-laki)), atau adakalanya muhshan (orang yang sudah beristeri atau bersuami).

Jika yang berzina adalah orang merdeka, muhshan, mukallaf dan tanpa paksaan dari siapa pun, maka hukumannya adalah harus dirajam hingga mati.

Muhshan ialah orang yang pernah melakukan jima’ melalui akad nikah yang shahih. Sedangkan mukallaf ialah orang yang sudah mencapai usia akil baligh. Oleh sebab itu, anak dan orang gila tidak usah dijatuhi hukuman. Berdasarkan hadist “RUFI’AL QALAM ’AN TSALATSATIN (=diangkat pena dari tiga golongan)”.

Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari ra bahwa ada seorang laki-laki dari daerah Aslam datang kepada Nabi saw lalu mengatakan kepada Beliau bahwa dirinya benar-benar telah berzina, lantas ia mepersaksikan atas dirinya (dengan mengucapkan) empat kali sumpah. Maka kemudian Rasulullah saw menyuruh (para sahabat agar mempersiapkannya untuk dirajam), lalu setelah siap, dirajam. Dan ia adalah orang yang sudah pernah nikah. (Shahih: Shahih Abu Daud no: 3725, Tirmidzi II: 441 no: 1454 dan A’unul Ma’bud XII: 112 no: 4407).

Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Umar bin Khattab ra pernah berkhutbah di hadapan rakyatnya, yaitu dia berkata, “Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad saw dengan cara yang haq dan Dia telah menurunkan kepadanya kitab al-Qur’an. Di antara ayat Qur’an yang diturunkan Allah ialah ayat rajam, kami telah membacanya, merenungkannya dan menghafalkannya. Rasulullah saw pernah merajam dan kami pun sepeninggal Beliau merajam (juga). Saya khawatir jika zaman yang dilalui orang-orang sudah berjalan lama, ada seseorang mengatakan, “Wallahi, kami tidak menjumpai ayat rajam dalam Kitabullah.” Sehingga mereka tersesat disebabkan meninggalkan kewajiban yang diturunkan Allah itu, padahal ayat rajam termaktub dalam Kitabullah yang mesti dikenakan kepada orang yang berzina yang sudah pernah menikah, baik laki-laki maupun perempuan, jika bukti sudah jelas, atau hamil atau ada pengakuan.” (Mutafaqun ’alaih: Fathul Bari XII: 144 no: 6830, Muslim III: 1317 no 1691, ‘Aunul Ma’bud XII: 97 no: 4395, Tirmidzi II: 442 no: 1456).


Hukuman Budak Yang Berzina:

Apabila yang berzina adalah budak laki-laki ataupun perempuan, maka tidak perlu dirajam. Tetapi cukup didera sebanyak lima puluh kali deraan, sebagaimana yang ditegaskan firman Allah swt:

“Dan apabila mereka Telah menjaga diri dengan kimpoi, Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami.” (QS An-Nisaa: 25)

Dari Abdullah bin Ayyasy al-Makhzumi, ia berkata, “Saya pernah diperintah Umar bin Khattab ra (melaksanakan hukum cambuk) pada sejumlah budak perempuan karena berzina, lima puluh kali, lima puluh kali cambukan.” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no: 2345, Muwaththa‘ Malik hal 594 no: 1058 dan Baihaqi VIII: 242)


Orang Yang Dipaksa Berzina Tidak Boleh Didera:
Dari Abu Abdurahhman as-Silmi ia berkata: “Umar bin Khatab ra pernah dibawakan seorang perempuan yang pernah ditimpa haus dahaga luar biasa, lalu ia melewati seorang penggembala, lantas ia minta air minum kepadanya. Sang penggembala enggan memberikan air minum, kecuali ia menyerahkan kehormatannya kepada seorang penggembala. Kemudian terpaksa ia melaksanakannya. Maka (Umar) pun bermusyawarah dengan para sahabat untuk merajam perempuan itu, kemudian Ali ra menyatakan, ‘Ini dalam kondisi darurat, maka saya berpendapat hendaklah engkau melepaskannya.’ Kemudian Umar melaksanakannya.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2313 dan Baihaqi VIII: 236).


Hukuman BIKR (Perawan atau Perjaka) yang Berzina :
Allah swt berfirman:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS An-Nuur: 2).

Dari Zaid bin Khalid-al-Juhanni ra, ia berkata, “Saya pernah mendengar Nabi saw mnyuruh orang yang berzina yang belum pernah kimpoi didera seratus kali dan diasingkan selama setahun.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2347 dan Fathul Bari XII: 156 no: 6831)

Dari Ubadah bin Shamit ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ambillah dariku, ambillah dariku; sungguh Allah telah menjadikan jalan (keluar) untuk mereka; gadis (berzina) dengan jejaka dicambuk seratus kali cambukan dan diasingkan setahun, dan duda berzina dengan janda didera seratus kali didera dan dirajam.” (Shahih: Mukthashar Muslim no: 1036, Muslim III: 1316 no: 1690, ’Aunul Ma’bud XII: 93 no: 4392, Tirmidzi II: 445 no: 1461 dan Ibnu Majah II: 852 no: 2550).



DENGAN APA HUKUM HAD SAH DILAKSANAKAN?
Hukum had dianggap sah dilaksanakan dengan dua hal: pertama, pengakuan dan kedua, disaksikan oleh para saksi. (Fiqhus Sunnah III: 352).

Adapun pengakuan, didasarkan pada waktu Rasulullah saw yang pernah merajam Ma’iz dan perempuan al-Ghamidiyah yang keduanya mengaku telah berzina:

Dari Ibnu Abbas ra. berkata, “Tatkala Ma’iz bin Malik dibawa kepada Nabi saw, maka Beliau bertanya kepadanya, “Barangkali engkau hanya mencium(nya) atau meraba(nya) dengan tanganmu atau sekedar melihat(nya)?” Jawabnya, “Tidak, ya Rasulullah.” Tanya Beliau (lagi), “Apakah engkau telah melakukan sesuatu yang tidak layak diutarakan dengan terus terang?” Maka ketika itu, Beliau menyuruh merajamnya.” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 3724, Fathul Bari XII: 135 no: 6824 dan ‘Aunul Ma’bud XII: 109 no: 4404)

Dari Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya ra bahwa seorang perempuan dari daerah Ghamid dari suku al-Azd datang kepada Nabi saw lalu mengatakan, “Ya Rasulullah, sucikanlah diriku!” Maka sabda Beliau, “Celaka kamu. Kembalilah, lalu beristighfarlah dan bertaubatlah kepada-Nya!” Kemudian ia berkata (lagi), “Saya melihat engkau hendak menolakku, sebagaimana engkau telah menolak Ma’iz bin Malik.” Beliau bertanya kepadanya, “Apa itu?” Jawabnya, “Sesungguhnya saya telah hamil karena berzina.” Tanya Beliau. “Kamu?” Jawabnya, “Ya.” Maka sabda Beliau kepadanya, “(Pulanglah) hingga engkau melahirkan (bayi) yang di perutmu.” Kemudian ada seseorang sahabat dari kawan Anshar yang mengurusnya hingga ia melahirkan bayinya, lalu ia data kepda Nabi saw dan menginformasikan kepada Beliau bahwa perempuan al-Ghamidiyah itu telah melahirkan. Maka beliau bersabda, “Kalau begitu, kami tidak akan segera merajamnya dan kami tidak akan biarkan anaknya yang masih kecil, tidak ada yang menyusuinya.” Kemudian ada seorang sahabat Anshar bangun lantas berkata, “Ya Nabiyullah, saya akan menanggung penyusuannya.” Kemudian Beliau pun merajamnya. (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 1039, Muslim III: 1321 no: 1695).

Jika yang bersangkutan ternyata meralat pengakuannya, maka tidak boleh dijatuhi hukuman. Hal ini merujuk pada hadist Nu’aim bin Huzzal:

Adalah Ma’iz bin Balik seorang anak yatim yang dulu berada di bawah asuhan ayahku (yaitu Huzzal), kemudian ia pernah berzina dengan seorang budak perempuan dari suatu kampung … sampai pada perkataannya “Kemudian Nabi Saw menyuruh agar Ma’iz dirajam. Lalu dikeluarkanlah Ma'iz ke Padang Pasir. Tatkala dirajam, ia merasakan sakitnya lemparan batu yang menimpa dirinya, kemudian bersedih hati, lalu ia melarikan diri dengan cepat, lantas bertemu dengan Abdullah bin Unais. Para sahabatnya tidak mampu (menahannya). Kemudian Abdullah bin Unais mencabut tulang betis unta, lalu dilemparkan kepadanya hingga ia meninggal dunia. Kemudian Abdullah bin Unais datang menemui Nabi saw lalu melaporkan kasus tersebut kepadanya, maka Rasulullah berkata kepadanya, “Mengapa kamu tidak biarkan ia, barangkali ia bertaubat lalu Allah menerima taubatnya.” (Shahih: Shahih Abu Daud no. 3716, ‘Aunul Ma’bud XII: 99 no: 4396)


HUKUM ORANG YANG MENGAKU PERNAH BERZINA DENGAN SI FULANAH
Apabila seseorang mengaku bahwa dirinya telah berzina dengan fulanah, maka laki-laki yang mengaku tersebut harus dijatuhi hukuman. Kemudian jika si perempuan, rekan kencannya, mengaku juga, maka ia harus dijatuhi hukuman juga. Jika ternyata si perempuan tidak mau mengakui, maka ia (si perempuan) tidak boleh dijatuhi hukuman.

Dari Abu Hurairah dan Zaid bin Khalid ra bahwa ada dua orang laki-laki yang saling bermusuhan datang kepada nabi saw lalu seorang di antara keduanya menyatakan, “Ya Rasulullah, putuskanlah di antara kami dengan Kitabullah!” Yang satunya lagi --yang paling mengerti di antara mereka berdua-- berkata, “Betul, ya Rasulullah, putuskanlah di antara kami dengan Kitabullah, dan izinkanlah saya untuk mengutarakan sesuatu kepadamu.” Jawab Beliau, "Silakan utarakan!" Ia melanjutkan pengutaraannya, “Sesungguhnya anakku ini adalah seorang pekerja yang diberi upah oleh orang ini, lalu ia pun berzina dengan isterinya. Lalu orang-orang menjelaskan kepadaku bahwa anaku harus dirajam. Oleh sebab itu, saya telah menebusnya dengan memberikan seratus ekor kambing dan seorang budak wanitaku. Kemudian saya pernah bertanya kepada orang-orang alim, lalu mereka menjelaskan kepadaku bahwa anakku harus didera seratus kali dan diasingkan selama setahun lamanya. Sedangkan rajam hanya ditimpahkan kepada isteri ini.” Maka Rasulullah saw bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggamannya, saya akan benar-benar memutuskan di antara kalian berdua dengan Kitabullah; adapun kambing dan budak perempuanmu itu maka dikembalikan (lagi) kepadamu.” Beliau pun mendera anaknya seratus kali dan mengasingkannya selama setahun. Dan Beliau juga menyuruh Unais al-Aslam agar menemui isteri orang pertama itu; jika ia mengaku telah berzina dengananak itu, maka harus dirajam. Ternyata ia mengaku, lalu dirajam oleh Beliau. (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari XII: 136 no: 6827-6828, Muslim III: 1324 no: 1697-1698, ‘Aunul Ma’bud XII: 128 no: 4421, Tirmidzi II: 443 no: 145, Ibnu Majah II: 852 no: 2549 dan Nasa’i VIII: 240).

HUKUM HAD HARUS DILAKSANAKAN BILA SAKSINYA KUAT
Allah swt berfirman:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS An-Nuur: 4)

Apabila ada empat laki-laki muslim yang merdeka lagi adil menyaksikan dzakar (penis) si fulan masuk ke dalam farji (vagina) si fulanah seperti pengoles celak mata masuk ke dalam botol tempat celak, dan seperti timba masuk ke dalam sumur, maka kedua-duanya harus dijatuhi hukuman.

Manakalah tiga saja yang mengaku menyaksikan, sedang yang keempat justru mengundurkan diri dari kesaksian mereka, maka yang tiga orang itu harus didera dengan dera tuduhan sebagimana yang telah dipaparkan ayat empat An-Nuur itu, dan berdasarkan riwayat berikut:

Dari Qasamah bin Zuhair, ia bercerita: Tatkala antara Abu Bakrah dengan al-Mughirah ada permasalahan tuduhan zina yang dilaporkan kepada Umar ra maka kemudian Umar minta didatangkan saksi-saksinya, lalu Abu Bakrah, Syibl bin Ma’bad, dan Abu Abdillah Nafi’ memberikan kesaksiannya. Maka Umar ra pada waktu mereka bertiga usai memberikan kesaksiannya, berkata, "Permasalah Abu Bakrah ini membuat Umar berada dalam posisi yang sulit." Tatkala Ziyad datang, dia berkata, "(Hai Ziyad), jika engkau berani memberikan kesaksian, maka insya Allah tuduhan zina itu benar." Maka kata Ziyad, "Adapun perbuatan zina, maka aku tidak menyaksikan dia berzina. Namun aku melihat sesuatu yang buruk." Makakata Umar, “Allahu Akbar, hukumlah mereka.” Kemudian sejumlah sahabat mendera mereka bertiga. Kemudian Abu Bakrah seusai dicambuk oleh Umar menyatakan, “(Hai Umar), saya bersaksi bahwa sesungguhnya dia (al-Mughirah) berzina.” Kemudian, segera Umar ra hendak menderanya lagi, namun dicegah oleh Ali ra seraya berkata kepada Umar, “Jika engkau menderanya lagi, maka rajamlah rekanmu itu.” Maka Umar pun membatalkan niatnya dan tidak menderanya lagi.” (Sanadnya Shahih: Irwa-ul Ghalil VIII: 29 dan Baihaqi VIII: 334).

HUKUM ORANG BERZINA DENGAN MAHRAMNYA
Barangsiapa yang berzina dengan mahramnya, maka hukumnya adalah dibunuh, baik ia sudah pernah nikah ataupun belum. Dan apabila ia telah mengawini mahramnya, maka hukumannya ia harus dibunuh dan hartanya harus diserahkan kepada pemerintah.

Dari al-Bara’ ra, ia bertutur, “Saya pernah berjumpa dengan pamanku yang sedang membawa pedang, lalu saya tanya, ‘(Wahai Pamanda), Paman hendak kemana?’ jawabnya, ‘Saya diutus oleh Rasulullah saw menemui seorang laki-laki yang telah mengawini isteri bapaknya sesudah ia meninggal dunia, agar saya menebas batang lehernya dan menyita harta bendanya.’” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2351, Shahih Ibnu Majah no: 2111, 'Aunul Ma'bud XII: 147 no: 4433, Nasa’i VI: 110, namun dalam Sunan Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah tanpa lafazh "menyita harta bendanya." Tirmidzi II: 407 no: 1373 dan Ibnu Majah II: 869 no: 2607).

HUKUM ORANG YANG MENYETUBUHI BINATANG
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang menyetubui binatang ternak, maka hendaklah kamu bunuh dia dan bunuh (pula) binantang itu.” (Hasan Shahih: Shahih Tirmidzi no: 1176, Tirmidzi III: 1479, 'Aunul Ma'bud XII: 157 no: 4440, Ibnu Majah II: 856 no: 2564)

HUKUMAN ORANG YANG MELAKUKAN LIWATH, HOMOSEKSUAL
Apabila seorang laki-laki memasukkan penisnya ke dalam dubur laki-laki yang lain, maka hukumannya adalah dibunuh, baik keduanya sudah pernah menikah taupun belum.

Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Siapa saja yang kalian jumpai melakukan perbuatan kaum (Nabi) Luth, maka bunuhlah fa’il (pelakunya) dan maf’ulbih (korbannya).” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 2075, Tirmidzi III: 8 no: 1481, ‘Aunul Ma’bud XII: 153 no: 4438, Ibnu Majah II: 856 no: 2561).